Serangan Nine Eleven yang Menggoncang Dunia (Bagian 2)
loading...
A
A
A
Saya kemudian mengiyakan untuk ketemu dengannya di kantor masjidnya di kawasan Harlem. Beliau saat itu sekaligus menjabat sebagai Chaplain atau pejabat kerohaniaan di NYPD. Kitalah berdua sebenarnya Yang menginisiasi program "Welcoming Ramadan" di Kantor Pusat NYPD di tahun 1998 lalu.
Ternyata Beliau menyampaikan sebuah rencana untuk mempertemukan tokoh-tokoh Muslim dan Wali Kota New York yang ketika itu masih dijabat oleh Rudolph Giuliani. Saat ini Giuliani adalah personal attorney dari Presiden Donald Trump.
Imam E Pasha meminta saya untuk merekomendasikan nama-nama imam yang akan diundang dalam pertemuan itu. Jumlah dibatasi hanya 10-15 orang. Dan harus mewakili komunitas Muslim dengan ragam latar belakang dan etnis.
Saya memberikan 10 nama, termasuk Imam Siraj Wahhaj, seorang imam karismatik di Brooklyn dari kalangan Afro American. Tapi Imam E Pasha secara khusus tidak setuju jika Imam Siraj dimasukkan. Rupanya saya baru sadar bahwa hubungan keduanya kurang harmonis. Apalagi Imam Siraj telanjur dilabeli oleh pemerintah kota sebagai imam yang radikal.
Sebelum berpisah saya sendiri merumuskan beberapa "talking points" khususnya dalam menyikapi kebencian dan kekerasan kepada Komunitas Muslim di Kota New York dan US secara umum saat itu.
Kami pun berpisah. Setiba di rumah sekitar jam 10 malam itu, telepon saya kembali berdering. Juga dari seseorang yang unknown (tanpa ID). Saya angkat dan kali ini terdengar suara perempuan: "good evening".
"Good evening. Excuse me, who is this?", tanya saya.
"This is Mayor office", (ini dari kantor wali kota), jawabnya.
( ).
Setelah saya iyakan sekaligus tanya tujuan menelepon, dia menyampaikan bahwa saya diundang untuk hadir dalam sebuah pertemuan bersama Wali Kota di Manhattan esok harinya (Jumat, 14 September).
Ternyata Beliau menyampaikan sebuah rencana untuk mempertemukan tokoh-tokoh Muslim dan Wali Kota New York yang ketika itu masih dijabat oleh Rudolph Giuliani. Saat ini Giuliani adalah personal attorney dari Presiden Donald Trump.
Imam E Pasha meminta saya untuk merekomendasikan nama-nama imam yang akan diundang dalam pertemuan itu. Jumlah dibatasi hanya 10-15 orang. Dan harus mewakili komunitas Muslim dengan ragam latar belakang dan etnis.
Saya memberikan 10 nama, termasuk Imam Siraj Wahhaj, seorang imam karismatik di Brooklyn dari kalangan Afro American. Tapi Imam E Pasha secara khusus tidak setuju jika Imam Siraj dimasukkan. Rupanya saya baru sadar bahwa hubungan keduanya kurang harmonis. Apalagi Imam Siraj telanjur dilabeli oleh pemerintah kota sebagai imam yang radikal.
Sebelum berpisah saya sendiri merumuskan beberapa "talking points" khususnya dalam menyikapi kebencian dan kekerasan kepada Komunitas Muslim di Kota New York dan US secara umum saat itu.
Kami pun berpisah. Setiba di rumah sekitar jam 10 malam itu, telepon saya kembali berdering. Juga dari seseorang yang unknown (tanpa ID). Saya angkat dan kali ini terdengar suara perempuan: "good evening".
"Good evening. Excuse me, who is this?", tanya saya.
"This is Mayor office", (ini dari kantor wali kota), jawabnya.
( ).
Setelah saya iyakan sekaligus tanya tujuan menelepon, dia menyampaikan bahwa saya diundang untuk hadir dalam sebuah pertemuan bersama Wali Kota di Manhattan esok harinya (Jumat, 14 September).