Akulturasi Tiga Budaya Ras Ini Warnai Peradaban Bangsa Indonesia

Jum'at, 11 September 2020 - 08:14 WIB
loading...
Akulturasi Tiga Budaya Ras Ini Warnai Peradaban Bangsa Indonesia
Tak hanya adat dan tradisi yang menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia. Ada berbagai macam makanan yang merupakan hasil akulturasi dari budaya lain. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tak hanya adat dan tradisi yang menjadi kekayaan budaya bangsa Indonesia. Ada berbagai macam makanan yang merupakan hasil akulturasi dari percampuran dari budaya lain , seperti China, Arab, dan Jawa.

(Baca juga: Pengamat Medsos: Konten yang Berkualitas Berpotensi Digemari Banyak Orang)

Untuk diketahui, akulturasi merupakan proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diterapkan ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

(Baca juga: Kemendagri Apresiasi 5 Kepala Daerah Terapkan Protokol Corona)

Owner Aba Catering Palembang, Heriyanto mengatakan, Palembang merupakan ibu kota dari provinsi Sumatra Barat yang terkenal memiliki banyak kuliner hasil akulturasi budaya. "Baik itu dari China, Arab dan juga Jawa. Dengan banyaknya budaya yang ada di Palembang, bisa menemukan beragam makanan dengan citarasa unik," kata Heriyanto, Jumat (11/9/2020).

Ditambah lagi perpaduan dengan budaya lain, Palembang semakin beragam. Dua kuliner yang paling terkenal di antara yang lainnya adalah pempek yang merupakan hasil akulturasi budaya dengan China. Dan nasi minyak yang merupakan asimilasi budaya dengan Arab. Dikutip dari cateringdipalembang.com , berikut ulasan singkat sejara kuliner Palembang.

Singkat cerita, sekitar tahun 682 Masehi, Palembang kala itu masih dikuasai oleh salah satu kerajaan maritim terkuat di Nusantara yakni Sriwijaya. Kerajaan yang pernah menjadi terbesar di Nusantara itu memiliki hubungan yang baik dengan para pedagang yang menjual berbagai dagangan seperti emas hingga rempah, termasuk dari Tiongkok atau China.

Meski akhirnya Sriwijaya runtuh, Palembang dan China terus berhubungan dan menghasilkan banyak akulturasi budaya, termasuk pada makanannya. Pempek telah ada sejak era Kesultanan Palembang yang juga dikenal dengan Palembang Darussalam. Makanan ini merupakan hasil asimilasi budaya dengan China. Kala itu para pedagang China datang ke Nusantara membawa dimsum sebagai bekalnya.

Tetapi karena bahan dasar daging dimsum yang dibawa oleh para pedagangn China ini tidak halal untuk dikonsumsi, masyarakat Palembang yang sebagian besar beragama Islam mencari alternatif lain. Secara geografis, wilayah yang terkenal dengan Jembatan Ampera ini memang terkenal sebagai penghasil ikan dan tepung tapioka. Alhasil, masyarakat Melayu lokal mengadopsi dimsum menjadi makanan lokal dengan bahan tersebut yang diberi nama dengan 'kelesan'.

Tanpa diduga, kuliner hasil akulturasi dua budaya tersebut digemari oleh banyak orang. Perlahan namun pasti kelesan menjadi komoditas pasar dan dijual oleh pedagang lokal ataupun China. Sementara asal mula kelesan ini berubah menjadi pempek, karena pada tahun 1910-an banyak sekali penjual kelesan orang China yang telah berumur yang biasa disebut dengan 'apek'.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4230 seconds (0.1#10.140)