Mendagri Tegur 72 Kepala Daerah dan Beri Reward 5 Kepala Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahapan pendaftaran calon kepala daerah ( cakada ) pada 4-6 September kemarin banyak diwarnai pelanggaran protokol COVID-19 . Untuk itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengambil langkah tegas dengan menegur 72 cakada petahana karena melanggar protokol, dan 5 cakada petahana karena taat terhadap protokol COVID-19.
“Tahapan berikut yang rawan adalah pendaftaran paslon tanggal 4-6 September, pengumpulan massa, arak-arakan massa ataupun konvoi, dan lain-lain. Serta, massa yang datang ke kantor KPUD seperti di pilkada-pilkada sebelumnya, titik ini yang perlu dilakukan evaluasi,” ujar Tito dalam paparannya di Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR secara virtual yang dilaksanakan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2020). (Baca juga: Airlangga Minta Pusat-Daerah Satu Bahasa dan Tindakan Tangani COVID-19)
Tito melihat pada tahapan pendaftaran itu ada sejumlah pelanggaran karena terjadi kerumunan massa baik konvoi, arak-arakan sampai deklarasi terbuka. Namun, di KPUD pada umumnya berlangsung secara tertib pada saat pendaftaran.
“Dan dari evaluasi Kemendagri, ada dua kemungkinan terjadinya pengumpulan massa tersebut,” katanya.
Mantan Kapolri ini menguraikan, pertama mereka memang sudah tahu ada PKPU nomor 10/2020 namun dengan sengaja untuk show force atau unjuk kekuatan, baik terkoordinir maupun tidak terkoordinir. Kedua, paslon belum mengetahui PKPU 10/2020 sehingga, masih berpikir pelaksanaan pilkada atau pendaftaran ini dengan cara lama.
“Dari beberapa yang ditanyakan atau diinterview dari jaringan Kemendagri, cukup banyak yang tidak tahu ini terjadi karena pendeknya masa sosialisasi. PKPU baru diumumkan 31 Agustus, kemudian diharmonisasi dan diundangkan 1 September. Sedangkan pelaksanaan tanggal 4 September, jadi hanya 2 hari,” beber Tito.
Untuk itu, sambung Tito, Kemendagri melakukan upaya sosialisasi, baik melalui media massa maupun membagikan soft copy PKPU 10/2020 tersebut namun, sosialsiasi belum terlalu efektif. KPU dan Bawaslu beserta jajarannya juga sudah melakukan sosialisasi. Bahkan, Bawaslu memerintahkan Bawaslu daerah untuk membuat surat resmi untuk parpol di daerah masing-masing.
“Dua hal inlah penyebab terjadinya pengumpulan massa,” imbuhnya.
Untuk merespons ini, Tito menambahkan, Kemendagri sesuai dengan kewenangannya dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Kemendagri melakukan penegaran kepada cakada yang berasal dari ASN atau kepala daerah. Dan sudah melakukan teguran kepada 72 kepala daerah yang terdiri atas, 1 gubernur, 36 bupati, 25 wakil bupati, 5 wali kota dan 5 wakil wali kota.
Namun, tambah dia, Kemendagri juga memberikan reward kepada paslon yang patuh tanpa melakukan pengumpulan massa pada tahapan pendaftaran kemarin. Meskipun yang banyak diberitakan adalah daerah yang lakukan pengumpulan massa, ada juga daerah yang cukup patuh sehingga Kemendagri memberikan apresiasi. (Baca juga: Sehari Bertambah 120, Total 8.456 Orang Meninggal Akibat Covid-19)
“Bahkan ke daerah tersebut nanti akan kita berikan Anjungan Dukcapil Mandiri dari Dukcapil. Bupati ada 2, wakil wali kota 2 kemudian gubernur 1. Yakni, Bupati Gorontalo, Bupati Luwu Utara, Wakil Wali Kota Ternate, Wakil Wali Kota Denpasar, Gubernur Gorontalo. Ini yang kemduian daerahnya tertib, tidak terjadi pengumpulan massa,” urai Tito.
“Tahapan berikut yang rawan adalah pendaftaran paslon tanggal 4-6 September, pengumpulan massa, arak-arakan massa ataupun konvoi, dan lain-lain. Serta, massa yang datang ke kantor KPUD seperti di pilkada-pilkada sebelumnya, titik ini yang perlu dilakukan evaluasi,” ujar Tito dalam paparannya di Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR secara virtual yang dilaksanakan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2020). (Baca juga: Airlangga Minta Pusat-Daerah Satu Bahasa dan Tindakan Tangani COVID-19)
Tito melihat pada tahapan pendaftaran itu ada sejumlah pelanggaran karena terjadi kerumunan massa baik konvoi, arak-arakan sampai deklarasi terbuka. Namun, di KPUD pada umumnya berlangsung secara tertib pada saat pendaftaran.
“Dan dari evaluasi Kemendagri, ada dua kemungkinan terjadinya pengumpulan massa tersebut,” katanya.
Mantan Kapolri ini menguraikan, pertama mereka memang sudah tahu ada PKPU nomor 10/2020 namun dengan sengaja untuk show force atau unjuk kekuatan, baik terkoordinir maupun tidak terkoordinir. Kedua, paslon belum mengetahui PKPU 10/2020 sehingga, masih berpikir pelaksanaan pilkada atau pendaftaran ini dengan cara lama.
“Dari beberapa yang ditanyakan atau diinterview dari jaringan Kemendagri, cukup banyak yang tidak tahu ini terjadi karena pendeknya masa sosialisasi. PKPU baru diumumkan 31 Agustus, kemudian diharmonisasi dan diundangkan 1 September. Sedangkan pelaksanaan tanggal 4 September, jadi hanya 2 hari,” beber Tito.
Untuk itu, sambung Tito, Kemendagri melakukan upaya sosialisasi, baik melalui media massa maupun membagikan soft copy PKPU 10/2020 tersebut namun, sosialsiasi belum terlalu efektif. KPU dan Bawaslu beserta jajarannya juga sudah melakukan sosialisasi. Bahkan, Bawaslu memerintahkan Bawaslu daerah untuk membuat surat resmi untuk parpol di daerah masing-masing.
“Dua hal inlah penyebab terjadinya pengumpulan massa,” imbuhnya.
Untuk merespons ini, Tito menambahkan, Kemendagri sesuai dengan kewenangannya dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Kemendagri melakukan penegaran kepada cakada yang berasal dari ASN atau kepala daerah. Dan sudah melakukan teguran kepada 72 kepala daerah yang terdiri atas, 1 gubernur, 36 bupati, 25 wakil bupati, 5 wali kota dan 5 wakil wali kota.
Namun, tambah dia, Kemendagri juga memberikan reward kepada paslon yang patuh tanpa melakukan pengumpulan massa pada tahapan pendaftaran kemarin. Meskipun yang banyak diberitakan adalah daerah yang lakukan pengumpulan massa, ada juga daerah yang cukup patuh sehingga Kemendagri memberikan apresiasi. (Baca juga: Sehari Bertambah 120, Total 8.456 Orang Meninggal Akibat Covid-19)
“Bahkan ke daerah tersebut nanti akan kita berikan Anjungan Dukcapil Mandiri dari Dukcapil. Bupati ada 2, wakil wali kota 2 kemudian gubernur 1. Yakni, Bupati Gorontalo, Bupati Luwu Utara, Wakil Wali Kota Ternate, Wakil Wali Kota Denpasar, Gubernur Gorontalo. Ini yang kemduian daerahnya tertib, tidak terjadi pengumpulan massa,” urai Tito.
(kri)