Sertifikasi Dai: Antara Radikalisme dan Kontrol Agama

Kamis, 10 September 2020 - 08:02 WIB
loading...
A A A
"Ini agar para dai itu mempunyai kemampuan yang berstandar atau untuk upgrading agar jelas keilmuannya, itu adalah baik. Jadi NU mendukung itu dilaksanakan kalau tujuannya itu untuk upgrading," ucapnya.

Namun, Marsudi menegaskan, jika sertifikasi itu dilakukan pelaksananya bukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama atau Majelis Ulama Indonesia (MUI), namun organisasi-organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, atau Persis. "Misalnya orang NU ya disertifikasi oleh NU, orang Muhammadiyah ya disertifikasi oleh Muhammadiyah, orang Persis ya oleh Persis," tuturnya.

Dengan begitu, jika nanti di lapangan ada hal-hal yang kurang tepat maka pihak yang mengeluarkan sertifikat ada tanggung jawabnya. "Kenapa Anda keluarkan sertifikat? Wong orangnya kaya gitu, misalnya. Itu memudahkan daripada dipegang oleh Kementerian Agama atau oleh MUI. Jadi ada yang bertanggung jawab penuh tentang keilmuan keagamaan yang sifatnya itu ilmu ketuhanan yang silsilah keilmuannya saja itu harus nyambung sampai Tuhan, otoritatif Tuhan ketika ngomong keagamaan," katanya. (Baca juga: Jokowi Minta Semua Pihak Merancang Ulang Pembinaan Atlet)

Bagaimana dengan penceramah yang bukan berasal dari latar belakang lembaga yang tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikasi, menurut Marsudi, mereka bisa menginduk kepada salah satu lembaga yang diberikan kewenangan mengeluarkan sertifikat.

Alasannya, sertifikasi dai diperlukan karena ke depan orang membutuhkan profesionalisme yang terukur. Dia mencontohkan profesi dosen yang bisa mengajar S-1, mereka minimal harus berpendidikan S-2 atau magister.

"Itu kan sertifikasi. Ini untuk menolong masyarakat agar kemampuan orang itu terukur. Jangan asal dipanggil ustaz. Kalau di NU sesungguhnya sertifikasi itu sudah ada sejak dulu. Lha wong keluar pesantren saja sudah bisa dilihat ini tamatan mana, Lirboyo? Berapa tahun (di pesantren)? Oh sekian, itu sudah sertifikasi," katanya.

Mengenai adanya narasi bahwa sertifikasi dai dilakukan sebagai upaya menangkal paham radikalisme, Marsudi Syuhud mengatakan bahwa itu hanya alasan penyerta saja. Hal terpenting ialah adanya standardisasi keilmuan. "Bukan orang yang belajar Alqurannya saja lewat Google, gitu kemudian jadi ustaz? Yang penting bisa ndabrul gitu," tuturnya. (Lihat videonya: Limbah Medis Rumah Sakit Mencemari Sungai Cisadane)

Dengan adanya sertifikasi dai, kata Marsudi, ke depan masyarakat akan semakin paham dengan kapasitas penceramah tersebut. "Pokoknya jangan diambil sertifikasi itu oleh pemerintah atau MUI, biarlah oleh organisasi masing-masing. Kalau dilakukan pemerintah atau MUI, macam-macam kelemahannya. Itu akan jadi bisnis tersendiri. Kalau NU misalnya sudah tamatan (Ponpes) Tebuireng, itu kan sudah tahu kadarnya berapa itu. Enggak akan kuatlah pemerintah ngurusi sertifikasi jutaan orang. Sudahlah sistem yang sudah ada saja," katanya. (Abdul Rochim)
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3571 seconds (0.1#10.140)