Banyak Calon Tunggal, Perludem: Diatur yang Mau Maju Minimal Sudah 2 Tahun Jadi Kader Parpol
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemilihan kepala daerah ( Pilkada) Serentak 2020 ini kemungkinan besar akan tetap diwarnai calon tunggal . Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) memperpanjang masa pendaftaraan selama tiga hari mulai dari 10-12 September 2020.
Ada 28 daerah yang berpotensi menggelar pilkada melawan kotak kosong pada 9 Desember 2020. Daerah-daerah itu, antara lain, Kabupaten Ngawi, Kediri, Kebumen, Wonosobo, Sragen, Boyolali, Grobogan, Bintan, Badung, Manokwari Selatan, dan Raja Ampat, serta Kota Sungai Penuh. (Baca juga: Pendaftaran Pilkada Banyak Pelanggaran, DPD: Jika Berkali-Kali Diskualifikasi Saja)
Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penambahan waktu untuk menunggu bakal pasangan calon (bapaslon) lain akan berguna jika masih ada sisa partai politik (parpol) untuk memajukan jagoannya. Memang masa perpanjangan ini diwajibkan aturan, mau ada lagi yang mendaftar atau tidak.
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan untuk bisa maju dalam pilkada harus mempunyai 20% di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atay 25 suara sah saat pemilihan legislatif.
“Kalau masih ada potensi partai, mungkin bisa ditunggu tiga hari. Ternyata sudah diborong semua kursi DPRD untuk mendukung paslon (tertentu), ya formalitas saja karena untuk calon perseorangan sudah duluan,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati saat dihubungi SINDOnews , Senin (7/9/2020).
Jumlah calon tunggal dalam pilkada semakin meningkat. Ninis, sapaan akrabnya, mengusulkan agar syarat pencalonan baik melalui parpol maupun perseorangan dipermudah. Dia menyarankan dukungan minimal untuk pencalonan itu dihilangkan.
“Syarat untuk calon perseorangan pun harus dipermudah karena nanti punya alternatif pilihan. Kalau cuma satu, enggak ada dialog. Enggak bisa membandingkan visi-misi, dan program,” tuturnya.
Dia menerangkan salah satu pilar demokrasi itu dalam pemilihan umum (pemilu) itu adanya kompetisi. Sementara itu, pilkada dengan calon tunggal itu tidak ada kompetisi.
“Menurut saya, yang tidak kalah penting demokratisasi di internal parpol. Partainya sudah menyiapkan orang yang mau diusung. Ini baru mau pilkada, baru nyari yang populer mana nih? Yang punya elektabilitas tinggi,” jelasnya.
Cara-cara itu pada akhirnya menyingkirkan kader partai yang bertahun-tahun membangun karir politik. Terkadang, pilihan jagoan dalam pilkada jatuh pada yang memiliki modal finansial besar. (Baca juga: Pendaftaran Calon Munculkan Pesimisme Kelanjutan Tahapan Pilkada 2020)
“Seolah-olah partai enggak punya kader. Katanya mesin partai berjalan. Kalau enggak, diatur yang mau jadi caleg atau kepala daerah setidaknya minimal sudah dua tahun menjadi kader partai,” pungkasnya.
Ada 28 daerah yang berpotensi menggelar pilkada melawan kotak kosong pada 9 Desember 2020. Daerah-daerah itu, antara lain, Kabupaten Ngawi, Kediri, Kebumen, Wonosobo, Sragen, Boyolali, Grobogan, Bintan, Badung, Manokwari Selatan, dan Raja Ampat, serta Kota Sungai Penuh. (Baca juga: Pendaftaran Pilkada Banyak Pelanggaran, DPD: Jika Berkali-Kali Diskualifikasi Saja)
Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penambahan waktu untuk menunggu bakal pasangan calon (bapaslon) lain akan berguna jika masih ada sisa partai politik (parpol) untuk memajukan jagoannya. Memang masa perpanjangan ini diwajibkan aturan, mau ada lagi yang mendaftar atau tidak.
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan untuk bisa maju dalam pilkada harus mempunyai 20% di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atay 25 suara sah saat pemilihan legislatif.
“Kalau masih ada potensi partai, mungkin bisa ditunggu tiga hari. Ternyata sudah diborong semua kursi DPRD untuk mendukung paslon (tertentu), ya formalitas saja karena untuk calon perseorangan sudah duluan,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati saat dihubungi SINDOnews , Senin (7/9/2020).
Jumlah calon tunggal dalam pilkada semakin meningkat. Ninis, sapaan akrabnya, mengusulkan agar syarat pencalonan baik melalui parpol maupun perseorangan dipermudah. Dia menyarankan dukungan minimal untuk pencalonan itu dihilangkan.
“Syarat untuk calon perseorangan pun harus dipermudah karena nanti punya alternatif pilihan. Kalau cuma satu, enggak ada dialog. Enggak bisa membandingkan visi-misi, dan program,” tuturnya.
Dia menerangkan salah satu pilar demokrasi itu dalam pemilihan umum (pemilu) itu adanya kompetisi. Sementara itu, pilkada dengan calon tunggal itu tidak ada kompetisi.
“Menurut saya, yang tidak kalah penting demokratisasi di internal parpol. Partainya sudah menyiapkan orang yang mau diusung. Ini baru mau pilkada, baru nyari yang populer mana nih? Yang punya elektabilitas tinggi,” jelasnya.
Cara-cara itu pada akhirnya menyingkirkan kader partai yang bertahun-tahun membangun karir politik. Terkadang, pilihan jagoan dalam pilkada jatuh pada yang memiliki modal finansial besar. (Baca juga: Pendaftaran Calon Munculkan Pesimisme Kelanjutan Tahapan Pilkada 2020)
“Seolah-olah partai enggak punya kader. Katanya mesin partai berjalan. Kalau enggak, diatur yang mau jadi caleg atau kepala daerah setidaknya minimal sudah dua tahun menjadi kader partai,” pungkasnya.
(kri)