Larangan Keluar Rumah, Pemerintah Diminta Pikirkan Ekonomi Rakyat Bawah
A
A
A
JAKARTA - Untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona (COVID-19), masyarakat diimbau untuk berada di rumah jika tidak ada kepentingan yang mendesak. Imbauan ini diiringi dengan kebijakan bekerja dari rumah atau Work from Home (WFH) dan belajar dari rumah atau Study from Home (SFH).
Anggota Komisi V DPR Syafiuddin mengatakan, saat ini sikap masyarakat masih sangat beragam dalam menyikapi kebijakan tersebut. "Masyarakat ada yang apatis, ada yang masih respek, ada juga yang masih enggak begitu memahami," katanya dihubungi SINDOnews, Kamis (26/3/2020). (Baca juga: Corona Terus Makan Korban, 893 Orang Terinfeksi, 78 Meninggal Dunia)
Hal ini membuat kebijakan WFH belum sepenuhnya dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat. Syafiuddin mengatakan, dalam mengatasi persoalan ini, pemerintah seharusnya lebih tanggap, tidak hanya melarang orang keluar rumah, namun harus bisa memberikan solusi, terutama bagi perekonomian masyarakat lapisan bawah. "Mereka masih banyak yang masih berpikir mau makan apa hari ini, mau kerja apa hari ini. Jangan sampai karena takut virus, tapi masyarakat kelaparan. Ini tanggung jawab pemerintah," tuturnya.
(Baca juga: Doni Monardo Ingatkan Pentingnya Social Distancing untuk Cega
Karena itu, politikus PKB ini mengusulkan untuk dilakukan pergeseran anggaran dalam APBN dan APBD dengan memprioritaskan kepentingan yang mendesak. "Sebab kalau kondisi seperti ini dibiarkan maka imbasnya keadaan akan menjadi tidak stabil," urainya.
Disinggung mengenai wacana pemerintah untuk melarang mudik Lebaran 2020 dimana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjadi mitra kerja Komisi V, Syafiuddin mengatakan pemerintah harus membuat kajian yang komprehensif sebelum memutuskan untuk melarang atau membatasi mudik lebaran.
"Pemerintah tidak seharusnya hanya melihat dari satu sisi, tapi harus ada alasan komprehensif. Bagaimana dari sisi ekonominya. Harus tajam pemerintah menganalisasi itu. Ini kan masih ada rentan waktu dua bulan, harus ada solusi dari pemerintah. Kalau pelarangan mudik secara total harus ada solusinya sehingga masyarakat memahami. Misalnya gencarkan sosialisasi. Beri masyarakat pemahaman," katanya.
Syafiuddin mengatakan jika ternyata tren wabah ini terus meningkat maka pihaknya mendukung kebijakan yang akan diambil pemerintah untuk membatasi atau melarang sepenuhnya mudik Lebaran.
"Sementara kita melihat dari data wabah ini meningkat atau tidak. Kedua posisi larangan mudik itu dari daerah mana saja. Seumpama di Jakarta kan memang pusatnya wabah, mungkin kalau ini untuk kepentingan bersama gak masalah dilarang mudik. Namun nanti kalau ada tren penurunan dari grafik mewabahnya virus ini, mungkin opsi kedua bisa diambil. Misalnya boleh mudik tapi tidak dengan angkutan umum tapi dengan mobil pribadi," katanya.
Syafiuddin menyarankan agar dalam mengambil kebijakan pemerintah tidak hanya melarang saja, namun harus dibareng sosialisasi secara masif sehingga masyarakat bisa mengerti bahwa kebijakan tersebut diambil untuk keselamatan bersama.
Anggota Komisi V DPR Syafiuddin mengatakan, saat ini sikap masyarakat masih sangat beragam dalam menyikapi kebijakan tersebut. "Masyarakat ada yang apatis, ada yang masih respek, ada juga yang masih enggak begitu memahami," katanya dihubungi SINDOnews, Kamis (26/3/2020). (Baca juga: Corona Terus Makan Korban, 893 Orang Terinfeksi, 78 Meninggal Dunia)
Hal ini membuat kebijakan WFH belum sepenuhnya dilaksanakan oleh seluruh kalangan masyarakat. Syafiuddin mengatakan, dalam mengatasi persoalan ini, pemerintah seharusnya lebih tanggap, tidak hanya melarang orang keluar rumah, namun harus bisa memberikan solusi, terutama bagi perekonomian masyarakat lapisan bawah. "Mereka masih banyak yang masih berpikir mau makan apa hari ini, mau kerja apa hari ini. Jangan sampai karena takut virus, tapi masyarakat kelaparan. Ini tanggung jawab pemerintah," tuturnya.
(Baca juga: Doni Monardo Ingatkan Pentingnya Social Distancing untuk Cega
Karena itu, politikus PKB ini mengusulkan untuk dilakukan pergeseran anggaran dalam APBN dan APBD dengan memprioritaskan kepentingan yang mendesak. "Sebab kalau kondisi seperti ini dibiarkan maka imbasnya keadaan akan menjadi tidak stabil," urainya.
Disinggung mengenai wacana pemerintah untuk melarang mudik Lebaran 2020 dimana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjadi mitra kerja Komisi V, Syafiuddin mengatakan pemerintah harus membuat kajian yang komprehensif sebelum memutuskan untuk melarang atau membatasi mudik lebaran.
"Pemerintah tidak seharusnya hanya melihat dari satu sisi, tapi harus ada alasan komprehensif. Bagaimana dari sisi ekonominya. Harus tajam pemerintah menganalisasi itu. Ini kan masih ada rentan waktu dua bulan, harus ada solusi dari pemerintah. Kalau pelarangan mudik secara total harus ada solusinya sehingga masyarakat memahami. Misalnya gencarkan sosialisasi. Beri masyarakat pemahaman," katanya.
Syafiuddin mengatakan jika ternyata tren wabah ini terus meningkat maka pihaknya mendukung kebijakan yang akan diambil pemerintah untuk membatasi atau melarang sepenuhnya mudik Lebaran.
"Sementara kita melihat dari data wabah ini meningkat atau tidak. Kedua posisi larangan mudik itu dari daerah mana saja. Seumpama di Jakarta kan memang pusatnya wabah, mungkin kalau ini untuk kepentingan bersama gak masalah dilarang mudik. Namun nanti kalau ada tren penurunan dari grafik mewabahnya virus ini, mungkin opsi kedua bisa diambil. Misalnya boleh mudik tapi tidak dengan angkutan umum tapi dengan mobil pribadi," katanya.
Syafiuddin menyarankan agar dalam mengambil kebijakan pemerintah tidak hanya melarang saja, namun harus dibareng sosialisasi secara masif sehingga masyarakat bisa mengerti bahwa kebijakan tersebut diambil untuk keselamatan bersama.
(cip)