Omnibus Law Cipta Kerja Dicurigai Pesanan Pengusaha
A
A
A
JAKARTA - Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dicurigai pesanan para pengusaha. Pasalnya, RUU Cipta Kerja itu dinilai lebih menguntungkan kepentingan pengusaha.
"Dikatakan pesanan mungkin iya, pesanan dari siapa? Terbuka aja kita siapa yang menyusunnya ya kita bisa lihat. Lebih banyak ke kepentingan pengusaha, makanya kemudian ya sektornya pun juga lucu kan, sehingga berbeda-beda lah keterangannya dengan Kementerian Polhukam," ujar Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura di Kantor KODE Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020). (Baca juga: Akademisi Sebut Ada Persoalan Besar dalam Penyusunan RUU Omnibus Law )
Maka itu, dia yakin bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu menjadi sangat ekonomi sentris. Sebab, banyak pasal tak terkait bidang ekonomi yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), masuk Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kemenko juga enggak tahu. Misalnya kehutanan, mungkin dia enggak nanya ke Menteri Kehutanan, 'eh pasal berapa sih yang oleh MK dibatalin?' Termasuk yang penanaman modal, secara birokrasi enggak memetakan dulu di dalam, tiba-tiba muncul gagasan-gagasan yang hanya mendengarkan keluhan-keluhan," tuturnya.
Padahal, kata dia, sebenarnya beberapa keluhan itu sudah diselesaikan melalui putusan MK. "Ini yang kemudian munculnya pasal zombie," tegasnya.
Sehingga, dia menilai Omnibus Law Cipta Kerja itu semakin merusak tatanan kehidupan berhukum jika dibahas nantinya. "Filosofi yang indah di dalam menimbang itu justru enggak muncul di dalam batang tubuhnya, sehingga responsifnya oke menciptakan lapangan kerja. Akhirnya menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja murah. Cipta lapangan kerja murah," tandasnya. (Baca juga: Ancaman Bagi Buruh, KSBSI Minta RUU Cipta Kerja Ditarik dari Omnibus Law )
"Dikatakan pesanan mungkin iya, pesanan dari siapa? Terbuka aja kita siapa yang menyusunnya ya kita bisa lihat. Lebih banyak ke kepentingan pengusaha, makanya kemudian ya sektornya pun juga lucu kan, sehingga berbeda-beda lah keterangannya dengan Kementerian Polhukam," ujar Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Charles Simabura di Kantor KODE Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020). (Baca juga: Akademisi Sebut Ada Persoalan Besar dalam Penyusunan RUU Omnibus Law )
Maka itu, dia yakin bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu menjadi sangat ekonomi sentris. Sebab, banyak pasal tak terkait bidang ekonomi yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), masuk Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kemenko juga enggak tahu. Misalnya kehutanan, mungkin dia enggak nanya ke Menteri Kehutanan, 'eh pasal berapa sih yang oleh MK dibatalin?' Termasuk yang penanaman modal, secara birokrasi enggak memetakan dulu di dalam, tiba-tiba muncul gagasan-gagasan yang hanya mendengarkan keluhan-keluhan," tuturnya.
Padahal, kata dia, sebenarnya beberapa keluhan itu sudah diselesaikan melalui putusan MK. "Ini yang kemudian munculnya pasal zombie," tegasnya.
Sehingga, dia menilai Omnibus Law Cipta Kerja itu semakin merusak tatanan kehidupan berhukum jika dibahas nantinya. "Filosofi yang indah di dalam menimbang itu justru enggak muncul di dalam batang tubuhnya, sehingga responsifnya oke menciptakan lapangan kerja. Akhirnya menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja murah. Cipta lapangan kerja murah," tandasnya. (Baca juga: Ancaman Bagi Buruh, KSBSI Minta RUU Cipta Kerja Ditarik dari Omnibus Law )
(kri)