PKS Minta Pengembangan Vaksin COVID-19 Dilakukan Secara Jujur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani Aher meminta proses pengembangan calon vaksin Covid-19 di Indonesia dilakukan secara jujur dan terbuka. Menurut Anggota Komisi IX DPR RI ini, prinsip jujur dan terbuka itu penting.
"Jika bicara mengenai obat atau vaksin Covid-19, maka yang perlu diperhatikan adalah prinsip jujur dan terbuka. Apakah itu mengenai efektivitasnya, mutasi virusnya atau yang lainnya. Ini harus jujur dan terbuka disampaikan, karena sangat ditunggu-tunggu masyarakat," kata Netty dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Jumat (4/9/2020).
Diketahui, pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, PT Bio Farma menyampaikan kebutuhan 340 juta dosis vaksin untuk mencapai tingkat kekebalan dari pandemi COVID-19 di Indonesia. Bio Farma juga menjelaskan skema jangka pendek yang disiapkan saat ini adalah melakukan uji klinis fase tiga yang dijadwalkan mulai pada 20 Agustus hingga akhir Januari 2021. ( )
Netty berpendapat, walaupun uji klinis sudah dilakukan, permasalahan vaksin tidak secara otomatis langsung selesai. "Apakah vaksin ini efektif untuk melawan virus, bagaimana aksesibilitas dan keterjangkauan bagi semua pihak? Perlu juga diperhatikan proses distribusinya di lapangan; Apakah bisa memenuhi kebutuhan 267 juta rakyat Indonesia? Lalu siapa yang lebih dahulu harus diberikan? Apakah orang yang potensial menyebarkan virus, pemangku kekuasaan atau siapa? Ini harus dipikirkan," katanya.
Selain itu, dia juga meminta agar calon vaksin buatan dalam negeri 'merah putih' yang sedang dikembangkan harus terus didukung. "Jangan sampai hadirnya vaksin asal China membuat pengembangan vaksin merah putih terhenti," kata istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini.
Kemudian, Netty meminta agar prosedur standar pengembangan obat harus dipatuhi. "Obat apapun yang dikembangkan harus mengikuti prosedur yang berlaku. BPOM harus mengikuti aturan main agar tidak ada subjektivitas, konflik kepentingan, permainan proyek apalagi bekerja di bawah tekanan karena ada intervensi dari pihak lain," katanya. ( )
Dia juga mengingatkan agar kemandirian industri kesehatan dalam negeri segera dilakukan. Menurut dia, Pandemi COVID-19 menjadi pertanda rapuhnya kemandirian industri kesehatan nasional.
"Pandemi Ini adalah ujian nasionalisme bagi kita semua. Pertanyaannya sekarang adalah sampai kapan kita terus bergantung pada negara lain dalam hal pengadaan obat, alkes dan vaksin," katanya.
"Jika bicara mengenai obat atau vaksin Covid-19, maka yang perlu diperhatikan adalah prinsip jujur dan terbuka. Apakah itu mengenai efektivitasnya, mutasi virusnya atau yang lainnya. Ini harus jujur dan terbuka disampaikan, karena sangat ditunggu-tunggu masyarakat," kata Netty dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Jumat (4/9/2020).
Diketahui, pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI, PT Bio Farma menyampaikan kebutuhan 340 juta dosis vaksin untuk mencapai tingkat kekebalan dari pandemi COVID-19 di Indonesia. Bio Farma juga menjelaskan skema jangka pendek yang disiapkan saat ini adalah melakukan uji klinis fase tiga yang dijadwalkan mulai pada 20 Agustus hingga akhir Januari 2021. ( )
Netty berpendapat, walaupun uji klinis sudah dilakukan, permasalahan vaksin tidak secara otomatis langsung selesai. "Apakah vaksin ini efektif untuk melawan virus, bagaimana aksesibilitas dan keterjangkauan bagi semua pihak? Perlu juga diperhatikan proses distribusinya di lapangan; Apakah bisa memenuhi kebutuhan 267 juta rakyat Indonesia? Lalu siapa yang lebih dahulu harus diberikan? Apakah orang yang potensial menyebarkan virus, pemangku kekuasaan atau siapa? Ini harus dipikirkan," katanya.
Selain itu, dia juga meminta agar calon vaksin buatan dalam negeri 'merah putih' yang sedang dikembangkan harus terus didukung. "Jangan sampai hadirnya vaksin asal China membuat pengembangan vaksin merah putih terhenti," kata istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini.
Kemudian, Netty meminta agar prosedur standar pengembangan obat harus dipatuhi. "Obat apapun yang dikembangkan harus mengikuti prosedur yang berlaku. BPOM harus mengikuti aturan main agar tidak ada subjektivitas, konflik kepentingan, permainan proyek apalagi bekerja di bawah tekanan karena ada intervensi dari pihak lain," katanya. ( )
Dia juga mengingatkan agar kemandirian industri kesehatan dalam negeri segera dilakukan. Menurut dia, Pandemi COVID-19 menjadi pertanda rapuhnya kemandirian industri kesehatan nasional.
"Pandemi Ini adalah ujian nasionalisme bagi kita semua. Pertanyaannya sekarang adalah sampai kapan kita terus bergantung pada negara lain dalam hal pengadaan obat, alkes dan vaksin," katanya.
(abd)