Ketika Mendagri Jadi 'Ustaz Dadakan' di Masjid Cheng Hoo Palembang
A
A
A
PALEMBANG - Ada cerita menarik di balik kunjungan Mendagri Tito Karnavian ke Kota Palembang, Sumatera Selatan. Menteri Tito datang ke Palembang untuk menghadiri acara Rapat Kerja Percepatan Penyaluran dan Pengelolaan Dana Desa Tahun 2020, yang digelar di Gedung Main Dining Hall, Komplek Jakabaring Sport City (JSC), Jumat (28/02/2020).
Mendagri datang bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar. Di kota Pempek itu, Mendagri sempat menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang.
Ia pun didaulat untuk imam salat Jumat. Usai salat, Mendagri juga didaulat untuk memberi ceramah atau tausiyah. Maka Tito pun beralih rupa dari seorang menteri menjadi 'ustaz dadakan'. Ia pun berceramah dengan tenang. Runut. Tema ceramahnya tentang persatuan bangsa, takdir Allah dan bagaimana jadi hamba yang bersyukur.
Yang menarik, Menteri Tito juga fasih mengutip ayat Alquran dalam ceramahnya. Dalam ceramahnya, Tito berpesan agar masyarakat tidak mempertentangkan perbedaan ras.
Indonesia harus bersyukur jadi negara yang memiliki keragaman etnis. Tidak banyak negara seperti Indonesia. Singapura misalnya, hanya terdiri dari beberapa etnis saja. Negara lain pun seperti Afganistan, hanya ada tujuh suku.
Berbeda dengan Indonesia. Ada banyak suku, dengan beragam bahasa, tradisi dan budayanya. "Nah ini jangan menjadi pemecah, tapi adalah kekayaan bagi kita. Inilah nikmat Allah yang diberikan kepada kita semua," katanya.
Menteri Tito pun kemudian mengutip ayat dalam surat ar Rahman. Kata dia, ada ayat "Fa bi ayyi aalaa'i rabbikuma tukazziban," yang diulang sebanyak 31 kali dalam surah tersebut. Menurut Tito, ayat tersebut bicara tentang nikmat-nikmat Tuhan yang banyak sekali dilimpahkan kepada manusia.
“Perbedaan etnis atau ras salah satu nikmat Tuhan. Jadi ini lah nikmat Allah beragam suku dan ras, termasuk saudara-saudara kita keturunan Tionghoa, adalah bagian dari kekayaan kita," ujarnya.
Tito pun melanjutkan ceramahnya. Menurutnya, para kyai dan ulama mengajarkan, Islam itu agama rahmatan lil alamin. Agama yang jadi rahmat bagi semesta alam. Jadi, Islam adalah agama yang merangkul atau mengayomi semua pihak dan dalam semua hal. Artinya, agama Islam tak mengajarkan sikap membeda-bedakan ras. Membeda-bedakan etnis. Juga membedakan agama dalam pergaulan.
Justru Islam mengajarkan pemeluknya untuk jadi pencerah. Termasuk kepada non muslim. Ia bersyukur, Mesjid Cheng Hoo jadi tempat yang bisa mencerahkan orang lain. "Alhamdullilah di masjid ini hampir tiap hari katanya ada yang jadi mualaf. Ini betul-betul merupkan rahmat dari Allah SWT kepada kita smua sehingga lebih banyak yang mendapatkan hidayah untuk menjadi mualaf masuk ke dakam Islam, menjadi warga muslim, tentu saja kita mensyukuri itu," jelasnya.
Dalam ceramahnya, Tito juga menyinggung soal virus corona. Ia mengingatkan, di tengah merebaknya ketakutan akan virus mematikan tersebut, hubungan atau silahturahmi antarsesama harus tetap di rawat. Dijaga. Termasuk membangun hubungan dengan pemerintah.
Mendagri datang bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar. Di kota Pempek itu, Mendagri sempat menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang.
Ia pun didaulat untuk imam salat Jumat. Usai salat, Mendagri juga didaulat untuk memberi ceramah atau tausiyah. Maka Tito pun beralih rupa dari seorang menteri menjadi 'ustaz dadakan'. Ia pun berceramah dengan tenang. Runut. Tema ceramahnya tentang persatuan bangsa, takdir Allah dan bagaimana jadi hamba yang bersyukur.
Yang menarik, Menteri Tito juga fasih mengutip ayat Alquran dalam ceramahnya. Dalam ceramahnya, Tito berpesan agar masyarakat tidak mempertentangkan perbedaan ras.
Indonesia harus bersyukur jadi negara yang memiliki keragaman etnis. Tidak banyak negara seperti Indonesia. Singapura misalnya, hanya terdiri dari beberapa etnis saja. Negara lain pun seperti Afganistan, hanya ada tujuh suku.
Berbeda dengan Indonesia. Ada banyak suku, dengan beragam bahasa, tradisi dan budayanya. "Nah ini jangan menjadi pemecah, tapi adalah kekayaan bagi kita. Inilah nikmat Allah yang diberikan kepada kita semua," katanya.
Menteri Tito pun kemudian mengutip ayat dalam surat ar Rahman. Kata dia, ada ayat "Fa bi ayyi aalaa'i rabbikuma tukazziban," yang diulang sebanyak 31 kali dalam surah tersebut. Menurut Tito, ayat tersebut bicara tentang nikmat-nikmat Tuhan yang banyak sekali dilimpahkan kepada manusia.
“Perbedaan etnis atau ras salah satu nikmat Tuhan. Jadi ini lah nikmat Allah beragam suku dan ras, termasuk saudara-saudara kita keturunan Tionghoa, adalah bagian dari kekayaan kita," ujarnya.
Tito pun melanjutkan ceramahnya. Menurutnya, para kyai dan ulama mengajarkan, Islam itu agama rahmatan lil alamin. Agama yang jadi rahmat bagi semesta alam. Jadi, Islam adalah agama yang merangkul atau mengayomi semua pihak dan dalam semua hal. Artinya, agama Islam tak mengajarkan sikap membeda-bedakan ras. Membeda-bedakan etnis. Juga membedakan agama dalam pergaulan.
Justru Islam mengajarkan pemeluknya untuk jadi pencerah. Termasuk kepada non muslim. Ia bersyukur, Mesjid Cheng Hoo jadi tempat yang bisa mencerahkan orang lain. "Alhamdullilah di masjid ini hampir tiap hari katanya ada yang jadi mualaf. Ini betul-betul merupkan rahmat dari Allah SWT kepada kita smua sehingga lebih banyak yang mendapatkan hidayah untuk menjadi mualaf masuk ke dakam Islam, menjadi warga muslim, tentu saja kita mensyukuri itu," jelasnya.
Dalam ceramahnya, Tito juga menyinggung soal virus corona. Ia mengingatkan, di tengah merebaknya ketakutan akan virus mematikan tersebut, hubungan atau silahturahmi antarsesama harus tetap di rawat. Dijaga. Termasuk membangun hubungan dengan pemerintah.
(poe)