Puan Sebut DPR Enggan Terburu-buru Bahas RUU Cipta Kerja
A
A
A
JAKARTA - Setelah menerima draf dan Naskah Akademik (NA) Racangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dari pemerintah pada Rabu (12/2/2020) lalu, DPR belum juga membahas RUU itu. Bahkan, kehadiran RUU ini pun belum resmi dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR.
Ketua DPR Puan Maharani beralasan bahwa DPR enggan terburu-buru membahas RUU yang membahas persoalan lintas sektoral itu. Sementara, masyarakat masih menelaah pasal per pasal RUU tersebut.
"Bukan DPR lama, kita punya mekanisme dan sekarang ini baru satu minggu, setelah draf omnibus law terkait dengan Ciptaker diberikan, kan temen-temen juga lihat waktu di sini kita rame-rame menerima sebenarnya dan sekarang ini media. Masyarakat juga baru melihat satu per satu, pasal per pasalnya," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2020).
Puan menjelaskan, dalam RUU Ciptaker ini memuat 15 Bab dan 179 Pasal yang tertulis dalam 1.028 halaman. Sehingga, pihaknya enggan terburu-buru karena masyarakat juga belum mengetahui secara keseluruhan isi dari RUU tersebut. (Baca Juga: Diperlukan Kritik yang Membangun Terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja).
"Jadi jangan sampe kita terburu-buru dalam ingin membahasnya di DPR namun kemudian masyarakat belum tau apa yang akan dibahas, karena itu menimbulkan kegaduhan. Dan tentu saja akan menimbulkan mispersepsi," ujarnya.
Karena itu, politikus PDIP ini mengajak semua pihak untuk secara jernih menelaah pasal per pasal dari RUU tersebut yang terdiri dari 11 kluster isu dan tentu saja harus melibatkan elemen-elemen masyarakat dalam pembahasannya.
"Jadi, setiap elemen yang merasa kepentingannya itu ada dalam omnibus law tersebut ya silakan kita bicara, kita sosialisasikan, diskusi dulu dan kemudian kita ikutin mekanisme yang ada," ajak Puan.
Terlebih, mantan Menko PMK ini juga menilai bahwa sosialisasi pemerintah terkait RUU ini belum maksimal sehingga. "Belum maksimal, kami sudah bersepakat bahwa DPR bersama dengan pemerintah akan sama sama menyosialisasikan," ucapnya.
Selain itu, Puan menambahkan, DPR juga tengah membentuk tim guna melihat dan memilah pasal mana saja yang dianggap penting. Khususnya, substansi-substansi yang dinilai merugikan pihak tertentu.
"Kalau nanti pembahasannya itu di satu ruang kecil, tentu saja itu akan membuat sepertinya tidak ada kesempatan atau ruang terbuka lagi untuk masyarakat. Jadi kita sama sama bisa jernih hati dan jernih pikiran lah, kami sosialisasikan buka satu per satu. Toh ini kan juga seperti saya dengar tidak perlu buru-buru, yang penting bermanfaat bagi masyarakat," terangnya. (Baca Juga: 9 Poin Kontroversial Omnibus Law Cipta Kerja Versi KSPI).
Soal kesalahan pengetikan dan Gerindra meminta agar RUU ini dikembalikan ke pemerintah, menurut Puan tidak perlu. "Ya kan pemerintah sudah mengatakan bahwa itu katanya ada salah ketik. Ini kan masih draf, jadi memang gak perlu juga kami kembalikan tapi nanti bicarakan lagi di sini," tandasnya.
Ketua DPR Puan Maharani beralasan bahwa DPR enggan terburu-buru membahas RUU yang membahas persoalan lintas sektoral itu. Sementara, masyarakat masih menelaah pasal per pasal RUU tersebut.
"Bukan DPR lama, kita punya mekanisme dan sekarang ini baru satu minggu, setelah draf omnibus law terkait dengan Ciptaker diberikan, kan temen-temen juga lihat waktu di sini kita rame-rame menerima sebenarnya dan sekarang ini media. Masyarakat juga baru melihat satu per satu, pasal per pasalnya," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2020).
Puan menjelaskan, dalam RUU Ciptaker ini memuat 15 Bab dan 179 Pasal yang tertulis dalam 1.028 halaman. Sehingga, pihaknya enggan terburu-buru karena masyarakat juga belum mengetahui secara keseluruhan isi dari RUU tersebut. (Baca Juga: Diperlukan Kritik yang Membangun Terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja).
"Jadi jangan sampe kita terburu-buru dalam ingin membahasnya di DPR namun kemudian masyarakat belum tau apa yang akan dibahas, karena itu menimbulkan kegaduhan. Dan tentu saja akan menimbulkan mispersepsi," ujarnya.
Karena itu, politikus PDIP ini mengajak semua pihak untuk secara jernih menelaah pasal per pasal dari RUU tersebut yang terdiri dari 11 kluster isu dan tentu saja harus melibatkan elemen-elemen masyarakat dalam pembahasannya.
"Jadi, setiap elemen yang merasa kepentingannya itu ada dalam omnibus law tersebut ya silakan kita bicara, kita sosialisasikan, diskusi dulu dan kemudian kita ikutin mekanisme yang ada," ajak Puan.
Terlebih, mantan Menko PMK ini juga menilai bahwa sosialisasi pemerintah terkait RUU ini belum maksimal sehingga. "Belum maksimal, kami sudah bersepakat bahwa DPR bersama dengan pemerintah akan sama sama menyosialisasikan," ucapnya.
Selain itu, Puan menambahkan, DPR juga tengah membentuk tim guna melihat dan memilah pasal mana saja yang dianggap penting. Khususnya, substansi-substansi yang dinilai merugikan pihak tertentu.
"Kalau nanti pembahasannya itu di satu ruang kecil, tentu saja itu akan membuat sepertinya tidak ada kesempatan atau ruang terbuka lagi untuk masyarakat. Jadi kita sama sama bisa jernih hati dan jernih pikiran lah, kami sosialisasikan buka satu per satu. Toh ini kan juga seperti saya dengar tidak perlu buru-buru, yang penting bermanfaat bagi masyarakat," terangnya. (Baca Juga: 9 Poin Kontroversial Omnibus Law Cipta Kerja Versi KSPI).
Soal kesalahan pengetikan dan Gerindra meminta agar RUU ini dikembalikan ke pemerintah, menurut Puan tidak perlu. "Ya kan pemerintah sudah mengatakan bahwa itu katanya ada salah ketik. Ini kan masih draf, jadi memang gak perlu juga kami kembalikan tapi nanti bicarakan lagi di sini," tandasnya.
(zik)