Soal Pasal 170 Omnibus Law, Demokrat: Akui Saja Itu Keinginan Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Alasan salah ketik Pasal 170 draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang disampaikan pemerintah dinilai tidak masuk akal. Maka itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin mengkritisinya.
Adapun pasal tersebut mengatur presiden bisa mengubah undang-undang (UU) dengan Peraturan Pemerintah (PP). "Terkait Pasal 170 Cipta Kerja, tidak masuk akal alasan salah ketik. Sesungguhnya itu jelas memang keinginan pemerintah," ujar Didi dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (19/2/2020). (Baca juga: GP Ansor Sebut Omnibus Law Cipta Kerja sebagai RUU Tak Jujur )
Dia mengatakan, kalau memang kemudian pasal itu salah fatal maka hapus saja. "Namun akui pasal itu memang keinginan pemerintah sejak awal, tetapi ternyata menubruk hirarki perundang-undangan. Tidak perlu terus cari-cari alasan pembenaran seolah-olah seluruh masyarakat tidak mengerti. Logika dan akal sehat kita sangat mudah melihat suatu yang salah dalam pasal tersebut," jelasnya.
Sekadar diketahui, Pasal 170 ayat (1) draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi bahwa, "Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan undang-undang ini pemerintah pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam undang-undang ini".
Kemudian, ayat (2) menyebutkan bahwa, "perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah".
Lalu, ayat (3) berbunyi bahwa, "dalam rangka penetapan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia".
"Apakah salah ketik sepanjang itu? Salah ketik dalam bentuk 1 pasal dan 3 ayat? Salah ketik biasanya tidak substantif. Padahal jelas isi pasal ini sangat substantif," tegasnya.
Maka itu, menurut dia, Pasal 170 itu merupakan keinginan sesungguhnya pemerintah. Karena itu, kata dia, pemerintah tidak usah lagi cari-cari pembenaran. (Baca juga: Dimintai Komentar soal Polemik RUU Cipta Kerja, Rieke Diah Pitaloka: Nanti Aja )
"Tarik kembali dan segera hapus pasal itu. Akui secara ksatria memang itulah keinginan sesungguhnya dari pemerintah yang kemudian ternyata keliru fatal. Selanjutnya rumuskan ulang sehingga menjadi RUU yang lebih baik. Jika ini dilakukan jauh lebih elok dan terhormat," tandasnya.
Adapun pasal tersebut mengatur presiden bisa mengubah undang-undang (UU) dengan Peraturan Pemerintah (PP). "Terkait Pasal 170 Cipta Kerja, tidak masuk akal alasan salah ketik. Sesungguhnya itu jelas memang keinginan pemerintah," ujar Didi dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (19/2/2020). (Baca juga: GP Ansor Sebut Omnibus Law Cipta Kerja sebagai RUU Tak Jujur )
Dia mengatakan, kalau memang kemudian pasal itu salah fatal maka hapus saja. "Namun akui pasal itu memang keinginan pemerintah sejak awal, tetapi ternyata menubruk hirarki perundang-undangan. Tidak perlu terus cari-cari alasan pembenaran seolah-olah seluruh masyarakat tidak mengerti. Logika dan akal sehat kita sangat mudah melihat suatu yang salah dalam pasal tersebut," jelasnya.
Sekadar diketahui, Pasal 170 ayat (1) draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi bahwa, "Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan undang-undang ini pemerintah pusat berwenang mengubah ketentuan dalam undang-undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam undang-undang ini".
Kemudian, ayat (2) menyebutkan bahwa, "perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah".
Lalu, ayat (3) berbunyi bahwa, "dalam rangka penetapan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia".
"Apakah salah ketik sepanjang itu? Salah ketik dalam bentuk 1 pasal dan 3 ayat? Salah ketik biasanya tidak substantif. Padahal jelas isi pasal ini sangat substantif," tegasnya.
Maka itu, menurut dia, Pasal 170 itu merupakan keinginan sesungguhnya pemerintah. Karena itu, kata dia, pemerintah tidak usah lagi cari-cari pembenaran. (Baca juga: Dimintai Komentar soal Polemik RUU Cipta Kerja, Rieke Diah Pitaloka: Nanti Aja )
"Tarik kembali dan segera hapus pasal itu. Akui secara ksatria memang itulah keinginan sesungguhnya dari pemerintah yang kemudian ternyata keliru fatal. Selanjutnya rumuskan ulang sehingga menjadi RUU yang lebih baik. Jika ini dilakukan jauh lebih elok dan terhormat," tandasnya.
(kri)