Jangan Kubur Mimpi Kita untuk Jadi Negara Maju

Kamis, 03 September 2020 - 06:43 WIB
loading...
A A A
Sebagai perpanjangan tangan negara, tugas BUMN adalah mewujudkan kesejahteraan melalui produk-produknya, seperti tenaga listrik, penyediaan air bersih, jalan-jalan raya dan jalan tol, termasuk layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Itu adalah tugas BUMN. Dan, itu pulalah yang dilakukan BUMN-BUMN kita selama ini dengan membangun jalan-jalan dan pelabuhan di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Namun, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang 9% per tahun, mengandalkan BUMN saja tentu tidak cukup. Swasta harus terlibat untuk menangani bisnis-bisnis yang berkarakter free market . Urusan seperti ini sebaiknya tidak diserahkan ke BUMN, sebab bisa kalah bersaing. Contohnya, Sarinah terbukti kalah bersaing dengan department store swasta lainnya.

Lalu, bagaimana kita memanfaatkan momentum pandemi ini untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi? Atau setidak-tidaknya untuk mengeluarkan Indonesia dari bayang-bayang resesi ekonomi dunia? Momentum itu ada di luar dan di dalam.

Pentingnya Pemimpin
Selama hampir 40 tahun dunia dibuat terkagum-kagum oleh China. Pertumbuhan ekonomi negara itu rata-rata mencapai lebih dari 8% per tahun. Jika 40 tahun silam PDB China hanya 2% terhadap PDB dunia, kini sudah menjadi lebih dari 16%. China resmi bergabung dengan WTO pada 2001. Ketika itu volume perdagangan komoditas China baru 4% dari total perdagangan global. Kini, angka itu sudah meningkat lebih dari tiga kali lipatnya. Kontribusi China terhadap perekonomian dunia juga sudah menjadi 30%. Hanya kalah dari AS yang mencapai 40%.

Salah satu sukses China adalah keberhasilannya menjadi pusat supply chain industri manufaktur global. Banyak perusahaan multinasional dunia yang mengandalkan pasokan bahan bakunya dari China. Sebagai contoh, industri farmasi di AS mengandalkan 60% pasokan bahan bakunya dari China dan 30% dari India.

Namun, pandemi Covid-19 membuat pasokan bahan baku farmasi terhenti. Akibatnya, banyak pabrik obat di AS dan dunia, yang terancam berhenti berproduksi karena kelangkaan bahan baku.

Lebih dari itu, banyak perusahaan manufaktur global yang mulai sadar bahwa ketergantungan yang terlalu tinggi pada satu sumber pasokan ternyata membahayakan kelangsungan bisnis mereka. Maka, mereka harus mulai mengurangi ketergantungannya pada China. Bahkan tak berhenti sampai di situ. Sebagian perusahaan dari AS dan Jepang berencana merelokasi pabriknya dari China. PM Shinzo Abe sudah menawarkan bantuan setara USD2 miliar bagi pabrik-pabrik Jepang yang ingin kembali ke negaranya dan USD0,2 miliar bagi yang ingin merelokasi ke luar Jepang.

Momentum dari luar semacam ini tentu harus kita manfaatkan. Dan, kita perlu bergerak cepat karena momentum seperti ini tidak akan berlangsung sepanjang tahun. Di sinilah kita perlu hal yang ketiga, yakni kepemimpinan. Di sini kepemimpinan yang diperlukan adalah sosok yang bisa melakukan mobilisasi seluruh sumber daya di dalam dan luar negeri, mempunyai kemampuan salesmanship agar perusahaan-perusahaan yang ingin merelokasi pabriknya dari China tertarik untuk masuk ke Indonesia.

Siapa sosok pemimpin yang mampu melakukan hal itu? Ada beberapa kriteria. Di antaranya, dia mesti sosok yang mempunyai visi bisnis, berani, mampu bekerja cepat dan tegas. Pemimpin ini juga perlu ditunjuk, diberi kewenangan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden sehingga mudah melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga, serta para pemimpin daerah.

Keempat, pemimpin ini perlu memimpin sebuah badan khusus yang juga dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden. Badan ini perlu diberi kewenangan untuk merancang regulasi yang terkait dengan kebutuhan untuk menarik perusahaan-perusahaan agar mau merelokasi pabrik-pabriknya dari China.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0605 seconds (0.1#10.140)