Presiden Harus Berani Copot Menteri Berkinerja Buruk

Minggu, 09 Februari 2020 - 20:45 WIB
Presiden Harus Berani Copot Menteri Berkinerja Buruk
Presiden Harus Berani Copot Menteri Berkinerja Buruk
A A A
JAKARTA - Hasil survei yang dilakukan Indonesia Political Opinion tentang evaluasi dan pengukuran persepsi publik terhadap kinerja 100 hari pertama Kabinet Indonesia Maju menunjukkan ada sejumlah menteri ataupun kementerian yang menunjukkan kinerja baik, namun juga sebaliknya ada yang dinilai oleh publik berkinerja buruk.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu), misalnya, dinilai sebagai kementerian dengan kinerja terbaik, untuk kategori lembaga dipegang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Untuk sosok menteri, nama Menteri BUMN Erick Thohir berada di urutan teratas.

Kementerian dengan kinerja terburuk adalah Kementerian Agama (Kemenag) dan lembaga adalah Polri. Sosok menteri yang dinilai tidak menunjukkan kinerja baik adalah Menkumham Yasonna Laoly.

Anggota Komisi II DPR Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, 100 hari memang belum cukup untuk menilai kinerja seorang menteri. Tapi, setidaknya hasil survei ini menjadi gambaran awal bagaimana seorang menteri dinilai perform atau tidak oleh publik. (Baca juga: Survei 100 Hari Kabinet: Kemlu Terbaik, Erick Thohir Paling Disukai)

"Bagi menteri-menteri yang oleh publik dinilai buruk kinerjanya, ini lampu kuning. Jika dalam beberapa waktu ke depan tetap saja tidak ada perbaikan, Presiden harus berani mengganti mereka," ujar politikus PKB ini, Minggu (9/2/2020).

Menurut dia, sangat bagus jika hasil evaluasi baik yang berasal dari eksternal maupun internal Istana menunjukkan dalam 100 hari pertama ini ada menteri yang memiliki kinerja tidak memuaskan agar segera diganti.

"Bagus itu kalau Presiden mau mereshuffle dalam 100 hari. Artinya presiden sudah paham betul bahwa para pembantunya yang tidak performed memang harus segera diganti. Kita dukung. Tapi, kalau mau kasih kesempatan target yang diberikan harus jelas," katanya.

Sikap tegas Presiden diperlukan karena dalam menjalankan roda pemerintahan tidak ada visi menteri, namun yang ada adalah visi Presiden. "Artinya, kalau target tidak diberikan dengan jelas maka sulit mengharap prestasi yang baik dari para menteri. Wong mereka enggak punya visi," ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan, untuk menandai adanya perbaikan dalam sistem politik demokrasi adalah melibatkan publik sebesar mungkin.

"Indonesia sejauh ini hanya libatkan publik pada saat Pemilu. Momentum lain yang tidak terlalu berdampak adalah reses, pertemuan parlemen dan pemilih dalam ruang dan waktu terbatas. Untuk itu, menghimpun opini publik merupakan salah satu upaya pelibatan publik dalam praktik politik Indonesia yang terbuka serta menghargai setiap pandangan umum," ungkapnya.
(jon)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6461 seconds (0.1#10.140)