Survei 100 Hari Kabinet: Kemlu Terbaik, Erick Thohir Paling Disukai
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Political Opinion melakukan survei tentang evaluasi dan pengukuran persepsi publik terhadap kinerja 100 hari pertama Kabinet Indonesia Maju.
Hasilnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menempati urutan pertama yang dinilai memiliki kinerja terbaik dengan persentase 84% sementara untuk kinerja terburuk adalah Kementerian Agama (Kemenag) 27,5%.
Rinciannya, untuk penilaian responden terhadap kementerian yang berkinerja baik, di bawah Kemlu ada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kemenko Polhukam, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenko Perekonomian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian.
Selanjutnya, Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kemenko PMK, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Perindusterian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PAN-RB, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Sementara untuk lembaga yang dinilai berkinerja terbaik, yakni TNI sebesar 84%, Badan SAR Nasional, BNPB, KPK, Komnas HAM, MK, Ombudsman, Kantor Staf Kepresidenan, LIPI, dan BNPT.
Untuk penilaian kinerja terburuk di bawah Kemenag ada Kementerian Hukum dan HAM, Kemensos, Kemenpora, Kementerian kelautan dan Perikanan, Kemenaker, KLHK, Kemenko PMK, Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Sementara itu, menteri yang paling disukai responden adalah Erick Thohir diikuti Retno Marsudi, Mahfud MD, Tito Karnavian, Sri Mulyani, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Nadiem Makarim, Luhut Binsar Pandjaitan, Muhadjir Effendy, Wishnutama, Agus Gumiwang Kartasasmita, Syahrul Yasin Limpo, Basuki Hadimuljono, Budi Karya Sumadi, dan dr Terawan.
Selanjutnya, Bambang Brojonegoro, Jhonny G Plate, Pratikno, Edhy prabowo, Suharso Monoarfa, teten MAsduki, Agus Suparmanto, Arifin Tasrif, Tjahjo Kumolo, Juliari Batubara, Zainuddin Amali, ida Fauziyah, Siti Nurbaya, Abdul Halim Iskandar, Syofyan Djalil, Fachrul Razi, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dan terakhir Yasonna Laoly.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan, untuk menandai adanya perbaikan dalam sistem politik demokrasi adalah dengan melibatkan publik sebesar mungkin.
"Indonesia sejauh ini hanya libatkan publik pada saat pemilu. Momentum lain yang tidak terlalu berdampak adalah reses, pertemuan parlemen dan pemilih dalam ruang dan waktu terbatas. Untuk itu, menghimpun opini publik merupakan salah satu upaya pelibatan publik dalam praktik politik Indonesia yang terbuka, dan menghargai setiap pandangan umum," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (9/2/2020).
Menurut dia, pendapat publik yang sulit mengemuka karena ketiadaan akses, dapat dikemukakan melalui survei sosial. "Survei pendapat publik menyangkut kinerja 100 hari pertama pemerintah ini adalah salah satunya," paparnya. (Baca Juga: Banyak Pertimbangan Politik, Sususan Kabinet Jokowi Belum Dream Team)
Dedi mengatakan, pemerintah tidak dapat menafikkan adanya timbal balik warga negara dalam bentuk respons, opini, dan penilaian-penilaian umum yang dirasakan secara langsung maupun tidak.
"Pemerintahan terbuka seperti Indonesia, memerlukan sudut pandang publik dalam pengambilan kebijakan, atau sekurang-kurangnya menjadikan pendapat publik sebagai bagian dari materi pertimbangan," katanya.
Survei ini dilakukan dalam kurun waktu 10 -31 Januari 2020 dengan menggunakan teknik wellbeing purposive sampling (WPS). Menurut dia, pengarsipan data WPS memungkinkan pendapat publik tersimpan dengan model spiral majority (daerah dengan populasi besar mendapat porsi besar pula pengambilan sample), di mana setiap surveiyor mendistribusikan kuesioner secara ganjil.
Pengukuran keabsahan data menggunakan triangulasi bertingkat, yakni membandingkan antar data ter-input, dengan analisis coder expert dan pengecekan ulang melalui wawancara via telepon sejumlah 20% dari total populasi sampel.
"Validitas data dengan metode ini dalam rentang minimum 94 persen, dan maksimum 97 persen," urainya.
Hasilnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menempati urutan pertama yang dinilai memiliki kinerja terbaik dengan persentase 84% sementara untuk kinerja terburuk adalah Kementerian Agama (Kemenag) 27,5%.
Rinciannya, untuk penilaian responden terhadap kementerian yang berkinerja baik, di bawah Kemlu ada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kemenko Polhukam, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenko Perekonomian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian.
Selanjutnya, Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kemenko PMK, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sosial, Kementerian Perindusterian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PAN-RB, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Sementara untuk lembaga yang dinilai berkinerja terbaik, yakni TNI sebesar 84%, Badan SAR Nasional, BNPB, KPK, Komnas HAM, MK, Ombudsman, Kantor Staf Kepresidenan, LIPI, dan BNPT.
Untuk penilaian kinerja terburuk di bawah Kemenag ada Kementerian Hukum dan HAM, Kemensos, Kemenpora, Kementerian kelautan dan Perikanan, Kemenaker, KLHK, Kemenko PMK, Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Sementara itu, menteri yang paling disukai responden adalah Erick Thohir diikuti Retno Marsudi, Mahfud MD, Tito Karnavian, Sri Mulyani, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Nadiem Makarim, Luhut Binsar Pandjaitan, Muhadjir Effendy, Wishnutama, Agus Gumiwang Kartasasmita, Syahrul Yasin Limpo, Basuki Hadimuljono, Budi Karya Sumadi, dan dr Terawan.
Selanjutnya, Bambang Brojonegoro, Jhonny G Plate, Pratikno, Edhy prabowo, Suharso Monoarfa, teten MAsduki, Agus Suparmanto, Arifin Tasrif, Tjahjo Kumolo, Juliari Batubara, Zainuddin Amali, ida Fauziyah, Siti Nurbaya, Abdul Halim Iskandar, Syofyan Djalil, Fachrul Razi, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dan terakhir Yasonna Laoly.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan, untuk menandai adanya perbaikan dalam sistem politik demokrasi adalah dengan melibatkan publik sebesar mungkin.
"Indonesia sejauh ini hanya libatkan publik pada saat pemilu. Momentum lain yang tidak terlalu berdampak adalah reses, pertemuan parlemen dan pemilih dalam ruang dan waktu terbatas. Untuk itu, menghimpun opini publik merupakan salah satu upaya pelibatan publik dalam praktik politik Indonesia yang terbuka, dan menghargai setiap pandangan umum," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (9/2/2020).
Menurut dia, pendapat publik yang sulit mengemuka karena ketiadaan akses, dapat dikemukakan melalui survei sosial. "Survei pendapat publik menyangkut kinerja 100 hari pertama pemerintah ini adalah salah satunya," paparnya. (Baca Juga: Banyak Pertimbangan Politik, Sususan Kabinet Jokowi Belum Dream Team)
Dedi mengatakan, pemerintah tidak dapat menafikkan adanya timbal balik warga negara dalam bentuk respons, opini, dan penilaian-penilaian umum yang dirasakan secara langsung maupun tidak.
"Pemerintahan terbuka seperti Indonesia, memerlukan sudut pandang publik dalam pengambilan kebijakan, atau sekurang-kurangnya menjadikan pendapat publik sebagai bagian dari materi pertimbangan," katanya.
Survei ini dilakukan dalam kurun waktu 10 -31 Januari 2020 dengan menggunakan teknik wellbeing purposive sampling (WPS). Menurut dia, pengarsipan data WPS memungkinkan pendapat publik tersimpan dengan model spiral majority (daerah dengan populasi besar mendapat porsi besar pula pengambilan sample), di mana setiap surveiyor mendistribusikan kuesioner secara ganjil.
Pengukuran keabsahan data menggunakan triangulasi bertingkat, yakni membandingkan antar data ter-input, dengan analisis coder expert dan pengecekan ulang melalui wawancara via telepon sejumlah 20% dari total populasi sampel.
"Validitas data dengan metode ini dalam rentang minimum 94 persen, dan maksimum 97 persen," urainya.
(dam)