Pemda Harus Ikut Andil Lindungi Perempuan Korban Kekerasan

Rabu, 02 September 2020 - 11:17 WIB
loading...
Pemda Harus Ikut Andil...
Lembaga riset kebijakan publik TII memandang, upaya perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan harus menjadi bagian dari agenda pemerintah daerah. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Lembaga riset kebijakan publik The Indonesian Institute (TII) memandang, upaya perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan harus menjadi bagian dari agenda pemerintah daerah.

(Baca juga: Jika Perempuan Memilih Bekerja, Inilah Syarat-syaratnya)

Pasalnya, pandemi menoreh sisi lain kondisi perempuan yang semakin ringkih dengan adanya ancaman kekerasan, baik kekerasan fisik, verbal, psikis maupun seksual.

(Baca juga: Kasus Kekerasan Seksual Tinggi, RUU PKS Diminta Tak Ditunda Lagi)

Kondisi ini bahkan terjadi di seluruh provinsi di Indonesia, seperti yang tergambar dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).

Berdasarkan, jenis kekerasan paling tinggi ialah kekerasan seksual dengan 3.465 kasus. Kemudian, diikuti dengan kekerasan fisik 3.322 kasus, kekerasan psikis 2.607 kasus, dan penelantaran 914 kasus.

"Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat ancaman kekerasan dalam bentuk kekerasan ekonomi. Apalagi, dengan konteks pandemi saat ini yang penuh dengan tekanan ekonomi akibat dari pengurangan penghasilan, penambahan pengeluaran atau kehilangan pekerjaan,” kata Peneliti bidang Sosial TII Nopitri Wahyuni dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Rabu (2/9/2020).

Hal tersebut juga dapat terlihat berdasarkan survei daring mengenai perubahan dinamika rumah tangga pada masa pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh Komnas Perempuan. Faktor ekonomi menjadi salah satu pemicu tekanan yang berujung pada bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Survei terhadap 2.285 responden yang banyak diikuti oleh perempuan usia 31-50 tahun dari 34 provinsi tersebut, menemukan bahwa ketegangan relasi dengan pasangan di rumah tangga lebih banyak terjadi pada responden dengan kriteria pendapatan di bawah Rp 5 juta, pekerja informal maupun yang memiliki lebih dari 3 anak.

"Peliknya situasi itu sayangnya tidak berbanding lurus dengan pemenuhan akses layanan. Seperti yang telah dipaparkan bahwa angka terlapor kekerasan terhadap perempuan belum menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan. Sebab, banyak korban tidak melakukan pengaduan terhadap lembaga layanan," ujarnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1098 seconds (0.1#10.140)