Ngeceng dan Pertimbangan Etika (Bagian 2/Habis)
loading...
A
A
A
Yang merasa tersinggung diceng habis-habisan di depan teman walaupun persentasinya paling kecil namun menarik untuk disimak lebih jauh, apa sebenarnya yang melatar belakangi sikap tersebut. Berdasarkan pengamatan, secara umum mereka pada dasarnya sama seperti rekan lainnya, menyenagi ceng-cengan baik sebagai pelaku aktif maupun sekadar numpang tertawa. Barangkali hanya dikarenakan faktor perbedaan "kelas" saja menjadikannya kelompok khusus, sebagai kelas amatiran yang masih terlalu menghitung-hitung bobot kata maupun situasi yang oleh orang lain menganggapnya biasa.
"Kalo ngeliat temen ude kepepet berenti dong ngeceng jangan diterusin. Kita kalo terus-terusan dicengin jadi mpet juga, tapi bukannya marah, bakal ape marah, temen lain juga yang dicengin, lagian saya juga sering ngecengin temen, cuman kayaknya kagak pernah sampe nyakitin” (artinya: kalau melihat kawan sudah terdesak lebih baik baik berhenti ngeceng. Kita kalau terus-menerus diceng jadi sebal juga, tetapi bukan marah, untuk apa marah, kawan lain pun banyak yang diceng, lagi pula saya juga sering ngeceng kawan, hanya perasaan saya tidak pernah sampai menyakitkan).
Berbagai kasus yang terjadi dalam ceng-cengan biasanya bukan disebabkan bobot kata-kata yang dilontarkan, melainkan faktor lain. Yang dianggap kebangetan pun kecuali ngeceng membawa orang tua dan ngeceng di depan orang yang paling dianggap istimewa masih bersifat negatif, tergantung yang menerimanya. Namun, secara umum terlihat kecenderungan anak muda sedapat mungkin ceng-cengan bersifat humor saja. Di samping kegiatan itu bertujuan menciptakan suasana santai, selebihnya guna menjaga kemungkinan terdapatnya teman yang mentalnya kurang fit untuk ceng-cengan.
Kesimpulan Ceng-cengan sebagai bentuk komunikasi yang bernada senda gurau saat berlangsungnya selalu disertai suasana meriah diliputi gelak tawa. Terkadang bobot kata-kata dapat mempengaruhi suasana ceng-cengan, hal itu disebabkan karena adanya perbedaan tingkat kemampuan menghadapi dinamikanya ragam kata yang diucapkan. Menurut ukuran yang umum, suasana yang dianggap istimewalah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi dalam ceng-cengan, seperti sedang berduaan dengan pacar. Pada situasi seperti itu bobot kata yang tadinya yang biasa dapat menjadi bentuk kebangetan (keterlaluan). Apabila sampai terjadi, dapat merubah fungsi ceng-cengan yang tadinya sebagai penambah pergaulan, malah merenggangkan persahabatan.
Anak muda umumnya paham betul dengan situasi itu, kalaupun terjadi ngeceng bentuknya hanya sebagai sapaan biasa.
Kembali pada kalimat dai kita di bagian kesatu, ini jelas beliau tidak memperhatikan dimensi waktu, tempat, kepada siapa ditujukan yang semuanya memiliki dimensi budaya yang khas. Menurut Ibn Khaldun bahwa komunikasi yang didasarkan pada etika merupakan suatu jaringan masyarakat yang manusiawi, dan mengalirnya komunikasi seperti itu, menentukan arah dan laju perkembangan sosial yang dinamis. Dalam tulisan sederhana ini hanya mengingatkan bahwa, kita manusia adalah homo ethicus, yang tidak bisa menghindar dari etika. Salam komunikasi beretika.
Baca Juga
"Kalo ngeliat temen ude kepepet berenti dong ngeceng jangan diterusin. Kita kalo terus-terusan dicengin jadi mpet juga, tapi bukannya marah, bakal ape marah, temen lain juga yang dicengin, lagian saya juga sering ngecengin temen, cuman kayaknya kagak pernah sampe nyakitin” (artinya: kalau melihat kawan sudah terdesak lebih baik baik berhenti ngeceng. Kita kalau terus-menerus diceng jadi sebal juga, tetapi bukan marah, untuk apa marah, kawan lain pun banyak yang diceng, lagi pula saya juga sering ngeceng kawan, hanya perasaan saya tidak pernah sampai menyakitkan).
Berbagai kasus yang terjadi dalam ceng-cengan biasanya bukan disebabkan bobot kata-kata yang dilontarkan, melainkan faktor lain. Yang dianggap kebangetan pun kecuali ngeceng membawa orang tua dan ngeceng di depan orang yang paling dianggap istimewa masih bersifat negatif, tergantung yang menerimanya. Namun, secara umum terlihat kecenderungan anak muda sedapat mungkin ceng-cengan bersifat humor saja. Di samping kegiatan itu bertujuan menciptakan suasana santai, selebihnya guna menjaga kemungkinan terdapatnya teman yang mentalnya kurang fit untuk ceng-cengan.
Kesimpulan Ceng-cengan sebagai bentuk komunikasi yang bernada senda gurau saat berlangsungnya selalu disertai suasana meriah diliputi gelak tawa. Terkadang bobot kata-kata dapat mempengaruhi suasana ceng-cengan, hal itu disebabkan karena adanya perbedaan tingkat kemampuan menghadapi dinamikanya ragam kata yang diucapkan. Menurut ukuran yang umum, suasana yang dianggap istimewalah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi dalam ceng-cengan, seperti sedang berduaan dengan pacar. Pada situasi seperti itu bobot kata yang tadinya yang biasa dapat menjadi bentuk kebangetan (keterlaluan). Apabila sampai terjadi, dapat merubah fungsi ceng-cengan yang tadinya sebagai penambah pergaulan, malah merenggangkan persahabatan.
Anak muda umumnya paham betul dengan situasi itu, kalaupun terjadi ngeceng bentuknya hanya sebagai sapaan biasa.
Kembali pada kalimat dai kita di bagian kesatu, ini jelas beliau tidak memperhatikan dimensi waktu, tempat, kepada siapa ditujukan yang semuanya memiliki dimensi budaya yang khas. Menurut Ibn Khaldun bahwa komunikasi yang didasarkan pada etika merupakan suatu jaringan masyarakat yang manusiawi, dan mengalirnya komunikasi seperti itu, menentukan arah dan laju perkembangan sosial yang dinamis. Dalam tulisan sederhana ini hanya mengingatkan bahwa, kita manusia adalah homo ethicus, yang tidak bisa menghindar dari etika. Salam komunikasi beretika.
(zik)