Tindak Lanjuti Putusan MK, Bentuk Satgas UU Ketenagakerjaan
loading...
A
A
A
Anin menuturkan, di dalam pertemuan itu dirinya sudah menyampaikan bahwa Kadin adalah Kamar Dagang dan Industri. Jadi, banyak korporasi yang bernaung di bawah Kadin, termasuk juga korporasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Sehingga kami melihat bahwa sekarang ini kuncinya bagaimana tidak ada pemberhentian tenaga kerja, harus diupayakan sesedikit mungkin," tegasnya.
Wakil Ketua Umum (WKU) Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani juga menanggapi amar putusan MK mengenai pembentukan UU Ketenagakerjaan yang baru, di luar dari UU Cipta Kerja. Padahal, menurutnya, tujuan utama daripada Undang-undang Cipta Kerja itu untuk penciptaan lapangan pekerjaan.
Meski demikian, Shinta memahami bahwa dinamika ini merupakan salah satu proses yang harus dihadapi oleh para pihak terkait, termasuk Kadin Indonesia. Menurutnya, proses penyiapan Undang Undang Ketenagakerjaan yang baru harus sudah dimulai.
Kadin bersama Kemenaker bersepakat akan membuat forum diskusi untuk juga membawa narasumber-narasumber independen yang bisa memberikan data-data yang terkini mengenai kondisi yang ada, khususnya industri-industri seperti padat karya.
"Kami menghormati sampai keputusan yang ada, ya harus kami jalankan. Proses ini akan kami berjalan, nanti duduk bersama pemerintah dan mungkin nantinya juga dari serikat buruh ya untuk bisa mulai lagi untuk berdiskusi, proses daripada undang undang yang baru nanti, Undang-Undang Ketenagakerjaan yang nantinya juga akan dikawal di DPR," jelasnya.
Diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan dua orang perseorangan, yaitu Mamun dan Ade Triwanto yang berprofesi sebagai buruh.
Dalam putusan berjumlah 687 halaman tersebut, Mahkamah meminta pembentuk undang-undang segera membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023. Pertimbangan hukum tersebut dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Dikutip dari laman mkri.id, Mahkamah menilai adanya kemungkinan perhimpitan norma antara Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja. Terutama terkait dengan norma dalam UU Ketenagakerjaan yang diubah (baik berupa pasal dan ayat) sulit dipahami secara awam, termasuk sulit dipahami oleh pekerja/buruh. Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan/diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.
"Dengan undang-undang baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan. Selain itu, sejumlah materi/substansi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki di bawah undang-undang, termasuk dalam sejumlah peraturan pemerintah, dimasukkan sebagai materi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan," ucap Enny.
Dengan UU Ketenagakerjaan baru, Enny meyakini masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan. Tidak hanya itu, ia menilai, UU Ketenagakerjaan baru akan lebih mudah dipahami.
Wakil Ketua Umum (WKU) Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani juga menanggapi amar putusan MK mengenai pembentukan UU Ketenagakerjaan yang baru, di luar dari UU Cipta Kerja. Padahal, menurutnya, tujuan utama daripada Undang-undang Cipta Kerja itu untuk penciptaan lapangan pekerjaan.
Meski demikian, Shinta memahami bahwa dinamika ini merupakan salah satu proses yang harus dihadapi oleh para pihak terkait, termasuk Kadin Indonesia. Menurutnya, proses penyiapan Undang Undang Ketenagakerjaan yang baru harus sudah dimulai.
Kadin bersama Kemenaker bersepakat akan membuat forum diskusi untuk juga membawa narasumber-narasumber independen yang bisa memberikan data-data yang terkini mengenai kondisi yang ada, khususnya industri-industri seperti padat karya.
"Kami menghormati sampai keputusan yang ada, ya harus kami jalankan. Proses ini akan kami berjalan, nanti duduk bersama pemerintah dan mungkin nantinya juga dari serikat buruh ya untuk bisa mulai lagi untuk berdiskusi, proses daripada undang undang yang baru nanti, Undang-Undang Ketenagakerjaan yang nantinya juga akan dikawal di DPR," jelasnya.
Diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan oleh Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan dua orang perseorangan, yaitu Mamun dan Ade Triwanto yang berprofesi sebagai buruh.
Dalam putusan berjumlah 687 halaman tersebut, Mahkamah meminta pembentuk undang-undang segera membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023. Pertimbangan hukum tersebut dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Dikutip dari laman mkri.id, Mahkamah menilai adanya kemungkinan perhimpitan norma antara Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja. Terutama terkait dengan norma dalam UU Ketenagakerjaan yang diubah (baik berupa pasal dan ayat) sulit dipahami secara awam, termasuk sulit dipahami oleh pekerja/buruh. Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan/diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.
"Dengan undang-undang baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan. Selain itu, sejumlah materi/substansi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki di bawah undang-undang, termasuk dalam sejumlah peraturan pemerintah, dimasukkan sebagai materi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan," ucap Enny.
Dengan UU Ketenagakerjaan baru, Enny meyakini masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan. Tidak hanya itu, ia menilai, UU Ketenagakerjaan baru akan lebih mudah dipahami.