100 Dokter Jadi Korban, Tingkatkan Perlindungan Tenaga Medis

Selasa, 01 September 2020 - 06:10 WIB
loading...
100 Dokter Jadi Korban, Tingkatkan Perlindungan Tenaga Medis
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Sudah 100 dokter gugur selama pandemi Covid-19 . Kondisi ini tentu memprihatinkan. Bukan hanya karena banyaknya tenaga medis yang menjadi korban, namun juga karena dokter adalah garda terdepan dalam pemberantasan pandemi dan belum sepenuhnya aman dari paparan virus.

Fakta banyaknya dokter yang meninggal karena Covid-19 dikonfirmasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) berdasarkan pemutakhiran data per Minggu, 30 Agustus 2020. Sejumlah kalangan berharap pemerintah dan pihak rumah sakit meningkatkan upaya agar kondisi para dokter lebih terjamin. (Baca: Indonesia Panaskan Perang Drone Militer Masa Depan)

Data yang dirilis IDI menyatakan, lima dokter yang terakhir menjadi korban Covid-19 tercatat atas nama I Made Widiartha Wisna, IDI Buleleng; Nastiti Noenoeng Rahajoe, IDI Jakarta Pusat; Daud Ginting, IDI Medan; Aris Sugiharjo, IDI Hulu Sungai Tengah, dan Edwin Marpaung, IDI Medan.

Merespons kondisi tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih telah melakukan koordinasi dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan. Dalam koordinasi tersebut ada empat poin instruksi yang diharapkan bisa dilaksanakan.

Pertama, IDI meminta agar kebutuhan alat pelindung diri (APD) bagi dokter maupun tenaga kesehatan dalam bertugas tetap terjaga ketersediaannya. Kedua, rumah sakit harus melakukan penjadwalan jaga petugas kesehatan agar tidak kelelahan yang berisiko tertular. Ketiga, rumah sakit harus memberlakukan kebijakan khusus terhadap petugas kesehatan yang memiliki komorbid dan risiko tinggi untuk sementara tidak praktik atau sangat dibatasi.

Keempat, rumah sakit didorong melakukan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) rutin kepada petugas kesehatan agar penularan Covid-19 terpantau ketat. “Semua pihak seharusnya bergotong-royong untuk support rumah sakit agar mampu melaksanakan empat hal di atas,” ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini memprihatinkan banyaknya dokter dan tenaga medis lain yang meninggal akibat Covid-19 . Padahal, mereka merupakan elemen penting yang menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19. Karena itu, dia mendesak pemerintah memberi perhatian lebih atas keamanan mereka.

"Teman-teman paramedis itu kan kasihan, mereka bekerja luar biasa dengan segala usaha, keringat, keterbatasan. Kalau sekarang mending sudah banyak peralatan, tapi di awal-awal itu kan semua terbatas. APD terbatas, peralatan terbatas, ventilator terbatas," tutur Anggia kemarin.

Ketua Umum PP Fatayat NU ini mengungkapkan, selama ini masih cukup banyak tenaga medis yang belum mendapatkan insentif seperti yang dijanjikan pemerintah. Padahal, jika kekurangan dan keluarga tidak terjamin mereka menjadi tidak tenang dalam bekerja sehingga imunitas mereka juga menurun. "Bagaimana bisa bekerja dengan baik? Itu akan mudah juga terpapar Covid-19. Maka, (para tenaga medis) harus lebih diperhatikan lagi," desaknya. (Baca juga: Ngamuk di Acara Agustusan, 22 Anggota Ormas Dibekuk)

Politikus PKB ini pun menunjukkan keheranannya kenapa penyaluran insentif bagi tenaga medis selama ini tersendat. Padahal seharusnya pemerintah sudah memiliki data yang valid dan angkanya pun jelas. "Apa sih susahnya insentif itu, kan banyak sekali yang belum cair. Saya pas rapat dengan Ibu Menkeu, Gugus Tugas saat itu, dengan Pak Doni, kan kita sudah tahu data petugas medis, begini insentif mereka, apa yang menghambat?" keluhnya.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam juga memprihatinkan banyaknya dokter dan tenaga medis yang tumbang karena terpapar Covid-19. Dalam pandangannya, hal itu terjadi sebagai imbas dari lonjakan kasus yang harus ditangani. Dengan jumlah kasus seperti ini, yang lebih berisiko adalah orang yang berhadapan langsung dengan pasien adalah dokter, perawat.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan selama Maret-April 2020, diprediksi sekitar 8% dari pasien yang positif adalah tenaga medis. Artinya, semakin banyak kasus positif yang bertambah jumlah tenaga kesehatan yang menjadi korban juga ikut meningkat. “Tinggal menunggu. Semakin kasusnya banyak, tinggal dihitung saja kira-kira dari persentasenya. Maka, dokter juga makin banyak yang meninggal,” ujarnya kemarin.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, tidak ada pilihan selain kasus Covid-19 ditekan atau dikendalikan. Jika semakin banyak kasus yang terjadi, upaya penanganan akan semakin tidak optimal. Apalagi sekarang banyak fasilitas kesehatan seperti IGD, ICU yang sudah penuh menangani pasien sehingga limpahan kasus tersebut membuat dokter juga berpotensi kewalahan. “Makanya, kita tinggal menunggu saja besok siapa lagi dokter yang meninggal,” keluh Ari.

Dia kemudian meminta pemerintah segera melakukan evaluasi karena melihat kondisi sekarang yang semakin buruk karena jumlah kasus bertambah drastis. Misalnya memberlakukan jam malam, jika perlu melakukan karantina, pilkada harus ditunda, pembukaan bioskop harus dihentikan.

Ari melihat sekarang banyak masyarakat yang sudah jenuh. Karena itu, dia menekankan pemerintah juga harus tegas dalam melakukan pembatasan secara ketat. Terlebih sekarang ini banyak orang yang sepertinya sudah tidak peduli lagi atau apatis pada kesehatan di saat pandemi.

“Masyarakat sudah jenuh, mau dikasih tahu berulang-ulang juga susah. Orang sekarang sudah enggak peduli, mau sakit mau enggak, enggak masalah. Akhirnya kami yang dokter jadi korban. (Itu semua) karena kita sudah gagal, sudah salah dari awal,” ujarnya.

Senada dengan Ari, epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono juga melihat banyaknya dokter yang menjadi korban karena Covid-19 semakin tidak terkendali. Bahkan, dalam beberapa hari saja sudah mencapai lebih dari 3.000 kasus positif per harinya. (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)

“Tenaga kesehatan itu korban dari pandemi yang tidak terkendali. Mereka tidak bisa meninggalkan tugas, jadi harus merawat dan berhadapan langsung dengan pasien yang terpapar,” katanya kemarin.

Menurut Pandu, pemerintah harus serius melihat kasus tenaga kesehatan yang berguguran dan mengevaluasi penanganan Covid-19. Termasuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang memungkinkan kasus meningkat.

“Masyarakat juga harus didorong supaya patuh 3M (menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), tidak berkerumun. Karena kalau tidak begitu, akan semakin banyak yang kena dan masuk rumah sakit,” ujarnya.

Pandu tidak mempersoalkan pemerintah soal pemulihan ekonomi. Hal itu memang perlu dilakukan dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas ekonomi dan penanganan pandemi. Hanya, pemulihan ekonomi itu sebenarnya baru bisa tercapai kalau pandemi teratasi.

“Tanpa itu, maka sulit sekali akan stabil. Hasilnya juga akan kurang memuaskan. Makanya, konsekuensinya setiap pelonggaran itu harus disiapkan juga masyarakatnya harus patuh,” ucapnya.

Momentum Memperbaiki Sistem Kesehatan Nasional

Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah menjadikan pandemi Covid-19 sebagai momentum untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional. Karena itu, harus ada terobosan untuk meningkatkan keberadaan dan fungsi infrastruktur kesehatan di Indonesia.

Puan menyampaikan hal itu setelah mendapat laporan mengenai penuhnya sejumlah rumah sakit yang menangani pasien Covid-19. “Kondisi pandemi jadi momentum tepat untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional, meningkatkan peran dan fungsi puskesmas dengan fungsi utamanya melakukan segala upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya,” ujarnya kemarin.

Menurut Puan, puskesmas dapat ditingkatkan peran dan fungsinya sebagai garda terdepan dalam memberikan informasi dan mendeteksi gangguan kesehatan masyarakat. “Indonesia dengan karakteristik sosial dan demografi masyarakat yang beragam, menuntut peningkatan peran dan fungsi puskesmas untuk menjangkau semua masyarakat di wilayah kerjanya,” katanya. (Lihat videonya: Seorang Pemuda Jadi Korban Penembakan di Jakarta Utara)

Atas dasar itu, kata Puan, melalui fungsi legislasinya, DPR RI bersama pemerintah perlu segera membahas revisi Undang-Undang Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang sudah masuk dalam Prolegnas 2020-2024. Perbaikan sistem kesehatan nasional harus mencakup infrastruktur kesehatan, kemandirian obat dan vaksin, ketersediaan alat kesehatan dan APD, serta peningkatan riset kesehatan sehingga Indonesia akan siap menghadapi pandemi dan masalah kesehatan. (Binti Mufarida/Abdul Rochim/FW Bahtiar)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1626 seconds (0.1#10.140)