Soal Netralitas ASN, Korpri Minta Diatur Secara Detail dan Tak Multitafsir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional, Zudan Arif Fakrullah meminta agar aturan mengenai netralitas aparatur sipil negara (ASN) diatur secara detail. Pasalnya, jika tidak malah akan mengakibatkan adanya multitafsir.
“Bawaslu dan KASN harusnya merumuskan norma yang jelas dan tidak multitafsir. Di lapangan itu seringkali multitafsir,” ujarnya saat dihubungi, Senin (31/8/2020). (Baca juga: Komisi II DPR Terkejut Ada Fenomena ASN Poliandri)
Menurutnya di dalam aturan tersebut harus jelas batasan mana yang disebut netral dan tidak. Dia menilai saat ini netralitas masih seperti konsep.
“Perlu dirumuskan yang dinyatakan sebagai mendukung seperti apa. Sehingga ASN tahu,” ucapnya.
Misalnya saja terkait banyaknya ASN yang melakukan pendekatan terhadap partai politik jelang pilkada saat ini dianggap tidak netral. Zudan menilai hal tersebut belum tentu sebagai sebuah pelanggaran. Dia mengatakan bahwa bagi ASN yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus melalui dua jalur yakni independen dan partai politik.
“Ini kan masih penjajakan. Kalau itu saya pikir bukan tidak netral tapi berupaya masuk sebagai pasangan calon melalui partai politik,” jelasnya.
Lalu terkait dengan anggapan kebijakan yang menguntungkan ataupun merugikan salah satu pasangan calon, Zudan meminta diatur secara jelas. Menurutnya harus diperjelas kebijakan seperti apa yang dianggap mendukung.
“Tentu saja jika ditemukan ASN yang membuat kebijakan menguntungkan atau merugikan pasangan calon itu termasuk pelanggaran netralitas. Tapi tetap harus diperjelas kebijakan seperti apa?” paparnya. (Baca juga: Sanksi Tegas ASN Tak Netral di Pilkada 2020)
“Misalnya di bulan Desember jor-joran menghabiskan anggaran untuk realisasi. Dan itu bisa dianggap tidak netral. Jadi harus dilihat secara kontekstual. Tapi saat melaksanakan kebijakan ada embel-embel pilih pak A itu baru tidak netral. Jika tidak ada ya berarti tidak melanggar. Banyak juga ASN jujur yang harus dilindungi. Jika tidak nantinya ASN malah takut dan menjadi pasif. Padahal penyerapan anggaran harus digenjot sebagaimana perintah presiden,” paparnya.
“Bawaslu dan KASN harusnya merumuskan norma yang jelas dan tidak multitafsir. Di lapangan itu seringkali multitafsir,” ujarnya saat dihubungi, Senin (31/8/2020). (Baca juga: Komisi II DPR Terkejut Ada Fenomena ASN Poliandri)
Menurutnya di dalam aturan tersebut harus jelas batasan mana yang disebut netral dan tidak. Dia menilai saat ini netralitas masih seperti konsep.
“Perlu dirumuskan yang dinyatakan sebagai mendukung seperti apa. Sehingga ASN tahu,” ucapnya.
Misalnya saja terkait banyaknya ASN yang melakukan pendekatan terhadap partai politik jelang pilkada saat ini dianggap tidak netral. Zudan menilai hal tersebut belum tentu sebagai sebuah pelanggaran. Dia mengatakan bahwa bagi ASN yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah harus melalui dua jalur yakni independen dan partai politik.
“Ini kan masih penjajakan. Kalau itu saya pikir bukan tidak netral tapi berupaya masuk sebagai pasangan calon melalui partai politik,” jelasnya.
Lalu terkait dengan anggapan kebijakan yang menguntungkan ataupun merugikan salah satu pasangan calon, Zudan meminta diatur secara jelas. Menurutnya harus diperjelas kebijakan seperti apa yang dianggap mendukung.
“Tentu saja jika ditemukan ASN yang membuat kebijakan menguntungkan atau merugikan pasangan calon itu termasuk pelanggaran netralitas. Tapi tetap harus diperjelas kebijakan seperti apa?” paparnya. (Baca juga: Sanksi Tegas ASN Tak Netral di Pilkada 2020)
“Misalnya di bulan Desember jor-joran menghabiskan anggaran untuk realisasi. Dan itu bisa dianggap tidak netral. Jadi harus dilihat secara kontekstual. Tapi saat melaksanakan kebijakan ada embel-embel pilih pak A itu baru tidak netral. Jika tidak ada ya berarti tidak melanggar. Banyak juga ASN jujur yang harus dilindungi. Jika tidak nantinya ASN malah takut dan menjadi pasif. Padahal penyerapan anggaran harus digenjot sebagaimana perintah presiden,” paparnya.
(kri)