Pasang Surut Partai Politik Islam di Dunia Muslim
loading...
A
A
A
Ridwan
Pengampu Mata Kuliah Agama Demokrasi dan Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
Direktur Center of Muslim Politics and World Society (COMPOSE) UIII
BAGAIMANA gambaran umum partai-partai politik Islam di dunia Muslim dan eksistensi partai politik Islam di Tanah Air yang akan berlaga di Pilkada, 27 November 2024? Guna memperoleh sebuah perspektif yang lebih luas tentang pertanyaan pembuka tersebut, opini ini akan membahas Ikhwanul Muslimin (Ikhwan) sebagai inspirator partai-partai politik Islam di dunia Muslim, termasuk di Indonesia.
Selanjutnya, ia akan membahas konsep tesis inklusif moderation dengan mana sejumlah partai politik Islam beradaptasi dengan aturan-aturan pemerintah di negara masing-masing agar bisa mengikuti pemilu dan pasang surut partai-partai politik Islam di dunia Muslim. Tulisan akan diakhiri dengan mengkaji singkat performa partai politik Islam, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), pada Pilkada 2024.
Membahas partai politik Islam tidak bisa dilepaskan dari kerangka konsep tentang Islamisme. Dari sekian banyak definisi Islamisme, secara sederhana, yang dimaksud Islamisme pada tulisan di sini merujuk pada “upaya-upaya kelompok Islam untuk menggunakan Islam sebagai ideologi dan sumber nilai utama guna membentuk sebuah tatan sosial politik berdasarkan Islam”.
Organisasi Islam pertama dan sangat berpengaruh dalam dunia Islam adalah Ihkwanul Muslimin (the Brotherhood) yang berdiri di Mesir pada tahun 1928. Organisasi ini awalnya berfokus pada persoalan sosial kemasyarakatan dan gerakan pendidikan. Namun, dalam perjalanan sejarahnya organisasi ini juga terlibat dalam gerakan politik yang melawan pemerintah yang berkuasa.
Organisasi Ikhwan bertransformasi menjadi organisasi politik dengan kapabilitas paramiliter pada akhir 1930-an. Selanjutnya pada 1950-an menjadi Gerakan jihadis militant sejak 1960an.
Sebagai satu akibat, Al-Ikhwan dilarang dari ranah aktifitas politik secara langsung sejak tahun 1954 hingga 2011. Sementara itu, pada tahun 1970an Ikhwan mulai meninggalkan kekerasan. Ikhwan sempat merasakan tampuk kekuasaan mengiringi Musim Semi Arab 2011 dan dihancurkan dari kekuasaan sejak 2013.
Dari inspirasi the Brotherhood, pelbagai gerakan Islam, khususnya partai politik Islam berdiri di sejumlah negara. Di Turki Adalet ve Kalkinma (Justice and Development) Party dimapankan pada 2001 oleh koalisi politisi yang cenderung Islamis.
Sejak awal, partai tersebut menolak label 'Islamis' dan memproklamirkan dirinya sebagai partai neo-liberal yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang cepat dan keanggotaan Uni Eropa. Ia juga Menekankan dukungan untuk demokrasi, hak asasi manusia, inklusivitas dan keadilan sosial.
Partai politik ini tumbuh dengan cepat, membangun basis dukungan di semua provinsi dan beragam komunitas agama (termasuk non-Muslim). Tokoh kunci adalah walikota Istanbul yang karismatik, Recep Tayyip Erdogan, yang memiliki reputasi sebagai pemimpin politik yang efektif dan visioner.
Partai ini mendulang sukses besar dalam pemilihan pertamanya dengan memenangkan 34% suara dan 365 dari 550 kursi di parlemen. Pemilu 2007 melihat suara AKP melonjak lagi menjadi 47%.
Survei menunjukkan bahwa kinerja ekonomi adalah faktor utama dalam kebangkitan AKP, meskipun pengejarannya yang hati-hati terhadap nilai-nilai Islam konservatif juga memenangkan sebagian pemilih. AKP mendapat 41% pada pemilu 2015, mengembalikannya sebagai partai terbesar di parlemen dan 43% pada pemilu 2018.
Erdogan memenangkan 51% suara pada pemilihan presiden 2014 dan kemudian 53% pada pemilihan presiden 2018. AKP adalah satu-satunya partai dalam sejarah Turki yang menang.
Erdogan, selama beberapa dekade dekade terakhir, berada pada lintasan yang semakin otoriter dan terpolarisasi. Percobaan kudeta terhadap Erdogan pada tahun 2016 menyebabkan pembersihan besar-besaran militer, peradilan dan layanan sipil.
Target utama adalah organisasi Hizmet gerakan Gulen, yang dinyatakan sebagai organisasi teroris dan dilarang. Tuduhan korupsi dan nepotisme dialamatkan pada kepemimpinan Erdogan. Masalah ekonomi yang meningkat, oleh karena intervensi Erdogan ke dalam kebijakan keuangan. Juga, terbit perdebatan tentang pentingnya Islam bagi posisi Erdogan dalam mempertahankan kekuasaannya.
Contoh lain adalah negara Maroko. Raja Maroko, Muhammad IV, telah mendeklarasikan peralihan ke demokrasi konstitusional menyusul meningkatnya protes pada 2011 selama Musim Semi Arab. Namun, eksekutif yang efektif tetap berada di tangan raja dan angkatan bersenjatanya.
Aturan pemilu mencegah partai mana pun menjadi mayoritas parlemen dan mewajibkan pembentukan pemerintahan koalisi. Partai Islam utama adalah Partai Keadilan dan Pembangunan (PJD) yang terinspirasi Ikhwanul Muslimin.
Mengambil nama dan bentuknya saat ini pada tahun 1998 tetapi memiliki pendahulu dalam gerakan Islamis sejak tahun 1960-an. Memperoleh 13% suara pada tahun 2002 (42 kursi dari 325) dan 11% pada tahun 2007 (46 kursi) – masing-masing partai ke-3 kemudian ke-2 terbesar.
Keberhasilan pemilu yang besar pada 2011 dengan 23% (107 atau 395 kursi) dan 2016 dengan 28% (125 dari 395). Partai ini membentuk pemerintahan dengan tiga partai koalisi pada tahun 2011 yang dipimpin oleh ketua PJD, Abdelilah Benkirane.
Benkirane terpaksa mengundurkan diri setelah koalisi terpecah; digantikan oleh sekretaris jenderal PJD saat itu Saadiddine Othmani pada tahun 2017. Keterbatasan kemampuan PJD untuk mengimplementasikan kebijakannya; memaksakan kepatuhan terhadap perintah raja; PJD di kantor daripada berkuasa.
PJD dipaksa untuk setuju dengan penandatanganan Perjanjian Abraham oleh Raja Muhammad dengan Israel meskipun ada ketidaksetujuan yang kuat di dalam jajarannya. Kekalahan telak untuk suara PJD turun dari 125 kursi pada 2016 menjadi 12 pada 2019.
Dalam lanskap politik, Politik salafisme memberikan warna lain dalam politik, khususnya di Mesir. Sebagai Gerakan yang apolitis, menarik melihat kiprah politik dari salafis. Asal-usul Salafi politik terletak di Arab Saudi pada tahun 1960-an dan interaksi antara cendekiawan Ikhwanul Muslimin dan aktivis Wahhabi/Salafi.
Memadukan prinsip-prinsip Ikhwani dan Salafi guna menciptakan doktrin politik berdasarkan manhaj Salafi. Para Salafi politik berpandangan khotbah dan pendidikan itu penting, perubahan sistemik juga diperlukan agar prinsip-prinsip Salafi dihormati atau dipromosikan oleh negara. Perkembangan dalam 20 tahun terakhir menandai kemunculan serius gerakan politik Salafi. Kadang-kadang disebut neo-Salafisme atau neo-Salafiyya.
Partai al-Nour adalah salah satu fenomena. Partai Salafi terbesar dan paling sukses dalam kancah politik di Mesir. Dasarnya adalah organisasi Salafist Call yang berbasis di Alexandria.
Partai ini menerima pendanaan Arab Saudi yang signifikan. Ia memiliki hubungan yang ambivalen dengan Ikhwanul Muslimin.
Awalnya partai al-Nour bersekutu dengan Partai Kebebasan dan Keadilan Ikhwanul Muslimin pada pemilu 2011-2012, tetapi berselisih dengan kepemimpinan FJP. Al-Nour kemudian membentuk Blok Islam mereka sendiri dengan partai-partai Salafi lainnya. Blok Islam menjadi kelompok terbesar kedua di parlemen dengan 28% suara dan 123 kursi. Al-Nour memiliki 107 kursi, partai terbesar kedua setelah FJP
Keberhasilan al-Nour dipantik karena beberapa faktor. Kemampuan untuk memobilisasi basis dukungan masyarakat yang kuat. Efektivitas khotbah Salafi melalui media baru, terutama media sosial; banyak pengkhotbah Salafi populer dan karismatik yang mendukung al-Nour.
Citra oposisi berprinsip terhadap rezim Mubarak, dibandingkan dengan Ikhwanul Muslimin, yang dipandang terlalu akomodatif. Kebijakan Al-Nour berfokus pada pendidikan Islam dan masalah moralitas.
Mendukung penggulingan militer Mursi dan mendukung kepresidenan Sisi. Namun, terjadi pembalikan tajam nasib elektoral pada tahun 2015; di mana ia hanya memenangkan 11 kursi. Partai ini memudar prospek politiknya di bawah rezim Sisi.
Singkatnya, partai-partai politik Islam sangat beragam dengan corak ideologi yang berbeda. Namun, Ketika mereka masuk ke dalam system pemerintahan mereka mengalami pelunakan ideologi dan ikut beradaptasi dan menggunakan pragmatism politik agar bisa ikut dalam system pemerintahan. Satu hal yang pasti Ketika di dalam sistem ideologi Islamnya melunak dan acap berkoalisi dengan partai yang beragam. Ini yang disebut dengan tesis inklusi moderat.
Menjelang pelaksanaan Pilkada di tanah air serentak pada 27 November 2024, partai-partai politik Islam di Tanah Air akan ikut berlaga memperebutkan beberapa posisi eksekutif di berbagai daerah. Sejumlah partai Islam yang akan berlaga dalam Pilkada kali ini adalah di antaranya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang calonnya akan berlaga di Depok dan DKI Jakarta.
Apakah partai PKS, yang merupakan partai yang mengalami proses pelunakan ideiologi Islam, mengalami teori inklusi moderat, akan berjaya dalam Pilkada yang akan digelar ini atau justru malah terpuruk akan ditentukan oleh pemilih yang sebagian besarnya adalah umat Islam.
Satu hal yang pasti ketika partai Islam masuk ke dalam sistem politik, maka yang mesti dinilai adalah program dan keberpihakan pada rakyat yang inklusif, karena beda partai politik Islam dan sekuler tidak besar. Umat Islam jangan hanya terpaku pada nama dan slogan Islami, tetapi keberpihakan dan kinerja pemerintahannya yang mesti dinilai.
Pengampu Mata Kuliah Agama Demokrasi dan Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
Direktur Center of Muslim Politics and World Society (COMPOSE) UIII
BAGAIMANA gambaran umum partai-partai politik Islam di dunia Muslim dan eksistensi partai politik Islam di Tanah Air yang akan berlaga di Pilkada, 27 November 2024? Guna memperoleh sebuah perspektif yang lebih luas tentang pertanyaan pembuka tersebut, opini ini akan membahas Ikhwanul Muslimin (Ikhwan) sebagai inspirator partai-partai politik Islam di dunia Muslim, termasuk di Indonesia.
Selanjutnya, ia akan membahas konsep tesis inklusif moderation dengan mana sejumlah partai politik Islam beradaptasi dengan aturan-aturan pemerintah di negara masing-masing agar bisa mengikuti pemilu dan pasang surut partai-partai politik Islam di dunia Muslim. Tulisan akan diakhiri dengan mengkaji singkat performa partai politik Islam, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), pada Pilkada 2024.
Membahas partai politik Islam tidak bisa dilepaskan dari kerangka konsep tentang Islamisme. Dari sekian banyak definisi Islamisme, secara sederhana, yang dimaksud Islamisme pada tulisan di sini merujuk pada “upaya-upaya kelompok Islam untuk menggunakan Islam sebagai ideologi dan sumber nilai utama guna membentuk sebuah tatan sosial politik berdasarkan Islam”.
Organisasi Islam pertama dan sangat berpengaruh dalam dunia Islam adalah Ihkwanul Muslimin (the Brotherhood) yang berdiri di Mesir pada tahun 1928. Organisasi ini awalnya berfokus pada persoalan sosial kemasyarakatan dan gerakan pendidikan. Namun, dalam perjalanan sejarahnya organisasi ini juga terlibat dalam gerakan politik yang melawan pemerintah yang berkuasa.
Organisasi Ikhwan bertransformasi menjadi organisasi politik dengan kapabilitas paramiliter pada akhir 1930-an. Selanjutnya pada 1950-an menjadi Gerakan jihadis militant sejak 1960an.
Sebagai satu akibat, Al-Ikhwan dilarang dari ranah aktifitas politik secara langsung sejak tahun 1954 hingga 2011. Sementara itu, pada tahun 1970an Ikhwan mulai meninggalkan kekerasan. Ikhwan sempat merasakan tampuk kekuasaan mengiringi Musim Semi Arab 2011 dan dihancurkan dari kekuasaan sejak 2013.
Dari inspirasi the Brotherhood, pelbagai gerakan Islam, khususnya partai politik Islam berdiri di sejumlah negara. Di Turki Adalet ve Kalkinma (Justice and Development) Party dimapankan pada 2001 oleh koalisi politisi yang cenderung Islamis.
Sejak awal, partai tersebut menolak label 'Islamis' dan memproklamirkan dirinya sebagai partai neo-liberal yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang cepat dan keanggotaan Uni Eropa. Ia juga Menekankan dukungan untuk demokrasi, hak asasi manusia, inklusivitas dan keadilan sosial.
Partai politik ini tumbuh dengan cepat, membangun basis dukungan di semua provinsi dan beragam komunitas agama (termasuk non-Muslim). Tokoh kunci adalah walikota Istanbul yang karismatik, Recep Tayyip Erdogan, yang memiliki reputasi sebagai pemimpin politik yang efektif dan visioner.
Partai ini mendulang sukses besar dalam pemilihan pertamanya dengan memenangkan 34% suara dan 365 dari 550 kursi di parlemen. Pemilu 2007 melihat suara AKP melonjak lagi menjadi 47%.
Survei menunjukkan bahwa kinerja ekonomi adalah faktor utama dalam kebangkitan AKP, meskipun pengejarannya yang hati-hati terhadap nilai-nilai Islam konservatif juga memenangkan sebagian pemilih. AKP mendapat 41% pada pemilu 2015, mengembalikannya sebagai partai terbesar di parlemen dan 43% pada pemilu 2018.
Erdogan memenangkan 51% suara pada pemilihan presiden 2014 dan kemudian 53% pada pemilihan presiden 2018. AKP adalah satu-satunya partai dalam sejarah Turki yang menang.
Erdogan, selama beberapa dekade dekade terakhir, berada pada lintasan yang semakin otoriter dan terpolarisasi. Percobaan kudeta terhadap Erdogan pada tahun 2016 menyebabkan pembersihan besar-besaran militer, peradilan dan layanan sipil.
Target utama adalah organisasi Hizmet gerakan Gulen, yang dinyatakan sebagai organisasi teroris dan dilarang. Tuduhan korupsi dan nepotisme dialamatkan pada kepemimpinan Erdogan. Masalah ekonomi yang meningkat, oleh karena intervensi Erdogan ke dalam kebijakan keuangan. Juga, terbit perdebatan tentang pentingnya Islam bagi posisi Erdogan dalam mempertahankan kekuasaannya.
Contoh lain adalah negara Maroko. Raja Maroko, Muhammad IV, telah mendeklarasikan peralihan ke demokrasi konstitusional menyusul meningkatnya protes pada 2011 selama Musim Semi Arab. Namun, eksekutif yang efektif tetap berada di tangan raja dan angkatan bersenjatanya.
Aturan pemilu mencegah partai mana pun menjadi mayoritas parlemen dan mewajibkan pembentukan pemerintahan koalisi. Partai Islam utama adalah Partai Keadilan dan Pembangunan (PJD) yang terinspirasi Ikhwanul Muslimin.
Mengambil nama dan bentuknya saat ini pada tahun 1998 tetapi memiliki pendahulu dalam gerakan Islamis sejak tahun 1960-an. Memperoleh 13% suara pada tahun 2002 (42 kursi dari 325) dan 11% pada tahun 2007 (46 kursi) – masing-masing partai ke-3 kemudian ke-2 terbesar.
Keberhasilan pemilu yang besar pada 2011 dengan 23% (107 atau 395 kursi) dan 2016 dengan 28% (125 dari 395). Partai ini membentuk pemerintahan dengan tiga partai koalisi pada tahun 2011 yang dipimpin oleh ketua PJD, Abdelilah Benkirane.
Benkirane terpaksa mengundurkan diri setelah koalisi terpecah; digantikan oleh sekretaris jenderal PJD saat itu Saadiddine Othmani pada tahun 2017. Keterbatasan kemampuan PJD untuk mengimplementasikan kebijakannya; memaksakan kepatuhan terhadap perintah raja; PJD di kantor daripada berkuasa.
PJD dipaksa untuk setuju dengan penandatanganan Perjanjian Abraham oleh Raja Muhammad dengan Israel meskipun ada ketidaksetujuan yang kuat di dalam jajarannya. Kekalahan telak untuk suara PJD turun dari 125 kursi pada 2016 menjadi 12 pada 2019.
Dalam lanskap politik, Politik salafisme memberikan warna lain dalam politik, khususnya di Mesir. Sebagai Gerakan yang apolitis, menarik melihat kiprah politik dari salafis. Asal-usul Salafi politik terletak di Arab Saudi pada tahun 1960-an dan interaksi antara cendekiawan Ikhwanul Muslimin dan aktivis Wahhabi/Salafi.
Memadukan prinsip-prinsip Ikhwani dan Salafi guna menciptakan doktrin politik berdasarkan manhaj Salafi. Para Salafi politik berpandangan khotbah dan pendidikan itu penting, perubahan sistemik juga diperlukan agar prinsip-prinsip Salafi dihormati atau dipromosikan oleh negara. Perkembangan dalam 20 tahun terakhir menandai kemunculan serius gerakan politik Salafi. Kadang-kadang disebut neo-Salafisme atau neo-Salafiyya.
Partai al-Nour adalah salah satu fenomena. Partai Salafi terbesar dan paling sukses dalam kancah politik di Mesir. Dasarnya adalah organisasi Salafist Call yang berbasis di Alexandria.
Partai ini menerima pendanaan Arab Saudi yang signifikan. Ia memiliki hubungan yang ambivalen dengan Ikhwanul Muslimin.
Awalnya partai al-Nour bersekutu dengan Partai Kebebasan dan Keadilan Ikhwanul Muslimin pada pemilu 2011-2012, tetapi berselisih dengan kepemimpinan FJP. Al-Nour kemudian membentuk Blok Islam mereka sendiri dengan partai-partai Salafi lainnya. Blok Islam menjadi kelompok terbesar kedua di parlemen dengan 28% suara dan 123 kursi. Al-Nour memiliki 107 kursi, partai terbesar kedua setelah FJP
Keberhasilan al-Nour dipantik karena beberapa faktor. Kemampuan untuk memobilisasi basis dukungan masyarakat yang kuat. Efektivitas khotbah Salafi melalui media baru, terutama media sosial; banyak pengkhotbah Salafi populer dan karismatik yang mendukung al-Nour.
Citra oposisi berprinsip terhadap rezim Mubarak, dibandingkan dengan Ikhwanul Muslimin, yang dipandang terlalu akomodatif. Kebijakan Al-Nour berfokus pada pendidikan Islam dan masalah moralitas.
Mendukung penggulingan militer Mursi dan mendukung kepresidenan Sisi. Namun, terjadi pembalikan tajam nasib elektoral pada tahun 2015; di mana ia hanya memenangkan 11 kursi. Partai ini memudar prospek politiknya di bawah rezim Sisi.
Singkatnya, partai-partai politik Islam sangat beragam dengan corak ideologi yang berbeda. Namun, Ketika mereka masuk ke dalam system pemerintahan mereka mengalami pelunakan ideologi dan ikut beradaptasi dan menggunakan pragmatism politik agar bisa ikut dalam system pemerintahan. Satu hal yang pasti Ketika di dalam sistem ideologi Islamnya melunak dan acap berkoalisi dengan partai yang beragam. Ini yang disebut dengan tesis inklusi moderat.
Menjelang pelaksanaan Pilkada di tanah air serentak pada 27 November 2024, partai-partai politik Islam di Tanah Air akan ikut berlaga memperebutkan beberapa posisi eksekutif di berbagai daerah. Sejumlah partai Islam yang akan berlaga dalam Pilkada kali ini adalah di antaranya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang calonnya akan berlaga di Depok dan DKI Jakarta.
Apakah partai PKS, yang merupakan partai yang mengalami proses pelunakan ideiologi Islam, mengalami teori inklusi moderat, akan berjaya dalam Pilkada yang akan digelar ini atau justru malah terpuruk akan ditentukan oleh pemilih yang sebagian besarnya adalah umat Islam.
Satu hal yang pasti ketika partai Islam masuk ke dalam sistem politik, maka yang mesti dinilai adalah program dan keberpihakan pada rakyat yang inklusif, karena beda partai politik Islam dan sekuler tidak besar. Umat Islam jangan hanya terpaku pada nama dan slogan Islami, tetapi keberpihakan dan kinerja pemerintahannya yang mesti dinilai.
(poe)