Jalur Rempah vs Jalur Sutra Modern

Kamis, 07 November 2024 - 17:01 WIB
loading...
A A A
Indonesia memiliki sejarah panjang sebagai penghasil rempah-rempah berkualitas tinggi, seperti cengkeh, lada, pala, kayu manis, dan jahe. Kendati demikian, sekor ini masih menghadapi tantangan untuk membawa hilirisasi komoditas rempahnya untuk dapat meningkatkan nilai ekonominya. Industrialisasi rempah Indonesia dapat memberikan devisa lebih besar, mirip dengan apa yang terjadi pada komoditas kelapa sawit.



Dengan upaya pemerintah dalam standardisasi, pemberdayaan, dan industrialisasi, rempah Nusantara memiliki potensi besar untuk kembali berjaya di tingkat global, mengangkat nama Indonesia sebagai produsen rempah berkualitas tinggi dan memberi manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.

Jalur Sutra vs Jalur Rempah


Negara Tiongkok melalui program ambisius Jalur Sutra modern, atau Belt and Road Initiative (BRI), berusaha memperluas pengaruh ekonomi dan geopolitiknya melalui pembangunan infrastruktur besar-besaran di berbagai negara. Proyek ini dimulai pada 2013 oleh Presiden Xi Jinping dengan menciptakan jalur perdagangan lintas benua yang menghubungkan Tiongkok dengan Eropa melalui Eurasia, dan kawasan Asia-Pasifik hingga Afrika.

BRI telah memberikan Tiongkok kekuatan ekonomi yang signifikan dengan membangun jaringan pemasaran melalui infrastruktur global, yang mencakup jalur kereta api, pelabuhan, dan jalan raya, memudahkan pergerakan barang dan mempercepat arus perdagangan internasional. BRI juga memainkan peran penting dalam memperkuat stabilitas ekonomi Tiongkok setelah menghadapi berbagai tantangan ekonomi global.

Dengan pendekatan investasi dan pembangunan berkelanjutan, BRI telah menjadi instrumen bagi Tiongkok untuk menegaskan dominasinya dalam peta ekonomi global, sekaligus membuktikan bagaimana strategi infrastruktur yang kuat dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat hubungan bilateral di kawasan Asia dan sekitarnya.

Berbeda dengan pendekatan Tiongkok yang berfokus pada pembangunan infrastruktur lintas negara, Indonesia dapat memperkuat posisinya dengan berfokus pada penguatan pasar produk hilirisasi dan turunannya, khususnya komoditas rempah. Indonesia wajib membangkitkan kembali "jalur rempah" modernnya dan memperkuat posisi dalam perdagangan global melalui hilirisasi dan industrialisasi perkebunan. Di tengah keberhasilan komoditas kelapa sawit yang menjadi pilar devisa negara, rempah-rempah juga menunjukkan potensi besar sebagai komoditas ekspor andalan.

Produk olahan rempah dan bahan obat tradisional, seperti yang dikembangkan oleh Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan (PSI Perkebunan), memiliki potensi untuk dipasarkan tidak hanya sebagai bahan mentah, tetapi juga sebagai produk bernilai tambah yang memenuhi standar internasional, termasuk yang terstandar nasional (SNI). Melalui standardisasi dan inovasi produk, Indonesia dapat membangunkan rantai pasok rempah yang berkelanjutan dalam memenuhi permintaan pasar global.

Selain itu, penguatan riset dan budidaya yang terpadu menjadi kunci utama dalam membuka jalur perdagangan rempah modern. Konsensus yang dijalankan oleh PSI Perkebunan bersama berbagai stakeholder rempah dapat menyesuaikan produk dengan standar internasional dan kebutuhan pasar. Pendekatan ini akan memungkinkan Indonesia untuk mengekspor produk-produk jadi bernilai tinggi seperti minuman herbal, rempah bumbu, dan produk turunan lainnya.

Pemanfaatan potensi kekayaan alam dan industrialisasi rempah Indonesia perlu mengikuti model yang dibangun Tiongkok. Dengan fokus pada jalur pemasaran global, pengolahan produk dan menciptakan nilai tambah dari produk perkebunan, seperti rempah. Jalur rempah Indonesia harus memasuki lembaran baru, melalui hilirisasi dan penguatan kembali posisi Jalur Rempah Modern, untuk kebangkitan ekonomi nasional.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2173 seconds (0.1#10.140)