Penyatuan Jerman Bisa Jadi Model Reunifikasi Korea
loading...
A
A
A
Melalui reunifikasi, Jerman tidak hanya menawarkan Korea Selatan visi tentang potensi penyatuan Semenanjung Korea, tetapi juga mencerminkan realitas perpecahan di semenanjung saat ini melalui masa lalu. Pada Rapat Pleno Komite Sentral pada 30 Desember 2023, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyatakan bahwa hubungan antar-Korea "bukan lagi hubungan antara sesama warga negara" melainkan "hubungan permusuhan antara dua negara."
Lebih jauh, selama Majelis Rakyat Tertinggi pada 15 Januari 2024, Kim Jong-un menegaskan bahwa konsep "unifikasi" dan "warga senegara" harus dihilangkan sepenuhnya. Perubahan sikap Korea Utara ini mencerminkan tanggapan Jerman Timur di masa lalu.
Kanselir Jerman Barat Willy Brandt, pada 28 Oktober 1969, mencabut klaim Jerman Barat atas perwakilan tunggal dan secara efektif mengakui Jerman Timur sebagai sebuah negara. Di saat yang sama, dia menekankan perlunya "mempertahankan persatuan nasional" untuk reunifikasi di masa mendatang.
Sebagai respons, Jerman Timur menanggapinya dengan menegaskan keberadaan dua bangsa dan masyarakat yang terpisah (Jerman Barat sebagai negara kapitalis, Jerman Timur sebagai negara sosialis). Demikian pula, seperti halnya Jerman Timur melarang menyanyikan lagu kebangsaannya. Karena lirik tertentu seperti "Jerman, satu tanah air (Deutschland, einig Vaterland)".
Korea Utara juga telah mengubah lirik lagu kebangsaannya, yang bermaksud menyebut seluruh Semenanjung Korea, dan telah menghapus Korea Selatan dari peta cuacanya. Tindakan Korea Utara di masa mendatang dengan menolak konsep "satu negara," dapat diprediksi dari kasus Jerman Timur.
Mirip dengan penafsiran ulang yang dilakukan oleh Jerman Timur terhadap tokoh-tokoh sejarah seperti Frederick Agung dan Martin Luther, Korea Utara kemungkinan akan mengejar inisiatif budaya untuk memperkuat gagasan tentang "negara sosialis." Namun, upaya tersebut pada dasarnya mengakui secara internal di Korea Utara bahwa reunifikasi berdasarkan sistem mereka sendiri sulit untuk dicapai.
Upaya untuk mengubah arah sejarah secara artifisial tidak mungkin berhasil. Setelah menegaskan "teori dua negara," Korea Utara menghilangkan konsep "unifikasi" dan "rekan senegara" secara internal. Mereka juga membubarkan departemen yang menangani Korea Selatan, dan memutus kontak dan dialog, yang menyebabkan memburuknya hubungan antar-Korea.
Demikian pula, pada tahun 1984, Jerman Timur mengganti nama Departemen Jerman Barat (ZK-Westabteilung) Komite Sentralnya menjadi Departemen Politik dan Ekonomi Internasional (ZK-Abteilung Internationale Politik und Wirtschaft) untuk menutupinya. Pada 15 Agustus 2024, Pemerintah Korea Selatan mengumumkan doktrin penyatuannya, yang dengan jelas menguraikan visi untuk penyatuan kembali yang didasarkan pada nilai-nilai kebebasan.
Namun, tidak seperti di masa lalu, Korea Utara tetap diam dalam menanggapi perkembangan ini. Sementara terobosan untuk dialog antara kedua Korea belum ditemukan, satu hal tetap pasti: semua orang Korea, baik di Utara maupun Selatan, mendambakan hari terjadinya "Apa yang dimiliki bersama akan tumbuh bersama (Jetzt wächst zusammen, was zusammen gehört)" seperti dikatakan Kanselir Willy Brandt. Dalam semangat ini, saya juga berharap bahwa Jerman, yang menjadi model bagi masa depan Korea yang bersatu, akan mencapai integrasi penuh.
Lebih jauh, selama Majelis Rakyat Tertinggi pada 15 Januari 2024, Kim Jong-un menegaskan bahwa konsep "unifikasi" dan "warga senegara" harus dihilangkan sepenuhnya. Perubahan sikap Korea Utara ini mencerminkan tanggapan Jerman Timur di masa lalu.
Kanselir Jerman Barat Willy Brandt, pada 28 Oktober 1969, mencabut klaim Jerman Barat atas perwakilan tunggal dan secara efektif mengakui Jerman Timur sebagai sebuah negara. Di saat yang sama, dia menekankan perlunya "mempertahankan persatuan nasional" untuk reunifikasi di masa mendatang.
Sebagai respons, Jerman Timur menanggapinya dengan menegaskan keberadaan dua bangsa dan masyarakat yang terpisah (Jerman Barat sebagai negara kapitalis, Jerman Timur sebagai negara sosialis). Demikian pula, seperti halnya Jerman Timur melarang menyanyikan lagu kebangsaannya. Karena lirik tertentu seperti "Jerman, satu tanah air (Deutschland, einig Vaterland)".
Korea Utara juga telah mengubah lirik lagu kebangsaannya, yang bermaksud menyebut seluruh Semenanjung Korea, dan telah menghapus Korea Selatan dari peta cuacanya. Tindakan Korea Utara di masa mendatang dengan menolak konsep "satu negara," dapat diprediksi dari kasus Jerman Timur.
Mirip dengan penafsiran ulang yang dilakukan oleh Jerman Timur terhadap tokoh-tokoh sejarah seperti Frederick Agung dan Martin Luther, Korea Utara kemungkinan akan mengejar inisiatif budaya untuk memperkuat gagasan tentang "negara sosialis." Namun, upaya tersebut pada dasarnya mengakui secara internal di Korea Utara bahwa reunifikasi berdasarkan sistem mereka sendiri sulit untuk dicapai.
Upaya untuk mengubah arah sejarah secara artifisial tidak mungkin berhasil. Setelah menegaskan "teori dua negara," Korea Utara menghilangkan konsep "unifikasi" dan "rekan senegara" secara internal. Mereka juga membubarkan departemen yang menangani Korea Selatan, dan memutus kontak dan dialog, yang menyebabkan memburuknya hubungan antar-Korea.
Demikian pula, pada tahun 1984, Jerman Timur mengganti nama Departemen Jerman Barat (ZK-Westabteilung) Komite Sentralnya menjadi Departemen Politik dan Ekonomi Internasional (ZK-Abteilung Internationale Politik und Wirtschaft) untuk menutupinya. Pada 15 Agustus 2024, Pemerintah Korea Selatan mengumumkan doktrin penyatuannya, yang dengan jelas menguraikan visi untuk penyatuan kembali yang didasarkan pada nilai-nilai kebebasan.
Namun, tidak seperti di masa lalu, Korea Utara tetap diam dalam menanggapi perkembangan ini. Sementara terobosan untuk dialog antara kedua Korea belum ditemukan, satu hal tetap pasti: semua orang Korea, baik di Utara maupun Selatan, mendambakan hari terjadinya "Apa yang dimiliki bersama akan tumbuh bersama (Jetzt wächst zusammen, was zusammen gehört)" seperti dikatakan Kanselir Willy Brandt. Dalam semangat ini, saya juga berharap bahwa Jerman, yang menjadi model bagi masa depan Korea yang bersatu, akan mencapai integrasi penuh.
(rca)