Bamsoet: Pimpinan KPK Harus Jawab Keraguan Publik
A
A
A
JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru dilantik Presiden Joko Widodo bisa menjawab keraguan publik terhadap KPK dengan menunjukan kerja nyata. Menurutnya, rakyat membutuhkan hasil pemberantasan korupsi bukan sekadar angka yang ditunjukkan dengan seberapa banyak perkara yang ditangani, melainkan seberapa besar penyelenggaraan negara bisa berjalan efektivitasnya untuk kepentingan rakyat.
”Hasil survei Transparency International menunjukan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2018 berada di skor 38 dari skala 0-100. Semakin kecil skornya menunjukkan negara tersebut banyak terjadi korupsi. Dengan skor 38, Indonesia berada di urutan ke-4 negara ASEAN dan urutan 89 dari 180 negara. Kita masih kalah dengan Singapura (skor 85), Brunnei (skor 63), dan Malaysia (Skor 47),” tuturnya di Jakarta, Jumat (20/12/2019). (Baca juga: Alexander Marwata, Pimpinan KPK Petahana yang Tak Setuju OTT)
Artinya, sejak berdiri pada 2002, kinerja KPK dengan melakukan berbagai operasi tangkap tangan (OTT) ataupun tindakan lainnya, terbukti belum maksimal dalam membersihkan Indonesia dari korupsi. Diketahui, Jokowi baru saja melantik lima Pimpinan KPK periode 2019-2023. Mereka memiliki latar belakang profesi berbeda-beda. Antara lain Ketua KPK Firli Bahuri (Kepolisian), dan para komisioner seperti Alexander Marwata (Komisioner KPK 2015-2019), Lili Pintauli Siregar (advokat), Nurul Ghufron (akademisi), dan Nawawi Pomolango (hakim). (Baca juga: Ketua Komisi III: Tugas Berat Sudah Menanti Pimpinan Baru KPK)
Agar pemberantasan korupsi berjalan efektif, Bamsoet meminta KPK tak hanya mengandalkan OTT, melainkan juga strategi dan pendekatan lain. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK juga harus membangun sinergitas dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan. Bahkan juga ke berbagai lembaga pengawasan lainnya seperti PPATK, BPK, maupun BPKP.
”Pemberantasan korupsi tak bisa dilakukan oleh KPK seorang diri. Hindari show off maupun ego sektoral kelembagaan. Terlebih dari itu, dengan berbagai kewenangan luar biasa yang telah diberikan Undang-Undang kepada KPK, seperti penyadapan serta kebijakan hukum lainnya yang notabene tak dimiliki Polri dan Kejaksaan,” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini juga menyampaikan, mulai periode ini KPK memiliki Dewan Pengawas (Dewas) yang juga baru dilantik Presiden Joko Widodo. Keberadaan Dewas KPK bukan untuk menghambat kinerja KPK, melainkan untuk memastikan KPK selalu berada dalam rel dan koridor hukum yang tepat dalam pemberantasan korupsi. ”Kelima anggota Dewas KPK yang dipilih Presiden Joko Widodo adalah para tokoh dengan rekam jejak luar biasa. Siapa yang tak kenal dengan Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK), Harjono (Ketua DKPP), Albertina Ho (Hakim), Artidjo Alkostar (Mantan Hakim Agung), dan Syamsudin Haris (peneliti LIPI). Integritas mereka tak perlu diragukan,” katanya.
Penunjukan kelima Dewas KPK tersebut, kata Bamsoet, sekaligus menepis anggapan bahwa keberadaan Dewas KPK akan mengebiri kinerja KPK.”Justru sebaliknya, Dewas akan semakin memperkuat KPK,” kata Bamsoet.
”Hasil survei Transparency International menunjukan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2018 berada di skor 38 dari skala 0-100. Semakin kecil skornya menunjukkan negara tersebut banyak terjadi korupsi. Dengan skor 38, Indonesia berada di urutan ke-4 negara ASEAN dan urutan 89 dari 180 negara. Kita masih kalah dengan Singapura (skor 85), Brunnei (skor 63), dan Malaysia (Skor 47),” tuturnya di Jakarta, Jumat (20/12/2019). (Baca juga: Alexander Marwata, Pimpinan KPK Petahana yang Tak Setuju OTT)
Artinya, sejak berdiri pada 2002, kinerja KPK dengan melakukan berbagai operasi tangkap tangan (OTT) ataupun tindakan lainnya, terbukti belum maksimal dalam membersihkan Indonesia dari korupsi. Diketahui, Jokowi baru saja melantik lima Pimpinan KPK periode 2019-2023. Mereka memiliki latar belakang profesi berbeda-beda. Antara lain Ketua KPK Firli Bahuri (Kepolisian), dan para komisioner seperti Alexander Marwata (Komisioner KPK 2015-2019), Lili Pintauli Siregar (advokat), Nurul Ghufron (akademisi), dan Nawawi Pomolango (hakim). (Baca juga: Ketua Komisi III: Tugas Berat Sudah Menanti Pimpinan Baru KPK)
Agar pemberantasan korupsi berjalan efektif, Bamsoet meminta KPK tak hanya mengandalkan OTT, melainkan juga strategi dan pendekatan lain. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK juga harus membangun sinergitas dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan. Bahkan juga ke berbagai lembaga pengawasan lainnya seperti PPATK, BPK, maupun BPKP.
”Pemberantasan korupsi tak bisa dilakukan oleh KPK seorang diri. Hindari show off maupun ego sektoral kelembagaan. Terlebih dari itu, dengan berbagai kewenangan luar biasa yang telah diberikan Undang-Undang kepada KPK, seperti penyadapan serta kebijakan hukum lainnya yang notabene tak dimiliki Polri dan Kejaksaan,” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini juga menyampaikan, mulai periode ini KPK memiliki Dewan Pengawas (Dewas) yang juga baru dilantik Presiden Joko Widodo. Keberadaan Dewas KPK bukan untuk menghambat kinerja KPK, melainkan untuk memastikan KPK selalu berada dalam rel dan koridor hukum yang tepat dalam pemberantasan korupsi. ”Kelima anggota Dewas KPK yang dipilih Presiden Joko Widodo adalah para tokoh dengan rekam jejak luar biasa. Siapa yang tak kenal dengan Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK), Harjono (Ketua DKPP), Albertina Ho (Hakim), Artidjo Alkostar (Mantan Hakim Agung), dan Syamsudin Haris (peneliti LIPI). Integritas mereka tak perlu diragukan,” katanya.
Penunjukan kelima Dewas KPK tersebut, kata Bamsoet, sekaligus menepis anggapan bahwa keberadaan Dewas KPK akan mengebiri kinerja KPK.”Justru sebaliknya, Dewas akan semakin memperkuat KPK,” kata Bamsoet.
(cip)