SKB Pelarangan Angkutan Barang Sumbu 3 saat HBKN Dikaji Ulang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Surat Keputusan Bersama (SKB) Pelarangan Angkutan Barang Sumbu 3 pada saat libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dikaji ulang. Hal itu bertujuan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh keberadaan kebijakan tersebut, termasuk ekonomi nasional.
Kesepakatan itu terjadi setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Perdagangan (Kemendag), pengamat kebijakan publik, pelaku industri, pakar transportasi duduk bersama mengkaji kembali jenis-jenis barang apa saja yang dilarang saat diskusi publik yang diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti.
Diskusi yang mengangkat tema “Mengelola Pembatasan Angkutan Barang pada Masa Libur Panjang, Natal dan Tahun Baru” ini digelar di Auditorium Institut Transportasi dan Logistik Trisakti.
Dekan Fakultas Sistem dan Transportasi L. Deny Siahaan, mengatakan kebijakan pembatasan angkutan barang saat HBKN memang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan memperlancar arus pergerakan orang. Namun, di sisi lain kebijakan ini juga berdampak terhadap ketersediaan produk dan barang di masyarakat, logistik industri, serta logistik komoditas penting lainnya seperti BBM, barang pangan dan barang ekspor impor menjadi terhambat yang dapat berakibat pada kenaikan harga-harga.
“Oleh sebab itu, permasalahan yang muncul setiap tahun di negara kita ini sangat penting untuk didiskusikan bagaimana mengelola pembatasan angkutan secara efektif, dan mencari solusi optimal terhadap permasalahan yang muncul, sehingga dapat mengakomodasi kepentingans semua pihak tanpa mengorbankan kelancaran logistik dan perekonomian nasional,” katanya, Selasa (24/9/2024).
Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kemendag Sri Sugy Atmanto, menyampaikan pembatasan distribusi bisa menyebabkan kelangkaan barang di daerah-daerah yang dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga. “Intinya, kelancaran mudik bagi yang merayakan hari besar keagamaan tetap menjadi perhatian utama, tapi ketersediaan bahan pokok dan distribusinya juga tidak boleh terganggu,” ujarnya.
Karenanya, lanjutnya, Kemendag meminta agar kebijakan pelarangan angkutan logistik saat HBKN agar mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu dan jenis barangnya serta tujuannya. “Artinya, kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat, pelaku usaha serta tidak menimbulkan kenaikan harga,” ucapnya.
Selain kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir, minyak goreng, tepung terigu, kedelai, tahu tempe, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah, bawang putih, cabai, ikan segar, susu, pupuk, ternak dan uang, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) juga sudah menjadi barang strategis masyarakat yang harus masuk dalam pengecualian.
Sri menyarankan perlunya dibahas kembali secara bersama terkait SKB Pelarangan Terhadap Truk Sumbu 3. “Ini harus dibahas sama-sama terkait dengan pengangkutannya, bagaimana persiapannya, dan dampak setelah ada pembatasan,” tukasnya.
Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ateng Aryono mengatakan semestinya logistik itu tetap menjadi sesuatu yang harus sedemikian rupa dilancarkan pada saat HBKN. “Jadi, bukan opsi lagi tetapi itu menjadi pilihan akhir dan pilihan utama harus lancar,” ucapnya.
Dia mengingatkan dari perspektif pengusaha, ketika kelancaran logistik ini terhambat maka ada potensi terjadi stagnasi. Ketika itu terjadi maka ada kekhawatiran akan penambahan biaya yang nyata, baik dari satu sektor makro ataupun mikro yang dialami oleh para pengusaha di berbagai komoditi. “Akibatnya, bukan sekedar daya beli saja menjadi lebih mahal, tapi daya beli juga menurun yang akhirnya tidak bisa bersaing,” ungkapnya.
Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti Nofrisel menyarankan agar dilakukan saja pengaturan terhadap semua kendaraan pada saat HBKN dan bukan pelarangan. “Yang paling penting adalah implementasinya di lapangan,” tukasnya.
Dia mengatakan pemerintah bukan eksekutor. Yang menjadi eksekutornya adalah perusahaan-perusahaan, baik eksekutor di level produsen, manufacturing maupun di level perpindahan barang/jasa logistik. “Jadi, perlu melibatkan semua pihak. Karena, kita berharap pengaturan itu berimplikasi,” ucapnya.
Staf Ahli Bidang Logistik dan Multimoda Perhubungan Kemenhub Yufridon Gandoz Situmeang menyambut baik adanya usulan untuk mengkaji ulang kebijakan SKB terkait pelarangan terhadap truk sumbu 3 saat HBKN. Dia setuju untuk dilakukan review.
“Kemenhub siap mengevaluasi soal pembatasan pelarangan truk sumbu 3 yang terlalu sering dilakukan sejak 2023 hingga 2024 ini. Jadi, di 2024 ini menarik bagi kita karena tinggal beberapa bulan lagi kita akan masuk libur Nataru. Kita akan uji data lagi,” tukasnya.
Menurut dia, Kemenhub perlu melakukan uji data seperti pergerakan orang. Dia setuju agar ke depan, kebijakan pembatasan truk sumbu 3 ini bisa menguntungkan semua pihak, tidak hanya bagi pemudik tapi juga bagi industri dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional. “Kita akan melakukan kurasi dengan telkomsel, mengambil data-data pergerakan, kemudian data-data logistik,” katanya.
Menurutnya, hal itu penting dilakukan karena melihat ke depan bahwa angkutan barang ini tentunya menjadi hal yang penting. “Oleh karenanya, ada pembatasan ini tentunya harapan kita bisa mendapatkan manfaat bagi seluruhnya. Tidak sekedar hanya mengatasi kepadatan kendaraan saja, namun tentunya juga perekonomian,” ujarnya.
Kesepakatan itu terjadi setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Perdagangan (Kemendag), pengamat kebijakan publik, pelaku industri, pakar transportasi duduk bersama mengkaji kembali jenis-jenis barang apa saja yang dilarang saat diskusi publik yang diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti.
Diskusi yang mengangkat tema “Mengelola Pembatasan Angkutan Barang pada Masa Libur Panjang, Natal dan Tahun Baru” ini digelar di Auditorium Institut Transportasi dan Logistik Trisakti.
Dekan Fakultas Sistem dan Transportasi L. Deny Siahaan, mengatakan kebijakan pembatasan angkutan barang saat HBKN memang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan memperlancar arus pergerakan orang. Namun, di sisi lain kebijakan ini juga berdampak terhadap ketersediaan produk dan barang di masyarakat, logistik industri, serta logistik komoditas penting lainnya seperti BBM, barang pangan dan barang ekspor impor menjadi terhambat yang dapat berakibat pada kenaikan harga-harga.
“Oleh sebab itu, permasalahan yang muncul setiap tahun di negara kita ini sangat penting untuk didiskusikan bagaimana mengelola pembatasan angkutan secara efektif, dan mencari solusi optimal terhadap permasalahan yang muncul, sehingga dapat mengakomodasi kepentingans semua pihak tanpa mengorbankan kelancaran logistik dan perekonomian nasional,” katanya, Selasa (24/9/2024).
Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kemendag Sri Sugy Atmanto, menyampaikan pembatasan distribusi bisa menyebabkan kelangkaan barang di daerah-daerah yang dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga. “Intinya, kelancaran mudik bagi yang merayakan hari besar keagamaan tetap menjadi perhatian utama, tapi ketersediaan bahan pokok dan distribusinya juga tidak boleh terganggu,” ujarnya.
Karenanya, lanjutnya, Kemendag meminta agar kebijakan pelarangan angkutan logistik saat HBKN agar mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu dan jenis barangnya serta tujuannya. “Artinya, kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat, pelaku usaha serta tidak menimbulkan kenaikan harga,” ucapnya.
Selain kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir, minyak goreng, tepung terigu, kedelai, tahu tempe, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah, bawang putih, cabai, ikan segar, susu, pupuk, ternak dan uang, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) juga sudah menjadi barang strategis masyarakat yang harus masuk dalam pengecualian.
Sri menyarankan perlunya dibahas kembali secara bersama terkait SKB Pelarangan Terhadap Truk Sumbu 3. “Ini harus dibahas sama-sama terkait dengan pengangkutannya, bagaimana persiapannya, dan dampak setelah ada pembatasan,” tukasnya.
Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ateng Aryono mengatakan semestinya logistik itu tetap menjadi sesuatu yang harus sedemikian rupa dilancarkan pada saat HBKN. “Jadi, bukan opsi lagi tetapi itu menjadi pilihan akhir dan pilihan utama harus lancar,” ucapnya.
Dia mengingatkan dari perspektif pengusaha, ketika kelancaran logistik ini terhambat maka ada potensi terjadi stagnasi. Ketika itu terjadi maka ada kekhawatiran akan penambahan biaya yang nyata, baik dari satu sektor makro ataupun mikro yang dialami oleh para pengusaha di berbagai komoditi. “Akibatnya, bukan sekedar daya beli saja menjadi lebih mahal, tapi daya beli juga menurun yang akhirnya tidak bisa bersaing,” ungkapnya.
Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti Nofrisel menyarankan agar dilakukan saja pengaturan terhadap semua kendaraan pada saat HBKN dan bukan pelarangan. “Yang paling penting adalah implementasinya di lapangan,” tukasnya.
Dia mengatakan pemerintah bukan eksekutor. Yang menjadi eksekutornya adalah perusahaan-perusahaan, baik eksekutor di level produsen, manufacturing maupun di level perpindahan barang/jasa logistik. “Jadi, perlu melibatkan semua pihak. Karena, kita berharap pengaturan itu berimplikasi,” ucapnya.
Staf Ahli Bidang Logistik dan Multimoda Perhubungan Kemenhub Yufridon Gandoz Situmeang menyambut baik adanya usulan untuk mengkaji ulang kebijakan SKB terkait pelarangan terhadap truk sumbu 3 saat HBKN. Dia setuju untuk dilakukan review.
“Kemenhub siap mengevaluasi soal pembatasan pelarangan truk sumbu 3 yang terlalu sering dilakukan sejak 2023 hingga 2024 ini. Jadi, di 2024 ini menarik bagi kita karena tinggal beberapa bulan lagi kita akan masuk libur Nataru. Kita akan uji data lagi,” tukasnya.
Menurut dia, Kemenhub perlu melakukan uji data seperti pergerakan orang. Dia setuju agar ke depan, kebijakan pembatasan truk sumbu 3 ini bisa menguntungkan semua pihak, tidak hanya bagi pemudik tapi juga bagi industri dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional. “Kita akan melakukan kurasi dengan telkomsel, mengambil data-data pergerakan, kemudian data-data logistik,” katanya.
Menurutnya, hal itu penting dilakukan karena melihat ke depan bahwa angkutan barang ini tentunya menjadi hal yang penting. “Oleh karenanya, ada pembatasan ini tentunya harapan kita bisa mendapatkan manfaat bagi seluruhnya. Tidak sekedar hanya mengatasi kepadatan kendaraan saja, namun tentunya juga perekonomian,” ujarnya.
(cip)