Dukungan Sosial: Akhiri Kasus Lansia Meninggal Dalam Kesendirian
loading...
A
A
A
Pada umumnya lansia di Indonesia tinggal bersama keluarganya. Namun banyak pula yang tidak tinggal bersama keluarga, karena anaknya sudah hidup mandiri dan hidup terpisah. Keterpisahan ini akan berdampak pada masalah psikologis bagi orang tua (Gunarsa, 2004). Salah satunya, jika menimpa orangtua pasangan lansia adalah rasa kesepian, apalagi jika salah satu pasangan lansia tersebut meninggal. Kesepian, merupakan suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain (Bruno, 2000).
Pada kesepian tersebut, individu akan merasa pasrah (desperation), tidak sabar dan bosan (impatient boredom), mengutuk diri sendiri (self-deprecation), dan depresi (depression). Keempat kondisi tersebut, jika melanda lansia yang mengalami kesepian akut bukan tidak mungkin akan mengalami mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan kematian (Marini & Hayati, 2023).
Pada periode tiga bulan pertama tahun 2024, hampir 22.000 orang Jepang meninggal di rumah sendirian. Laporan terbaru Badan Kepolisian Nasional menyebut sekitar 80 persen dari mereka berusia 65 tahun atau lebih.
Studi yang dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2020 menyebutkan bahwa kerentanan lansia selain dari kondisi kesehatan dan kondisi sosial ekonomi, adalah juga kerentanan dari status tinggal lansia dan pola pengeluaran rumah tangganya. Dari status tinggalnya, lansia yang tinggal sendiri memiliki tingkat kerentanan lebih besar dibandingkan dengan lansia yang tinggal dengan anggota keluarga lainnya.
Osman (2012) menyebutkan bahwa seiring bertambahnya usia, cukup banyak lansia yang merasa sendiri, kehilangan kepercayaan diri, dan frustrasi. Oleh sebab itu, para lansia memerlukan sistem pendukung untuk mengurangi risiko kesehatan dan psikologis yang mereka hadapi.
Lebih lanjut, temuan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2020) menunjukkan bahwa sebanyak 9,38 persen lansia tinggal sendiri. Adapun presentase paling besar adalah lansia yang tinggal dengan anak beserta cucunya sebanyak 40,64 persen. Jika dilihat dari tipe daerahnya, lansia yang hidup sendiri lebih banyak dijumpai di daerah pedesaan dengan proporsi sebesar 10,10 persen.
Menurutnya, masyarakat seharusnya tidak lagi melihat panti jompo sebagai tempat membuang orang tua oleh anak mereka. Karena di panti jompo, orang tua justru akan lebih terurus dan diperhatikan. Menurutnya, daripada anak-anak mereka sibuk atau tinggal berjauhan, sehingga tidak memungkinkan mengurus mereka, lebih baik orang tua “dititipkan” di panti.
Jika anak atau keluarga merasa malu karena budaya kita masih memandang jika menitipkan orangtua di panti sebagai Tindakan “durhaka” dan tidak pantas. Maka, Suprapto mengusulkan solusi lain. Yaitu agar anak/keluarga menggunakan jasa pengasuh atau perawat (caregiver) yang khusus mengurus dan menjaga orang tua mereka (Pro3 RRI, 21/7/2024).
Menurut Suprapto, kasus meninggalnya pasutri lansia yang tidak didampingi oleh anak dan keluarga disebabkan oleh kemungkinan penyebab mengapa mereka wafat dalam kesendirian. Pertama, kesibukan anak-anak dan perbedaan jarak tempat tinggal. Kedua, orang tua yang tidak ingin tinggal bersama anak dan lebih nyaman tinggal di rumah mereka sendiri.
Ketiga, komunikasi yang tidak baik dan lancar antara anak dan orang tua. Keempat, terjadi perselisihan antara orang tua dan anak yang membuat anak akhirnya tidak peduli dengan orang tuanya. Keempat hal tersebut mungkin yang menjadi penyebab kasus pasangan lansia di Bogor.
Pada kesepian tersebut, individu akan merasa pasrah (desperation), tidak sabar dan bosan (impatient boredom), mengutuk diri sendiri (self-deprecation), dan depresi (depression). Keempat kondisi tersebut, jika melanda lansia yang mengalami kesepian akut bukan tidak mungkin akan mengalami mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan kematian (Marini & Hayati, 2023).
Lansia Meninggal Dalam Kesendirian
Kasus kematian lansia dan pasutri lansia tidak hanya terjadi di Indonesia, di Jepang, saat ini banyak lansia dihantui ketakutan akan meninggal dalam kesendirian (kodokushi). Diperkirakan, jumlah lansia di Jepang yang meninggal di dunia di rumah sendirian diperkirakan akan meningkat seiring bertambahnya populasi kelompok senior.Pada periode tiga bulan pertama tahun 2024, hampir 22.000 orang Jepang meninggal di rumah sendirian. Laporan terbaru Badan Kepolisian Nasional menyebut sekitar 80 persen dari mereka berusia 65 tahun atau lebih.
Studi yang dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2020 menyebutkan bahwa kerentanan lansia selain dari kondisi kesehatan dan kondisi sosial ekonomi, adalah juga kerentanan dari status tinggal lansia dan pola pengeluaran rumah tangganya. Dari status tinggalnya, lansia yang tinggal sendiri memiliki tingkat kerentanan lebih besar dibandingkan dengan lansia yang tinggal dengan anggota keluarga lainnya.
Osman (2012) menyebutkan bahwa seiring bertambahnya usia, cukup banyak lansia yang merasa sendiri, kehilangan kepercayaan diri, dan frustrasi. Oleh sebab itu, para lansia memerlukan sistem pendukung untuk mengurangi risiko kesehatan dan psikologis yang mereka hadapi.
Lebih lanjut, temuan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2020) menunjukkan bahwa sebanyak 9,38 persen lansia tinggal sendiri. Adapun presentase paling besar adalah lansia yang tinggal dengan anak beserta cucunya sebanyak 40,64 persen. Jika dilihat dari tipe daerahnya, lansia yang hidup sendiri lebih banyak dijumpai di daerah pedesaan dengan proporsi sebesar 10,10 persen.
Panti Jompo, Alternatif atau Kebutuhan?
Soeprapto, Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), memberi tanggapan terhadap respons masyarakat mengenai orang tua sebaiknya dititipkan di panti jompo. Pro kontra ini sudah lama sebenarnya muncul, Kembali mencuat setelah viral meninggalnya pasangan suami istri dalam waktu berdekatan baik yang terjadi di Tangerang maupun yang terjadi di Bogor, Jawa Barat.Menurutnya, masyarakat seharusnya tidak lagi melihat panti jompo sebagai tempat membuang orang tua oleh anak mereka. Karena di panti jompo, orang tua justru akan lebih terurus dan diperhatikan. Menurutnya, daripada anak-anak mereka sibuk atau tinggal berjauhan, sehingga tidak memungkinkan mengurus mereka, lebih baik orang tua “dititipkan” di panti.
Jika anak atau keluarga merasa malu karena budaya kita masih memandang jika menitipkan orangtua di panti sebagai Tindakan “durhaka” dan tidak pantas. Maka, Suprapto mengusulkan solusi lain. Yaitu agar anak/keluarga menggunakan jasa pengasuh atau perawat (caregiver) yang khusus mengurus dan menjaga orang tua mereka (Pro3 RRI, 21/7/2024).
Menurut Suprapto, kasus meninggalnya pasutri lansia yang tidak didampingi oleh anak dan keluarga disebabkan oleh kemungkinan penyebab mengapa mereka wafat dalam kesendirian. Pertama, kesibukan anak-anak dan perbedaan jarak tempat tinggal. Kedua, orang tua yang tidak ingin tinggal bersama anak dan lebih nyaman tinggal di rumah mereka sendiri.
Ketiga, komunikasi yang tidak baik dan lancar antara anak dan orang tua. Keempat, terjadi perselisihan antara orang tua dan anak yang membuat anak akhirnya tidak peduli dengan orang tuanya. Keempat hal tersebut mungkin yang menjadi penyebab kasus pasangan lansia di Bogor.