15 Juta Orang Indonesia Bisa Divaksinasi Covid Akhir 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjelaskan soal kerja sama pembuatan vaksin Covid-19 antara PT Bio Farma dengan perusahaan farmasi dari China dan Uni Emirat Arab (UEA). Jika uji klinis berjalan lancar, maka pada akhir 2020 ini, 15 juta orang Indonesia sudah bisa divaksinasi. Dan sisanya dilanjutkan di awal 2021.
“Program Indonesia sehat tidak mungkin tidak didahulukan, tidak mungkin Indonesia tumbuh tanpa kesehatan. Di awali program penegakan sosialisasi, masker, cuci tangan, jaga jarak, testing, tracing treatment, bantuan produktif bagi keluarga miskin, usaha mikro padat karya, dan lain-lain. Setelah jalan, kita lakukan program vaksinasi yang insya Allah dimulai awal 2021 dan kemudian kita melakukan stimulus ekonomi lainnya,” kata Erick dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020). (Baca juga: 8 Pegawai Positif COVID-19, Gedung DPD RI Ditutup Sementara)
Erick menjelaskan, Indonesia sudah melakukan 2 kerja sama vaksin dengan perusahaan dari negara lain. Tentu, prioritas utama Indonesia adalah vaksin Merah-Putih. Untuk itu, Presiden akan segera meneken keputusan presiden (keppres) terkait percepatan vaksin Merah -Putih di bawah pimpinan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro dan Wakil Ketua Menteri Kesehatan (Menkes) dan dirinya sendiri.
“Wakil ketua saya juga karena infrastruktur yang akan banyak digunakan adalah milik BUMN,” terang Wakil Ketua Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu. (Baca juga: Terdampak COVID-19, Puluhan WNI di Panama dan Peru Dipulangkan)
Erick memaparkan, pihaknya sudah melakukan kontak dengan China dan UEA. Dengan China, perusahaan Sinovac Biotech, Ltd akan bekerja sama dengan Bio Farma dan ada komitmen 20 juta dosis vaksin pada akhir 2020 dan 250 juta di 2021. Vaksin dengan Sinovac ini tidak membutuhkan hak paten dan pihaknya menekankan bahwa kerja sama tidak hanya dalam proses produksi tapi juga transfer teknologi.
“Bio Farma sudah punya kemampuan vaksin yang kebanyakan generik. Ada 15 jenis vaksin yang diproduksi Bio Farma. Kapasitas produksi 2 miliar. Kemarin sudah kita tingkatkan lagi 250 juta khususnya vaksin Covid,” paparnya. (Baca juga: Pegawai dan Tahanan Positif Covid-19, KPK Lakukan Tindakan Ini)
Kemudian, Sinovac memiliki kemampuan produksi 600 juta per tahun yang akan ditingkatkan menjadi 1,2 miliar di 2021. Dan uji klinis untuk tahap ketiga tidak hanya dilakukan di Indonesia tetapi juga di Saudi Arabia, Bangladesh, Turki, dan Cili.
Untuk kerja sama Kimia Farma dengan G-42 UEA, sambung Erick, pada saat ini sudah dilakukan uji klinis sendiri di UEA terhadap 45.000 relawan dari 85 suku bangsa. Indonesia juga sudah mengirimkan tim ke sana untuk melakukan reviu terhadap uji klinis tersebut dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia juga sudah ke sana untuk menyinkronkan sistem uji klinis dengan BPOM UEA.
“Sistemnya berjalan dengan baik dan BPOM kita bisa menerima uji klinis yang berjalan di UEA,” jelas Erick.
Adapun kapasitas UEA, menurut Erick, ada 220 juta per tahun dan komitmen dengan Indonesia untuk 2020 adalah 10 juta vaksin dan 50 juta vaksin untuk 2021. Jadi, jika diakumulasi, UEA dan China adalah 30 juta vaksin di 2020 ini. Namun, karena vaksinasinya butuh 2 kali, maka ada 15 juta orang yang divaksinasi pada akhir 2020 ini.
“Satu orang memerlukan 2 dosis, 15 juta orang yang bisa divaksin di akhir 2020. Tentu kalau uji klinisnya berjalan baik. Untuk 2021, total komitmen kita masih me-rate ada yang 290 juta sampai 340 juta. Dan saya tekankan ini ada 2 kali dosis dalam penyuntikan dengan jeda 2 minggu,” ujarnya.
“Program Indonesia sehat tidak mungkin tidak didahulukan, tidak mungkin Indonesia tumbuh tanpa kesehatan. Di awali program penegakan sosialisasi, masker, cuci tangan, jaga jarak, testing, tracing treatment, bantuan produktif bagi keluarga miskin, usaha mikro padat karya, dan lain-lain. Setelah jalan, kita lakukan program vaksinasi yang insya Allah dimulai awal 2021 dan kemudian kita melakukan stimulus ekonomi lainnya,” kata Erick dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020). (Baca juga: 8 Pegawai Positif COVID-19, Gedung DPD RI Ditutup Sementara)
Erick menjelaskan, Indonesia sudah melakukan 2 kerja sama vaksin dengan perusahaan dari negara lain. Tentu, prioritas utama Indonesia adalah vaksin Merah-Putih. Untuk itu, Presiden akan segera meneken keputusan presiden (keppres) terkait percepatan vaksin Merah -Putih di bawah pimpinan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro dan Wakil Ketua Menteri Kesehatan (Menkes) dan dirinya sendiri.
“Wakil ketua saya juga karena infrastruktur yang akan banyak digunakan adalah milik BUMN,” terang Wakil Ketua Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu. (Baca juga: Terdampak COVID-19, Puluhan WNI di Panama dan Peru Dipulangkan)
Erick memaparkan, pihaknya sudah melakukan kontak dengan China dan UEA. Dengan China, perusahaan Sinovac Biotech, Ltd akan bekerja sama dengan Bio Farma dan ada komitmen 20 juta dosis vaksin pada akhir 2020 dan 250 juta di 2021. Vaksin dengan Sinovac ini tidak membutuhkan hak paten dan pihaknya menekankan bahwa kerja sama tidak hanya dalam proses produksi tapi juga transfer teknologi.
“Bio Farma sudah punya kemampuan vaksin yang kebanyakan generik. Ada 15 jenis vaksin yang diproduksi Bio Farma. Kapasitas produksi 2 miliar. Kemarin sudah kita tingkatkan lagi 250 juta khususnya vaksin Covid,” paparnya. (Baca juga: Pegawai dan Tahanan Positif Covid-19, KPK Lakukan Tindakan Ini)
Kemudian, Sinovac memiliki kemampuan produksi 600 juta per tahun yang akan ditingkatkan menjadi 1,2 miliar di 2021. Dan uji klinis untuk tahap ketiga tidak hanya dilakukan di Indonesia tetapi juga di Saudi Arabia, Bangladesh, Turki, dan Cili.
Untuk kerja sama Kimia Farma dengan G-42 UEA, sambung Erick, pada saat ini sudah dilakukan uji klinis sendiri di UEA terhadap 45.000 relawan dari 85 suku bangsa. Indonesia juga sudah mengirimkan tim ke sana untuk melakukan reviu terhadap uji klinis tersebut dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia juga sudah ke sana untuk menyinkronkan sistem uji klinis dengan BPOM UEA.
“Sistemnya berjalan dengan baik dan BPOM kita bisa menerima uji klinis yang berjalan di UEA,” jelas Erick.
Adapun kapasitas UEA, menurut Erick, ada 220 juta per tahun dan komitmen dengan Indonesia untuk 2020 adalah 10 juta vaksin dan 50 juta vaksin untuk 2021. Jadi, jika diakumulasi, UEA dan China adalah 30 juta vaksin di 2020 ini. Namun, karena vaksinasinya butuh 2 kali, maka ada 15 juta orang yang divaksinasi pada akhir 2020 ini.
“Satu orang memerlukan 2 dosis, 15 juta orang yang bisa divaksin di akhir 2020. Tentu kalau uji klinisnya berjalan baik. Untuk 2021, total komitmen kita masih me-rate ada yang 290 juta sampai 340 juta. Dan saya tekankan ini ada 2 kali dosis dalam penyuntikan dengan jeda 2 minggu,” ujarnya.
(nbs)