Publik Diharapkan Tetap Soroti Kinerja Menko Polhukam

Kamis, 24 Oktober 2019 - 07:28 WIB
Publik Diharapkan Tetap Soroti Kinerja Menko Polhukam
Publik Diharapkan Tetap Soroti Kinerja Menko Polhukam
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik kabinet kerja jilid II yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju. Ada muka baru dalam kabinet, juga ada yang masih diisi oleh muka lama.

Beberapa bertahan pada posisi yang semula, namun ada juga yang mengalami pergantian ke posisi yang baru. Di sektor hukum, sebut saja ada Mahfud MD sebagai menkopolhukam yang merupakan wajah baru sekaligus menjadi menteri koordinator bagi sektor politik, hukum dan keamanan.

"Ditunjuknya Mahfud dari unsur akademisi dan sipil menjadi terobosan baru bagi wajah pemerintahan kedepan. Meskipun di pos yang semestinya diisi dari kalangan sipil malah diisi militer. Seperti menteri agama dan menteri dalam negeri," kata Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus saay dihubungi SINDOnews, Kamis (24/10/2019).

Selanjutnya, kata Sulthan, wajah lama ada Yasonna Laoly. Meski kontroversi dengan RUU KUHP dan Revisi UU KPK, Politikus PDI Perjuangan itu tetap dipertahankan sebagai Menkumham. Ia menganggap, ada terobosan yang dilakukan oleh Yasonna ini, namun tidak sedikit yang mengundang pro kontra di tengah-tengah masyarakat.

"Dahulu, konflik internal partai terjadi di zaman Yasonna, ada partai Golkar dan PPP. Meskipun itu adalah persoalan hukum, tapi tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan dinamika politik pasca pilpres 2014 silam," beber dia.

Demikian pula di posisi Kejaksaan Agung. Menurut Sulthan, di kabinet kerja jilid I posisi ini diisi oleh unsur partai politik yang kemudian ikut memunculkan beragam spekulasi. Tapi kini diisi oleh profesional, meskipun memiliki hubangan darah dengan salah satu kader partai politik besar di Indonesia.

"Tentu harapan boleh saja diletakkan di pundak para menteri tersebut, tapi kontrol publik tidak boleh lengah sedikitpun. Kekuasaan itu seperti candu, dan kecanduan bisa menghinggapi siapapun. Termasuk yang dianggap figur kredibel sekalipun," tutur dia.

Ahli Hukum Tata Negara asal UGM ini menambahkan, menjadi tidak fair jika sorot mata hanya tertuju pada pengisi pos menteri yang notabene adalah pembantu presiden. Mata publik justru harus fokus pada presiden sebagai komandan utama. Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi, tidak ada visi misi menteri yang ada hanya visi misi presiden.

"Oleh karena itu segala kebijakan yang diambil oleh kementrian harus didasarkan pada kehendak presiden. Sehingga figur yang paling bertanggung jawab adalah presiden, dan bukan para pembantunya. Saya pikir mulai sekarang kita perlu objektif dalam menilai capaian kinerja pemerintahan," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4869 seconds (0.1#10.140)