Komnas HAM Sesalkan Cara Aparat Bubarkan Pendemo Tolak RUU Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan cara aparat penegak hukum membubarkan para pendemo tolak RUU Pilkada pada Kamis (22/8/2024). Sebab, aparat melakukannya dengan gas air mata hingga pemukulan.
Aparat seharusnya mengedepankan pendekatan humanis. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menilai bahwa unjuk rasa tersebut dilakukan secara damai oleh masyarakat dari berbagai elemen (mahasiswa, buruh, aktivis, akademisi, figur publik, dan kelompok-kelompok lainnya) di berbagai wilayah, termasuk di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan daerah lain.
Seperti diketahui, unjuk rasa tersebut merespons rencana RUU Pilkada disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dalam pilkada serentak dan penghitungan usia 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur pada saat penetapan calon.
Putusan MK tersebut berbeda dengan putusan MA yang sebelumnya mengabulkan gugatan tentang usia calon kepala daerah, penghitungan usia 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur pada saat pelantikan.
Uli mengungkapkan, pihaknya juga menyesalkan penangkapan terhadap 159 peserta aksi dan ditahan di Polda Metro Jaya. "Komnas HAM mendorong agar aparat penegak hukum segera membebaskan seluruh peserta unjuk rasa yang ditangkap dan ditahan dalam aksi unjuk rasa hari ini," tegasnya.
Uli mengatakan bahwa Komnas HAM mendorong penyelenggara negara, aparat penegak hukum memastikan kondusivitas aksi unjuk rasa yang akan berlangsung hari-hari ke depan atas dasar penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai wujud negara demokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Uli juga menerangkan bahwa pihnya melakukan pemantauan unjuk rasa tersebut secara langsung di dua lokasi, yaitu di depan gedung Mahkamah Konstitusi dan di depan Gedung DPR, Jakarta. Sementara pemantauan unjuk rasa di luar Jakarta, dilakukan melalui media monitoring.
Dari pemantauan tersebut, Komnas HAM mencatat bahwa aksi unjuk rasa dilakukan secara damai dan kondusif. Masyarakat dalam orasinya menyesalkan rencana Baleg DPR yang secara kilat akan merevisi RUU Pilkada yang disinyalir akan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Revisi tersebut dinilai mencederai prinsip-prinsip demokrasi, terutama dari aspek kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat sejak dibacakan. "Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.00 - 17.00 WIB berjalan kondusif. Namun sejak pukul 17.00, aparat keamanan mulai menyebarkan gas air mata dan menggunakan cara-cara kekerasan dalam membubarkan unjuk rasa, setelah massa berhasil merobohkan salah satu pintu gerbang DPR RI," papar Uli.
"Bahkan aparat TNI juga turun dan turut serta mengamankan unjuk rasa tersebut. Hingga pukul 20.00, berdasarkan laporan yang disampaikan YLBHI kepada Komnas HAM, ada 159 peserta aksi yang ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa Revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) batal disahkan. Dasco bicara kemungkinan RUU Pilkada disahkan DPR selanjutnya atau periode 2024-2029.
"Periode depan tetap akan dilaksanakan karena kita perlu penyempurnaan-penyempurnaan yang kita rasa belum sempurna," kata Dasco dalam jumpa persnya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Aparat seharusnya mengedepankan pendekatan humanis. Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menilai bahwa unjuk rasa tersebut dilakukan secara damai oleh masyarakat dari berbagai elemen (mahasiswa, buruh, aktivis, akademisi, figur publik, dan kelompok-kelompok lainnya) di berbagai wilayah, termasuk di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan daerah lain.
Seperti diketahui, unjuk rasa tersebut merespons rencana RUU Pilkada disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah dalam pilkada serentak dan penghitungan usia 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur pada saat penetapan calon.
Putusan MK tersebut berbeda dengan putusan MA yang sebelumnya mengabulkan gugatan tentang usia calon kepala daerah, penghitungan usia 30 tahun bagi calon gubernur dan wakil gubernur pada saat pelantikan.
Uli mengungkapkan, pihaknya juga menyesalkan penangkapan terhadap 159 peserta aksi dan ditahan di Polda Metro Jaya. "Komnas HAM mendorong agar aparat penegak hukum segera membebaskan seluruh peserta unjuk rasa yang ditangkap dan ditahan dalam aksi unjuk rasa hari ini," tegasnya.
Uli mengatakan bahwa Komnas HAM mendorong penyelenggara negara, aparat penegak hukum memastikan kondusivitas aksi unjuk rasa yang akan berlangsung hari-hari ke depan atas dasar penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai wujud negara demokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Uli juga menerangkan bahwa pihnya melakukan pemantauan unjuk rasa tersebut secara langsung di dua lokasi, yaitu di depan gedung Mahkamah Konstitusi dan di depan Gedung DPR, Jakarta. Sementara pemantauan unjuk rasa di luar Jakarta, dilakukan melalui media monitoring.
Dari pemantauan tersebut, Komnas HAM mencatat bahwa aksi unjuk rasa dilakukan secara damai dan kondusif. Masyarakat dalam orasinya menyesalkan rencana Baleg DPR yang secara kilat akan merevisi RUU Pilkada yang disinyalir akan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Revisi tersebut dinilai mencederai prinsip-prinsip demokrasi, terutama dari aspek kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat sejak dibacakan. "Aksi yang berlangsung sejak pukul 09.00 - 17.00 WIB berjalan kondusif. Namun sejak pukul 17.00, aparat keamanan mulai menyebarkan gas air mata dan menggunakan cara-cara kekerasan dalam membubarkan unjuk rasa, setelah massa berhasil merobohkan salah satu pintu gerbang DPR RI," papar Uli.
"Bahkan aparat TNI juga turun dan turut serta mengamankan unjuk rasa tersebut. Hingga pukul 20.00, berdasarkan laporan yang disampaikan YLBHI kepada Komnas HAM, ada 159 peserta aksi yang ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya," pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa Revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) batal disahkan. Dasco bicara kemungkinan RUU Pilkada disahkan DPR selanjutnya atau periode 2024-2029.
"Periode depan tetap akan dilaksanakan karena kita perlu penyempurnaan-penyempurnaan yang kita rasa belum sempurna," kata Dasco dalam jumpa persnya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
(rca)