DPR Abaikan Putusan MK soal Ambang Batas Pencalonan Pilkada, Pengamat: Inkonstitusional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Politik Ujang Komarudin menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat. Hal itu ia sampaikan menanggapi Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan dalam Pilkada 2024 .
"Ya intinya kita berpacu pada putusan MK saja, kalau putusan MK itu final dan mengikat. Kalaupun apa namanya DPR memutuskan berbeda dengan MK itu kan dianggap inkonstitusional, dianggap ilegal," ujar Ujang saat dikonfirmasi, Rabu (21/8/2024).
Sebagai informasi, dalam putusan MK, suara sah partai politik disesuaikan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk mengusung calon. Artinya seluruh partai parlemen dan non parlemen bisa mengajukan calon bila memenuhi kuota syarat tersebut.
Namun dalam Rapat Panja di DPR, muncul pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) baru usul inisiatif DPR menyikapi adanya putusan MK.
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 yang diubah dalam DIM baru usul inisiatif DPR yang dibacakan dalam Rapat Panja, terdapat dua kelompok persentase syarat pencalonan Pilkada 2024 bagi partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD maupun bagi partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Ujang Komarudin menegaskan jika mengacu pada pembahasan RUU Pilkada tersebut sosok Anies Baswedan tentunya tak bisa ikut kontestasi Pilgub Jakarta. Namun, jika mengacu pada putusan MK, Anies bisa maju asalkan diusung oleh PDIP.
"Jadi dalam konteks itu kalau logikanya yang digunakan logika DPR (Anies) nggak bisa (maju Pilgub DKI Jakarta). Tapi kalau dipakai menggunakan keputusan MK yaa Anies bisa ya," paparnya.
"Jadi ini yang lucu di negera republik ya, apa namanya pembangkangan hukum gitu dilakukan oleh lembaga yang membuat hukum DPR dan pemerintah," sambungnya.
Pasal 40 yang diubah dalam DIM baru usul inisiatif DPR RI sebagai berikut:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta jiwa) sampai dengan 6.000.000 (enam juta jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
(3) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Kabupaten/Kota dapat mendaftarkan calon bupati dan calon wakil bupati atau calon wali kota dan calon wakil wali kota dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suaea sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu-500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu-1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
Mendengar adanya DIM baru usul inisiatif DPR yang baru dibacakan tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR yang bertindak sebagai pimpinan rapat, Ahmad Baidowi langsung mengambil kesepakatan.
"Ini sebenernya kan mengadopsi putusan MK yang mengakomodir partai non parlemen bisa mencalonkan kepala daerah. Jadi sudah bisa mendaftarkan ke KPU, yang sebelumnya tidak bisa. Bisa disetujui ya?" tanya pria yang akrab disapa Awiek saat mengambil keputusan.
"Ya intinya kita berpacu pada putusan MK saja, kalau putusan MK itu final dan mengikat. Kalaupun apa namanya DPR memutuskan berbeda dengan MK itu kan dianggap inkonstitusional, dianggap ilegal," ujar Ujang saat dikonfirmasi, Rabu (21/8/2024).
Sebagai informasi, dalam putusan MK, suara sah partai politik disesuaikan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk mengusung calon. Artinya seluruh partai parlemen dan non parlemen bisa mengajukan calon bila memenuhi kuota syarat tersebut.
Namun dalam Rapat Panja di DPR, muncul pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) baru usul inisiatif DPR menyikapi adanya putusan MK.
Berdasarkan ketentuan Pasal 40 yang diubah dalam DIM baru usul inisiatif DPR yang dibacakan dalam Rapat Panja, terdapat dua kelompok persentase syarat pencalonan Pilkada 2024 bagi partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD maupun bagi partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Ujang Komarudin menegaskan jika mengacu pada pembahasan RUU Pilkada tersebut sosok Anies Baswedan tentunya tak bisa ikut kontestasi Pilgub Jakarta. Namun, jika mengacu pada putusan MK, Anies bisa maju asalkan diusung oleh PDIP.
"Jadi dalam konteks itu kalau logikanya yang digunakan logika DPR (Anies) nggak bisa (maju Pilgub DKI Jakarta). Tapi kalau dipakai menggunakan keputusan MK yaa Anies bisa ya," paparnya.
"Jadi ini yang lucu di negera republik ya, apa namanya pembangkangan hukum gitu dilakukan oleh lembaga yang membuat hukum DPR dan pemerintah," sambungnya.
Pasal 40 yang diubah dalam DIM baru usul inisiatif DPR RI sebagai berikut:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta jiwa) sampai dengan 6.000.000 (enam juta jiwa), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
(3) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Kabupaten/Kota dapat mendaftarkan calon bupati dan calon wakil bupati atau calon wali kota dan calon wakil wali kota dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suaea sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu-500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu-1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
Mendengar adanya DIM baru usul inisiatif DPR yang baru dibacakan tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR yang bertindak sebagai pimpinan rapat, Ahmad Baidowi langsung mengambil kesepakatan.
"Ini sebenernya kan mengadopsi putusan MK yang mengakomodir partai non parlemen bisa mencalonkan kepala daerah. Jadi sudah bisa mendaftarkan ke KPU, yang sebelumnya tidak bisa. Bisa disetujui ya?" tanya pria yang akrab disapa Awiek saat mengambil keputusan.
(kri)