DPR Desak Pemerintah Jemput Bola dalam Mekanisme Penyaluran Bantuan

Selasa, 25 Agustus 2020 - 20:24 WIB
loading...
DPR Desak Pemerintah Jemput Bola dalam Mekanisme Penyaluran Bantuan
Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak menilai, realisasi bantuan modal kerja bagi pelaku UMKM melalui penyaluran kredit, tidak berjalan sesuai harapan. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak menilai, realisasi bantuan modal kerja bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melalui penyaluran kredit oleh bank-bank pelat merah tidak berjalan sesuai harapan. Menurut dia, setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi.

(Baca juga: Kasus Baru di UEA, Total 1.356 WNI Terkonfirmasi Covid-19)

Pertama, minimnya pendampingan dan pembinaan UMKM terutama dalam konteks pemulihan pasar dari produk mereka. Kedua, program bantuan hanya terfokus pada restrukturisasi kredit semata, sehingga bank-bank penyalur terkesan asal menggugurkan kewajiban saja.

(Baca juga: Dapat Komitmen 290 Juta Vaksin, Jokowi Harap Diproduksi di Dalam Negeri)

Akibatnya lanjut dia, kebijakan yang baik dan diharapkan menjadi solusi menghindari resesi ekonomi itu tidak menyentuh akar permasalahan para pelaku UMKM. Dia mengatakan, bantuan modal kerja memang diperlukan, namun kesulitan mendapatkan pasar akibat turunnya daya beli masyarakat merupakan hal yang jauh lebih berat bagi UMKM.

Menurut dia, jika modal kerja diibaratkan pertolongan pertama lewat bantuan pernafasan, maka pemulihan pasar merupakan pertolongan lanjutan agar pelaku UMKM bisa bangkit dan survive.

"Agar bisa survive dan kemudian bangkit usahanya, maka pemerintah harus mampu memfasilitasi pemulihan pasar mereka. UMKM butuh panduan agar bisa shifting ke produk-produk yang banyak dibutuhkan konsumen," kata Amin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/8/2020).

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, saat ini berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, dari total 64 juta pelaku usaha kecil dan menengah yang ada di Indonesia, 80% atau sekitar 51 juta diantaranya masih unbankable atau tidak mendapat bantuan pinjaman dari bank. Sehingga, dia menilai jumlah pelaku UMKM yang disasar pemerintah masih terlampau kecil.

Dia melanjutkan, memang kemudian ada bantuan presiden sebesar Rp2,4 juta untuk 12 juta pelaku UMKM, namun proses verifikasi dan validasinya dalam waktu singkat tentunya tidak mudah. Dia berharap pemerintah mau jemput bola agar penerima bantuan betul-betul UMKM yang memang membutuhkan dengan tolok ukur yang jelas.

"Pemerintah menggelontorkan Rp30 Triliun kepada bank-bank BUMN agar disalurkan ke UMKM. Namun outcomenya harus jelas karena program ini menggunakan uang rakyat," jelasnya.

Selanjutnya untuk permasalah kedua, menurutnya, restrukturisasi kredit saja tidak cukup karena persoalan yang dialami UMKM akibat pandemi itu sangat kompleks. Restrukturisasi kredit hanya efektif bagi pelaku UMKM yang memiliki persoalan keuangan yang berat namun usahanya masih bisa berjalan dengan suntikan modal.

Sedangkan kebanyakan pelaku UMKM banyak yang kehilangan pasar karena turunnya daya beli masyarakat. "Yang lebih memprihatinkan, bank-bank BUMN mempersyaratkan debitur melunasi utang lama mereka terlebih dahulu agar bisa memperoleh kredit baru. Ini jelas enggak menyelesaikan persoalan dan terkesan nyari aman. Padahal bank-bank tersebut juga harus bersama-sama aktif meminimalisir risiko," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1932 seconds (0.1#10.140)