DPR Minta Pansel Capim KPK Jangan Alergi Masukan Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah tokoh nasional bersuara mengenai proses seleksi calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat ini masih berlangsung. Koalisi Masyarakat Sipil meragukan sejumlah capim yang lolos tes profile assessment.
Koalisi juga meragukan integritas sejumlah anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK. Mereka menduga ada anggota Pansel Capim KPK punya konflik kepentingan.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Ma’arif mengatakan, susah untuk mencari Pimpinan KPK yang benar-benar ideal, tapi setidaknya yang memimpin KPK itu yang catatan hitamnya sedikit atau tidak ada sama sekali.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu mengatakan Pansel Capim KPK tidak boleh alergi terhadap masukan masyarakat. ”Jadi berkaitan dengan usulan masukan dari masyarakat itu, Pansel juga enggak boleh alergi. Usulan pemerintah sebagai pertimbangan dan bahan untuk menanyakan ke setiap masing-masing calon pimpinan. Nah usulan masyarakat itu penting sebagai pertimbangan untuk melakukan klarifikasi kepada masing-masing calon,” ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Namun di sisi lain, menurut Masinton, publik juga tidak boleh mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ikut mengintervensi proses seleksi capim KPK. Sebab dalam memilih capim KPK, pemerintah telah menugaskan Pansel untuk melakukan seleksi, penjaringan dan penyaringan capim KPK.
”Jadi undang-undang sudah mengamanatkan Pansel yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyeleksi. Jadi menurut saya presiden enggak perlu lagi didesak-desak untuk ikut campur di dalam urusan Pansel,” tuturnya.
Menurutnya, saat ini Pansel cukup bekerja melakukan tugasnya secara profesional karena nantinya bukan mereka yang akan menentukan Pimpinan KPK. “Mereka kan cuma membantu saja tugas pemerintah untuk menyeleksi 10 nama. Oleh Pansel 10 nama itu akan diserahkan kepada presiden dan presiden menyampaikan 10 nama ke DPR. Nanti Komisi III akan menyeleksi lima nama untuk ditetapkan menjadi Pimpinan KPK,” paparnya.
Dikatakan Masinton, proses seleksi yang dilakukan Pansel adalah urusan teknis. Sehingga tidak relevan jika presiden diminta untuk turun tangan.
”Sebagai masukan ya oke, presiden kan juga menerima masukan-masukan, tapi juga enggak perlu presiden turun tangan mengurusi ini. Itu urusan teknis, serahkan Pansel lah memang Pansel dibentuk untuk melakukan kerja teknis, toh keputusan poilitik itu nanti ada di Presiden dan DPR,” tandasnya.
DPR, kata Masinton, juga membuka diri untuk menerima masukan dari masyarakat. ”Kan ada aplikasi DPR Now, itu kan bisa digunakan untuk menyampaikan aspirasi memberikan masukan ke Komisi III yang membidangi masalah hukum untuk melakukan fit and proper test terhadap kelayakan calon Pimpinan KPK,” katanya.
Koalisi juga meragukan integritas sejumlah anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK. Mereka menduga ada anggota Pansel Capim KPK punya konflik kepentingan.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Ma’arif mengatakan, susah untuk mencari Pimpinan KPK yang benar-benar ideal, tapi setidaknya yang memimpin KPK itu yang catatan hitamnya sedikit atau tidak ada sama sekali.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu mengatakan Pansel Capim KPK tidak boleh alergi terhadap masukan masyarakat. ”Jadi berkaitan dengan usulan masukan dari masyarakat itu, Pansel juga enggak boleh alergi. Usulan pemerintah sebagai pertimbangan dan bahan untuk menanyakan ke setiap masing-masing calon pimpinan. Nah usulan masyarakat itu penting sebagai pertimbangan untuk melakukan klarifikasi kepada masing-masing calon,” ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Namun di sisi lain, menurut Masinton, publik juga tidak boleh mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ikut mengintervensi proses seleksi capim KPK. Sebab dalam memilih capim KPK, pemerintah telah menugaskan Pansel untuk melakukan seleksi, penjaringan dan penyaringan capim KPK.
”Jadi undang-undang sudah mengamanatkan Pansel yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyeleksi. Jadi menurut saya presiden enggak perlu lagi didesak-desak untuk ikut campur di dalam urusan Pansel,” tuturnya.
Menurutnya, saat ini Pansel cukup bekerja melakukan tugasnya secara profesional karena nantinya bukan mereka yang akan menentukan Pimpinan KPK. “Mereka kan cuma membantu saja tugas pemerintah untuk menyeleksi 10 nama. Oleh Pansel 10 nama itu akan diserahkan kepada presiden dan presiden menyampaikan 10 nama ke DPR. Nanti Komisi III akan menyeleksi lima nama untuk ditetapkan menjadi Pimpinan KPK,” paparnya.
Dikatakan Masinton, proses seleksi yang dilakukan Pansel adalah urusan teknis. Sehingga tidak relevan jika presiden diminta untuk turun tangan.
”Sebagai masukan ya oke, presiden kan juga menerima masukan-masukan, tapi juga enggak perlu presiden turun tangan mengurusi ini. Itu urusan teknis, serahkan Pansel lah memang Pansel dibentuk untuk melakukan kerja teknis, toh keputusan poilitik itu nanti ada di Presiden dan DPR,” tandasnya.
DPR, kata Masinton, juga membuka diri untuk menerima masukan dari masyarakat. ”Kan ada aplikasi DPR Now, itu kan bisa digunakan untuk menyampaikan aspirasi memberikan masukan ke Komisi III yang membidangi masalah hukum untuk melakukan fit and proper test terhadap kelayakan calon Pimpinan KPK,” katanya.
(kri)