Aparatur Sipil Negara Bekerja di Rumah, Efektifkah?

Sabtu, 10 Agustus 2019 - 07:16 WIB
Aparatur Sipil Negara...
Aparatur Sipil Negara Bekerja di Rumah, Efektifkah?
A A A
JAKARTA - Pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara (ASN) bisa bekerja di rumah dan sebaliknya tidak harus ke kantor setiap hari? Wacana inilah yang dilempar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Kementerian membayangkan sistem kerja ASN nanti seperti halnya perusahaan rintisan atau startup.

Wacana yang dilempar Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan-RB Setiawan Wangsaatmaja dalam acara Forum Merdeka Barat di Kantor Kemenpan-RB, Kamis (8/8), tersebut tentu memicu kontroversi. Sebab wacana itu memunculkan berbagai pertanyaan seperti apakah sistem tersebut bisa menjamin disiplin kerja ASN karena dikhawatirkan justru akan membuat ASN bekerja semaunya karena tidak ada yang mengawasi?

Atau apakah ASN sudah memiliki mental profesional sehingga bisa bekerja secara mandiri? Ujung pertanyaan apakah langkah tersebut mampu mewujudkan efisiensi kerja atau sebaliknya justru merusak kinerja, termasuk dalam melayani masyarakat luas? Hingga kemarin Kemenpan-RB belum melakukan kajian atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Kementerian baru sebatas mencoba mengadaptasi bagaimana ASN bisa mengikuti perkembangan teknologi. “Sistem itu tidak dalam waktu dekat. Perlu sistem dan regulasi yang matang untuk mengatur sistem kerja yang mirip dengan perusahaan startup tersebut. Ada fleksibilitas dalam kerja, kita sedang merencanakan itu. Bisa kerja dari rumah, tinggal nanti kita buat aturannya,” ujar Setiawan saat dimintai konfirmasi kemarin.

Dia menuturkan, ASN bisa bekerja di rumah dengan ukuran kinerja yang jelas dan disepakati. Selain itu dilakukan secara selektif, yaitu untuk ASN yang telah terbukti berkinerja baik. "Pengalaman di Australia, ketika hal itu diterapkan, produktivitas pegawai tercatat meningkat," jelasnya.

Setiawan menuturkan, menyambut tahun 2020, Indonesia masuk ke dalam Grand Design Pembangunan ASN 2020–2024. Kemenpan-RB pun gencar memperbaiki kinerja ASN mulai dari tahap rekrutmen yang kini sudah menggunakan sistem digital. Di sisi lain pihaknya juga menyiapkan Smart ASN dengan profil yang disiapkan untuk menghadapi era disrupsi dan tantangan dunia yang semakin kompleks.

Profil Smart ASN meliputi integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai TI dan bahasa asing, berjiwa hospitality, berjiwa entrepreneurship, dan memiliki jaringan luas. “Di tahun 2024 kita ingin mendapatkan anak-anak dengan profil ini (Smart ASN). Dengan itu kita akan mendapat digital talent dan digital leader,” paparnya.

Lebih jauh dia menjelaskan, birokrasi 4.0 ini memiliki empat indikator, yakni percepatan layanan, efisiensi layanan, akurasi layanan, fleksibilitas kerja, dan berdampak sosial. Dengan fleksibilitas waktu kerja ASN, pekerjaan tidak harus dikerjakan di kantor. “Di masa mendatang, beberapa pekerjaan bisa dikerjakan melalui smartphone yang tentu akan lebih efisien dan memperpendek alur birokrasi.’’

Namun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memiliki pikiran lain. Mereka memilih mengusulkan jam kerja ASN lebih fleksibel. Dengan demikian, ASN tidak perlu dijadwalkan masuk kerja pukul 07.30."Sebenarnya sih kita mengarahnya ke fleksibilitas. Jadi ada beberapa K/L yang waktu (masuk) tidak dimulai jam 07.30, ini mungkin bisa jadi alternatif," kata staf ahli Kemenaker Bidang Ekonomi dan SDM Aris Wahyudi di Jakarta kemarin.

Menurut dia, walaupun fleksibel, ASN tetap memiliki rata-rata jam kerja yang sama, yakni 8 jam. ASN hanya perlu menyesuaikan jam masuk mereka dengan jam kepulangannya dengan rentang waktu 8 jam. Sebagai informasi, aturan mengenai jam kerja ASN saat ini diatur dalam Pasal 3 angka 11 Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin ASN.

Kemenaker sendiri saat ini mulai melakukan penyesuaian tersebut. Dengan begitu, pegawai Kemenaker tidak lagi diwajibkan masuk pukul 07.30.Menurut Aris, jam kerja yang lebih fleksibel ini juga dapat mengurangi tingkat kemacetan. Sebab ASN tidak lagi terfokus untuk masuk kerja pukul 07.30. Selain itu adanya kemajuan teknologi juga dinilai mampu mempermudah kerja ASN di luar kantor. "Jadi yang penting kan penyelesaian pekerjaan," ucap Aris.

Merespons wacana tersebut, Komisi II DPR meminta penjelasan Kemenpan-RB. Pasalnya mereka melihat wacana tersebut kontraproduktif mengingat ASN lebih banyak bertugas sebagai pelayan publik.

“Mayoritas pekerjaan ASN adalah pelayanan kepentingan dasar publik. Wacana kerja di rumah bisa untuk sebagian, biasanya sangat kecil dan terbatas, jabatan dan tugas ASN,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Mardani Ali Sera kepada Sindonews di Jakarta, Jumat (9/8) malam.

Mardani menandaskan, wacana ASN bekerja dari rumah ini harus diikuti dengan penjelasan yang komprehensif dari Menpan-RB. Karena lebih dari 2 juta ASN memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda dan persepsi yang berbeda-beda. “Saat di beberapa pemda diketatkan aturan presensi, bahkan ancaman sanksi bagi yang tidak hadir setelah Lebaran, ide ini bisa kontraproduktif,” terangnya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani menilai wacana ASN bisa bekerja di rumah sah-sah saja diterapkan. Hal ini karena dampak dari kemajuan teknologi. Indonesia sendiri harus terbuka menerima perubahan tersebut. Karena itu, mau bekerja di mana pun, produktivitas pekerja tetap menjadi yang paling penting.

"Buat saya mau kerja di mana saja yang penting produktivitasnya. Kalau tinggi kenapa enggak? Kalau duduk di kantor tapi output-nya lebih rendah dibanding dia duduk di rumah tetapi dengan peralatan canggih, kenapa enggak?" tuturnya.

Belajar dari Negara Lain


Salah satu negara yang mengizinkan ASN bekerja dari rumah adalah Finlandia. Meskipun bekerja di rumah, Undang-Undang Bekerja di Rumah tetap mewajibkan para ASN bekerja selama 40 jam selama sepekan. Dengan begitu para ASN diizinkan untuk menyelesaikan tugas di rumah dan merawat anak.

Di Malaysia, pegawai negeri sipil di kementerian federal dan departemen bisa menjalani jam kerja yang fleksibel sejak awal 2019 lalu. Jam kerja fleksibel bertujuan untuk menyeimbangkan waktu untuk pekerjaan dan keluarga.

Para ASN bisa mulai bekerja pukul 7.30 atau 8.30 dan meninggalkan kantor pada pukul 4.30 dan 5.30 sore dengan catatan tetap sembilan jam kerja. "Uji coba awal akan diberlakukan di Kuala Lumpur dan nantinya akan diberlakukan di seluruh Malaysia," kata Direktur Jenderal Departemen Pelayanan Publik Borhan Dolah seperti dilansir The Star.

Chairman Center for Innovative Governance Universitas Indonesia yang juga guru besar Fakultas Ilmu Administrasi Martani Huseini menilai langkah pemerintah menerapkan jam kerja yang fleksibel di lingkungan ASN ini positif. Meski begitu dia menekankan supaya pemerintah berhati-hati menstandardisasi jam kerja.

“Rencana kebijakan ini bisa disebut sebagai standardisasi jam kerja yang sebetulnya harus dipilah-pilah. Artinya ada kegiatan yang tidak harus pakai standar waktu. Mengapa? Sebab sekarang ini eranya inovasi yang berarti stuktur organisasi tidak lagi hierarkis, tidak ada batas waktu namun yang perlu adalah kedisiplinan,” ujarnya kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Menurut dia, jika sekarang adalah era inovasi, perlu standardisasi. Pekerjaan ASN tidak semua berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Namun ada yang memerlukan ide dan konsep misalnya dalam kerja-kerja perencanaan.

“Kemudian taruhlah contoh saya yang seorang dosen punya jam mengajar mulai dari jam 11 siang sampai jam satu, idealnya tidak harus masuk jam delapan pagi sekadar mengabsen. Di satu sisi ASN itu selalu patokannya absensi. Sementara mengukur produktivitasnya juga sulit,” ungkapnya. Dia menambahkan bahwa di negara-negara maju sistem kerja saat ini diukur dengan produktivitas.

Artinya pekerjaan bisa dilakukan di mana pun selama target tercapai. “Jadi mau di mana pun selama targetnya tercapai, berarti produktivitasnya kelihatan. Idenya lahir dan tercipta berarti produktivitasnya kelihatan. Juga bahwa tidak semua produktivitas bergantung pada rutinitas kerja yang diterapkan selama ini masuk jam 8 pagi pulang jam 4 sore,” sebutnya.

Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Riant Nugroho mengungkapkan sangat mungkin di masa mendatang ASN bekerja dari rumah. Dia memprediksi hal tersebut paling cepat terealisasi lima tahun dari sekarang. “Paling lama 10 tahun. Itu pun modelnya bukan semua ASN bekerja dari rumah ya. Tapi bergilir, yakni setiap hari hanya 2/3 ASN yang masuk, sisanya 1/3 bisa jadi jarak jauh,” katanya saat dihubungi, kemarin.

Meski begitu, untuk menuju ke sana, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah pendefinisian ulang tugas ASN yang harus sesuai dengan era digital saat ini. “Jadi tugas ASN harus diredefinisi agar kompatibel dengan era digital. Lalu memperkuat kapabilitas ASN dalam bekerja di era digital ini,” ungkapnya.

Selain itu perlu dibangun budaya digital ASN Indonesia. Dalam hal ini ASN harus fokus pada kontribusi dan tidak lagi bekerja secara top down.“Jadi tidak lagi atasan selalu benar. Tapi sama-sama belajar dan bekerja. ASN juga harus akuntabel dan lincah. Terakhir harus menguasai teknologi,” tuturnya.

Terkait dengan efektivitas kerja, Riant mengatakan hal tersebut tergantung pada definisi kerja dan pengukuran kinerja. Maka dari itu perlu dibangun sebuah sistem yang sesuai dengan era digital terkait dengan definisi kerja dan pengukuran kinerja.

“Saya dulu mengajar di luar negeri absen bisa dilakukan online, bisa dilakukan di mana saja. Tapi ada target kerja yang harus dicapai setiap hari. Begitu juga ASN mendatang. Sangat mungkin nanti kinerja ASN dilakukan oleh mesin. Apalagi di masa mendatang banyak tugas ASN yang akan digantikan mesin,” paparnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1463 seconds (0.1#10.140)