KPU-KPK Sepakat Eks Koruptor Dilarang Nyalon dan Perlu Diatur UU

Senin, 29 Juli 2019 - 20:33 WIB
KPU-KPK Sepakat Eks Koruptor Dilarang Nyalon dan Perlu Diatur UU
KPU-KPK Sepakat Eks Koruptor Dilarang Nyalon dan Perlu Diatur UU
A A A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana menggodok aturan mantan koruptor dilarang maju sebagai kepala daerah. Larangan ini direncanakan diberlakukan dalam Pilkada Serentak 2020 yang akan berlangsung di 270 kabupaten/kota se-Indonesia.

Terkait wacana tersebut, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta, Emrus Sihombing mengatakan, seharusnya aturan ini sudah diberlakukan sejak lama.

Apalagi, dalam Pemilu 2019, aturan tersebut juga sudah berlaku untuk calon anggota legislatif. Namun, Emrus mengingatkan agar hal ini tidak hanya menjadi wacana setiap menjelang gelaran pemilu maka harus ada acuan hukumnya yang tetap.

"Seharusnya itu dibuatkan dalam bentuk undang-undang (UU) supaya nanti para politisi berdebat dan akan masuk ke MK. Tidak ada salahnya KPU masih ada waktu, menyampaikan ke DPR," kata Emrus, Senin (29/7/2019).

"Supaya dilakukan revisi Undang-Undang Pemilu bahwa orang yang terlibat KPK (korupsi), sudah mempunyai status hukum tetap atau mungkin ketika sudah diproses, tidak boleh maju sebagai calon kepala daerah," sambungnya.

(Baca juga: KPK Ultimatum Parpol agar Tak Usung Eks Koruptor di Pilkada 2020)

Alternatif lainnya yaitu agar Presiden diminta untuk membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Dengan begitu, diharapkan ke depan kualitas kepala daerah tersebut semakin bagus.

"Jadi tujuan kita yaitu bagaimana menghasilkan pemimpin legislatif dan eksekutif yang berkualitas," ucapnya.

Komisioner KPU Pramono Ubaid Thantowi menyatakan, pihaknya akan mulai menyusun aturan yang melarang eks koruptor menjadi caleg di Pemilu 2019.

"Usulan KPK itu sebenarnya sejalan dengan gagasan yang diusung oleh KPU saat melarang mantan narapidana korupsi dicalonkan sebagai caleg dalam Pemilu 2019 kemarin," kata Ubaid Thantowi, Senin (29/7/2019).

Menurutnya, KPU tengah membahas perihal tersebut untuk dimasukkan dalam aturan pilkada 2020 mendatang. "Sebagai gagasan, apa yang kita usung dalam Pemilu kemarin tentu harus dilanjutkan dalam Pilkada. Tapi, detail-detail ini semua harus kami diskusikan terlebih dahulu di internal KPU," ungkapnya.

Pramono mengatakan, kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang kembali terjerat suap jual beli jabatan menjadi bukti, bahwa mantan narapidana korupsi memang tidak selayaknya diberi amanat kembali untuk menjadi pejabat publik.

"Kalau KPK baru mengimbau, KPU malah sudah melangkah lebih jauh menyusun peraturan yang melarang mantan napi koruptor mencalonkan dalam Pileg kemarin. KPU kan sudah lebih maju dibanding sekadar mengimbau," pungkas Pramono.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4608 seconds (0.1#10.140)