Market Socialism dalam Pembangunan Indonesia

Senin, 15 Juli 2024 - 08:29 WIB
loading...
Market Socialism dalam...
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf khusus menteri keuangan

PADA dinamika perekonomian global, terdapat dua sistem ekonomi yang sering kali ditempatkan pada spektrum ideologi yang berlawanan yakni kapitalisme di sisi kanan dan sosialisme di sisi kiri. Kedua sistem ini menawarkan pendekatan yang berbeda dalam mengelola sumber daya dan distribusi kekayaan dalam masyarakat.

Kapitalisme, dengan penekanan pada pasar bebas dan kepemilikan pribadi, mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi melalui persaingan.

Di sisi lain, sosialisme berfokus pada keadilan sosial dan distribusi yang lebih merata dari kekayaan, dengan peran negara yang kuat dalam mengatur ekonomi. Pemahaman mendalam tentang kedua sistem ini sangat penting untuk menilai cara yang digunakan dalam memengaruhi perekonomian dunia dan kehidupan masyarakat.

Jerman merupakan salah satu negara dengan sistem ekonomi "market socialism" yang sangat kuat, di mana negara berperan sebagai institusi yang paling berpengaruh dalam mengelola perekonomian. Dalam sistem ini, Jerman menggabungkan mekanisme pasar bebas dengan kebijakan-kebijakan sosial yang bertujuan untuk memastikan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Pajak dan subsidi menjadi instrumen utama dalam kebijakan fiskal Jerman, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus melindungi masyarakat dari ketidakadilan sosial dan ekonomi. Melalui sistem perpajakan yang progresif, Jerman mampu mengumpulkan dana yang signifikan untuk membiayai berbagai program sosial dan infrastruktur publik.

Subsidi diberikan untuk mendukung sektor-sektor strategis dan memastikan akses yang merata terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Alhasil, melalui pendekatan sosial pasar tersebut memungkinkan Jerman untuk menikmati manfaat dari pasar bebas sambil menjaga prinsip-prinsip keadilan sosial.

Potret Pendidikan dan Kesehatan di Indonesia

Berdasarkan teori ekonomi kesejahteraan, peran sektor pendidikan dan kesehatan yang krusial seharusnya dikuasai dan dikelola dengan sangat baik oleh pemerintah untuk memastikan pemerataan dan keadilan sosial. Teori tersebut menekankan bahwa layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan memiliki efek positif eksternalitas yang signifikan, di mana manfaat dari pendidikan yang baik dan layanan kesehatan yang berkualitas tidak hanya dirasakan oleh individu yang langsung menerima layanan, melainkan juga oleh masyarakat secara keseluruhan.

Bermula dari hadirnya peran pemerintah sebagai pengelola utama, maka standarisasi dan pengawasan kualitas akan dapat diterapkan secara menyeluruh serta mengurangi ketimpangan akses pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pengelolaan sektor pendidikan dan kesehatan oleh pemerintah dapat memungkinkan alokasi sumber daya yang lebih adil dan efektif sehingga bahwa semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok-kelompok yang rentan, dapat memperoleh kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan dan layanan kesehatan.

Pada perkembangannya hingga saat ini kondisi kesehatan dan pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan. Sektor kesehatan dan Pendidikan di Indonesia hingga kini masih menghadapi berbagai tantangan yang signifikan, meski telah terdapat upaya perbaikan dari pemerintah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2023, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di angka 72,29 yang menunjukkan adanya peningkatan namun masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang memiliki IPM di atas 80.

Selain itu, di sektor kesehatan, prevalensi stunting pada anak-anak di Indonesia pun masih tinggi yakni sebesar 21,6% pada tahun 2023 menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Angka tersebut masih jauh di atas standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menganggap prevalensi stunting di bawah 20% sebagai tingkat yang bisa diterima.

Selain itu, sebagai perbandingan, negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand telah memiliki prevalensi stunting yang jauh lebih rendah daripada Indonesia yang masing-masing berada di angka sekitar 12% dan 10%. Tak hanya itu, di bidang Pendidikan pun Indonesia masih memiliki tantangan yang signifikan. Pasalnya, meski tingkat partisipasi sekolah meningkat, namun kualitas pendidikan masih menjadi isu utama.

Data Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2023 menunjukkan bahwa skor rata-rata Indonesia dalam membaca adalah 371, dalam matematika adalah 379, dan dalam sains adalah 396. Angka-angka tersebut jauh di bawah rata-rata global yang masing-masing berada di sekitar 487, 489, dan 491. Rendahnya skor PISA ini mencerminkan adanya masalah fundamental dalam sistem pendidikan Indonesia, termasuk kualitas pengajaran, kurikulum yang kurang relevan, serta kurangnya akses terhadap fasilitas pendidikan yang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil.

Integritas Pemerintah Kunci Keberhasilan Pembangunan

Indonesia dapat mengambil banyak pelajaran berharga dari Jerman mengenai pentingnya peran pemerintah dalam mengelola sektor kesehatan dan pendidikan. Pengalaman Jerman menunjukkan bahwa intervensi pemerintah yang efektif dapat menghasilkan layanan publik berkualitas tinggi yang merata, yang pada gilirannya menciptakan kesejahteraan umum dan mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Pengalaman yang dimiliki Jerman dapat menjadi panduan bagi Indonesia untuk mengembangkan sistem kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, di mana peran pemerintah yang kuat, pemerintahan yang bersih, dan kebijakan pajak yang efektif adalah kunci utama keberhasilan.

Demi mencapai kemajuan dan perkembangan yang diinginkan, sebuah negara harus mampu menjalankan pemerintahan yang baik dan bersih. Pemerintahan yang efektif dan transparan tidak hanya meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya, tetapi juga membangun kepercayaan publik serta mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Tanpa tata kelola yang baik, berbagai upaya pembangunan dapat terhambat oleh inefisiensi, korupsi, dan ketidakadilan dalam distribusi manfaat pembangunan.

Oleh sebab itu, kita harus yakin bahwa supremasi hukum merupakan framework utama kemajuan suatu bangsa. Penegakan hukum yang adil dan berlaku sama untuk semua akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi, investasi, dan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan, yang pada akhirnya akan membawa negara menuju status negara maju (2045).

Pemerintahan yang bersih dan baik, akan berdampak juga pada pengelolaan pajak, sebagai sumber penerimaan utama negara. Kita semua memahami bahwa pajak adalah sumber pendapatan utama bagi negara untuk membiayai berbagai program pemerintah dan inisiatif publik. Pajak bisa juga menjadi salah satu ukuran kepercayaan masyarakat (trust) pada pemerintah.

Semakin baik tingkat kepercayaan, makin baik kepedulian Masyarakat pada pemerintah yang diwujudkan dengan kerelaan membayar pajak. Oleh karenanya, pemerintah perlu terus berupaya memperbaiki penerapan prinsip-prinsip good governance, termasuk akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi public dalam menjalankan pemerintahan.

Kolaborasi yang terjalin antara pemerintahan yang bersih, supremasi hukum, dan sistem perpajakan yang efektif, akan memberikan dampak signifikan terhadap daya saing ekonomi, tingkat korupsi, dan kualitas lingkungan usaha di Indonesia. Supremasi hukum menjamin stabilitas dan keadilan, yang menjadi daya tarik bagi investasi domestik dan asing.

Kombinasi ketiga elemen ini menciptakan lingkungan usaha yang kondusif, mengurangi tingkat korupsi, dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di kancah global sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Semoga.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1195 seconds (0.1#10.140)