Perindo Kasih Catatan Penting bagi Plt Ketua KPU Baru agar Pilkada 2024 Ramah Disabilitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPP Bidang Inklusif dan Keberagaman Partai Perindo Anjas Pranowo memberikan catatan penting bagi Plt Ketua KPU Mochammad Afifuddin yang baru saja dilantik. Beberapa catatan itu agar pelaksanaan Pilkada Serentak November 2024 ramah disabilitas.
Anjas meminta KPU menyediakan kertas braille saat hari pencoblosan. Jika tidak ada kertas tersebut penyandang disabilitas netra yang akan mencoblos surat suara tentunya perlu pendamping di bilik suara.
Pendamping itu tentunya bertentangan dengan asas pemilu yang bersifat bebas, rahasia, jujur, dan adil. "Kita ambil contoh katakanlah, dari Indonesia Merdeka hingga sekarang pemilu berlangsung kertas KPU, kertas surat suara itu yang diproduksi KPU tidak ada satu pun yang kertas braille. Nah, ini kan juga menjadi tanda tanya," ujar Anjas, Senin (8/7/2024).
Infrastruktur sarana penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU juga masih sangat minim atau tidak aware terhadap teman-teman disabilitas. Teman-teman tuna daksa terkadang kesulitan menuju bilik suara karena keterbatasan yang dimiliki.
"Kemudian, KPU dalam arti penyelenggara itu juga harusnya bicara pada teman-teman daksa. Teman-teman yang memiliki akses terbatas sebenarnya harus di-push, untuk mereka (KPU) yang menjemput bola , teman-teman disabilitas di rumah mereka masing-masing," ucapnya.
Menurut Anjas, penyandang disabilitas sebenarnya cukup antusias ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan ini. Namun, keterbatasan terkadang menjadi penghambat.
Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) pernah mencatat 20 jutaan penyandang disabilitas masuk sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Hal-hal sederhana dalam proses Pilkada nantinya juga perlu untuk bahan evaluasi. Untuk Pak Plt yang baru terpilih sebagai Ketua KPU karena ini juga akan berhadapan dengan total populasi disabilitas. Data dari BPS tahun 2022 itu ada 20 sekian juta, itu kan angka yang sangat besar," katanya.
Anjas meminta KPU menyediakan kertas braille saat hari pencoblosan. Jika tidak ada kertas tersebut penyandang disabilitas netra yang akan mencoblos surat suara tentunya perlu pendamping di bilik suara.
Pendamping itu tentunya bertentangan dengan asas pemilu yang bersifat bebas, rahasia, jujur, dan adil. "Kita ambil contoh katakanlah, dari Indonesia Merdeka hingga sekarang pemilu berlangsung kertas KPU, kertas surat suara itu yang diproduksi KPU tidak ada satu pun yang kertas braille. Nah, ini kan juga menjadi tanda tanya," ujar Anjas, Senin (8/7/2024).
Infrastruktur sarana penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU juga masih sangat minim atau tidak aware terhadap teman-teman disabilitas. Teman-teman tuna daksa terkadang kesulitan menuju bilik suara karena keterbatasan yang dimiliki.
"Kemudian, KPU dalam arti penyelenggara itu juga harusnya bicara pada teman-teman daksa. Teman-teman yang memiliki akses terbatas sebenarnya harus di-push, untuk mereka (KPU) yang menjemput bola , teman-teman disabilitas di rumah mereka masing-masing," ucapnya.
Menurut Anjas, penyandang disabilitas sebenarnya cukup antusias ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan ini. Namun, keterbatasan terkadang menjadi penghambat.
Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) pernah mencatat 20 jutaan penyandang disabilitas masuk sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT).
"Hal-hal sederhana dalam proses Pilkada nantinya juga perlu untuk bahan evaluasi. Untuk Pak Plt yang baru terpilih sebagai Ketua KPU karena ini juga akan berhadapan dengan total populasi disabilitas. Data dari BPS tahun 2022 itu ada 20 sekian juta, itu kan angka yang sangat besar," katanya.
(jon)