Tentang Pernikahan Orang Tionghoa dengan Orang Indonesia
loading...
A
A
A
Kinanti yang mempunyai cita-cita membuat usaha jamu merasa cocok dengan Pandu. Apalagi keluarga Pandu adalah keluarga yang usahanya adalah jual beli rempah-rempah. Kinanti bermimpi bahwa ia bisa bekerja membantu usaha keluarga Pandu dan mengembangkan usaha dengan membuat jamu sendiri. Kinanti memutuskan untuk berhenti kuliah dan menikah dengan Pandu.
Namun cita-cita Kinanti harus bertabrakan dengan kenyataan. Cik Tanti, kakak perempuan Pandu tidak mengijinkan Kinanti membantu usaha rempah. Cik Tanti memang tidak menyukai Kinanti karena alasan ia bukan perempuan Tionghoa. Selain Kinanti tidak diijinkan bekerja di perusahaan keluarga, Pandu yang bekerja di perusahaan keluarga digaji sangat kecil.
Penghasilan yang kecil ini membuat Kinanti bertekad membantu ekonomi keluarganya. Mula-mula ia berupaya membuat jamu. Namun usaha ini dihalangi oleh Cik Tanti. Akhirnya Kinanti mendirikan toko kelontong kecil. Ia menjual emas tabungannya sebagai modal mendirikan toko kelontong. Sejak itu Kinanti patah hati dan melupakan cita-citanya mendirikan usaha jamu.
Kehidupan keluarga Pandu sangat tergantung dari usaha keluarga yang dikelola oleh Cik Tanti. Termasuk biaya kuliah Arumi, anak Pandu dengan Kinanti. Cik Tanti yang tidak menikah meminta semua keponakannya memanggilnya mami. Cik Tanti yang tidak suka dengan Kinanti, membedakan perlakuan dukungan pembiayaan Arumi dengan keponakan-keponakannya yang lain. Dukungan keuangan kepada Arumi sangat dibatasi. Arumi harus bekerja sambil kuliah. Ia berjualan baju yang dibelinya di Solo dan dijual di Jakarta.
baca juga: Sastra Melayu Tionghoa, Asing di Negeri Sendiri
Kejadian Kinanti sakit membuat Arumi menyadari bahwa keluarga besar ayahnya pilih kasih. Arumi memilih untuk cuti kuliah dan merawat ibunya. Keputusan cuti kuliah ini membuat Cik Tanti marah dan mengancam untuk memberhentikan dukungan keuangan kepada Arumi. Namun Arumi bertekad untuk merawat ibunya.
Melalui sebuah kunjungan ke Wonosobo, Arumi tahu bahwa sang ibu – Kinanti, mempunyai cita-cita untuk mengembangkan usaha jamu. Dilandasi kepada penderitaan ibunya dan dendam kepada perlakuan keluarga ayahnya, Arumi bertekad untuk melanjutkan cita-cita ibunya. Arumi berhasil membangun usaha jamu.
Keberhasilan Arumi membangun usaha jamu ini membuat Cik Tanti dan keluarga besar Pandu sadar bahwa Arumi adalah anak hebat. Mereka berusaha untuk menanam budi kepada usaha Arumi. Namun Arumi selalu menolak. Usaha Arumi sukses, sementara Cik Tanti menghadapi kebangkrutan karena utang yang harus dibayar kepada bank. Arumi mampu menutupi utang keluarga Pandu kepada bank sehingga usaha jual beli rempah keluarga Pandu bisa berlanjut.
Saya agak kurang suka dengan bagian ini. Mengapa harus ada penghukuman kepada Cik Tanti dengan bentuk kebangkrutan usaha? Padahal tanpa peristiwa kebangkrutan Cik Tanti, cerita tetap bisa mengalir dengan menarik. Peristiwa bangkrutnya Cik Tanti dan keberhasilan Arumi untuk menolong usaha keluarga papanya ini malah membuat cerita menjadi klise.
Novel ini ditutup dengan epilog, di mana Arumi yang sedang mengandung berkunjung ke makam Kinanti bersama dengan Bagas (Tionghoa) suami dari Arumi. Saya suka Rina memilih untuk membuat Arumi dan Bagas menjadi suami istri. Dengan pilihan ini Rina tidak menancapkan rasa rasialis. Arumi tidak membenci etnik Tionghoa karena perlakuan keluarga ayahnya, khususnya Cik Tanti kepada keluarga Pandu.
Namun cita-cita Kinanti harus bertabrakan dengan kenyataan. Cik Tanti, kakak perempuan Pandu tidak mengijinkan Kinanti membantu usaha rempah. Cik Tanti memang tidak menyukai Kinanti karena alasan ia bukan perempuan Tionghoa. Selain Kinanti tidak diijinkan bekerja di perusahaan keluarga, Pandu yang bekerja di perusahaan keluarga digaji sangat kecil.
Penghasilan yang kecil ini membuat Kinanti bertekad membantu ekonomi keluarganya. Mula-mula ia berupaya membuat jamu. Namun usaha ini dihalangi oleh Cik Tanti. Akhirnya Kinanti mendirikan toko kelontong kecil. Ia menjual emas tabungannya sebagai modal mendirikan toko kelontong. Sejak itu Kinanti patah hati dan melupakan cita-citanya mendirikan usaha jamu.
Kehidupan keluarga Pandu sangat tergantung dari usaha keluarga yang dikelola oleh Cik Tanti. Termasuk biaya kuliah Arumi, anak Pandu dengan Kinanti. Cik Tanti yang tidak menikah meminta semua keponakannya memanggilnya mami. Cik Tanti yang tidak suka dengan Kinanti, membedakan perlakuan dukungan pembiayaan Arumi dengan keponakan-keponakannya yang lain. Dukungan keuangan kepada Arumi sangat dibatasi. Arumi harus bekerja sambil kuliah. Ia berjualan baju yang dibelinya di Solo dan dijual di Jakarta.
baca juga: Sastra Melayu Tionghoa, Asing di Negeri Sendiri
Kejadian Kinanti sakit membuat Arumi menyadari bahwa keluarga besar ayahnya pilih kasih. Arumi memilih untuk cuti kuliah dan merawat ibunya. Keputusan cuti kuliah ini membuat Cik Tanti marah dan mengancam untuk memberhentikan dukungan keuangan kepada Arumi. Namun Arumi bertekad untuk merawat ibunya.
Melalui sebuah kunjungan ke Wonosobo, Arumi tahu bahwa sang ibu – Kinanti, mempunyai cita-cita untuk mengembangkan usaha jamu. Dilandasi kepada penderitaan ibunya dan dendam kepada perlakuan keluarga ayahnya, Arumi bertekad untuk melanjutkan cita-cita ibunya. Arumi berhasil membangun usaha jamu.
Keberhasilan Arumi membangun usaha jamu ini membuat Cik Tanti dan keluarga besar Pandu sadar bahwa Arumi adalah anak hebat. Mereka berusaha untuk menanam budi kepada usaha Arumi. Namun Arumi selalu menolak. Usaha Arumi sukses, sementara Cik Tanti menghadapi kebangkrutan karena utang yang harus dibayar kepada bank. Arumi mampu menutupi utang keluarga Pandu kepada bank sehingga usaha jual beli rempah keluarga Pandu bisa berlanjut.
Saya agak kurang suka dengan bagian ini. Mengapa harus ada penghukuman kepada Cik Tanti dengan bentuk kebangkrutan usaha? Padahal tanpa peristiwa kebangkrutan Cik Tanti, cerita tetap bisa mengalir dengan menarik. Peristiwa bangkrutnya Cik Tanti dan keberhasilan Arumi untuk menolong usaha keluarga papanya ini malah membuat cerita menjadi klise.
Novel ini ditutup dengan epilog, di mana Arumi yang sedang mengandung berkunjung ke makam Kinanti bersama dengan Bagas (Tionghoa) suami dari Arumi. Saya suka Rina memilih untuk membuat Arumi dan Bagas menjadi suami istri. Dengan pilihan ini Rina tidak menancapkan rasa rasialis. Arumi tidak membenci etnik Tionghoa karena perlakuan keluarga ayahnya, khususnya Cik Tanti kepada keluarga Pandu.