Senator Filep Dorong BPK Audit Cost Recovery LNG Tangguh, Pupuk Kaltim, hingga Dana Otsus

Jum'at, 05 Juli 2024 - 01:02 WIB
loading...
A A A
Menurut pimpinan Komite I DPD ini, ketidaktransparanan BP mengenai sumber dana CSR BP telah membohongi publik seolah dana CSR BP bersumber dari keuntungan BP, yang harusnya dikeluarkan tersendiri dari total keuntungan BP Tangguh dan bukan menggunakan cost recovery.

Dia menduga telah terjadi permainan regulasi yang merugikan daerah dan masyarakat daerah, tapi menguntungkan BP Tangguh, SKK Migas, dan pihak terkait lainnya.

Dia mengingatkan dalam Pasal 11 ayat (3) UU Migas, disebutkan bahwa kontrak kerja kegiatan hulu baik eksplorasi dan eksploitasi di antaranya harus memuat ketentuan pokok mengenai pengelolaan lingkungan hidup, pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.

Ketentuan yang sama diatur dalam Pasal 40 ayat (5) yang menyebutkan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

“Dalam ketentuan ini adalah keikutsertaan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi dan kemampuan masyarakat setempat antara lain mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas tertentu serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta keharmonisan antara Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dengan masyarakat sekitarnya,” ujar Filep.

Namun dalam penerapannya, cost recovery yang dimaksud adalah biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil (DBH). Inilah yang membuat perusahaan diuntungkan. Istilah cost recovery oleh perusahaan dimaknai dengan pengganti biaya produksi yakni biaya untuk mengganti belanja eksplorasi, pengembangan lapangan, dan operasi yang dikeluarkan kontrak bagi hasil.

Dengan kata lain, dana itu adalah uang yang dipinjamkan dan nanti juga dipotong oleh DBH migas yang dikucurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sesungguhnya cost recovery ini bermasalah karena negara kerap kali menanggung beban cost recovery yang membengkak, sehingga jatah minyak dan gas menurun drastis, padahal tingginya cost recovey ini sering disebabkan karena inefisiensi perusahaan.

Filep menekankan hal yang paling dikhawatirkan pada gilirannya, mekanisme ini akan menyebabkan DBH Migas menyusut dan Pemda tidak mendapat apa pun, terlebih masyarakat adat.

Artinya, dengan memakai dasar hukum PP Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, cost recovery dipraktikkan untuk menguntungkan perusahaan.

“Tak hanya itu, salah satu klaim BP Tangguh soal CSR ialah pemberdayaan ekonomi masyarakat asli Bintuni lewat pendirian 4 perusahaan berbendera Subitu yakni 1) PT. Subitu Karya Busana (SKB); 2) PT. Subitu Inti Konsultan (SIK); 3) PT. Subitu Karya Teknik (SKT) dan 4) PT. Subitu Trans Maritim (STM). Berdasarkan hasil advokasi kami, diketahui dari sekian banyak program, program Subitu yang paling menonjol karena menyedot anggaran cukup besar, melibatkan banyak mitra kerja, (Unipa, Ikopin, Pupuk, Yayasan Satu Nama, Yayasan Matsushita),” ungkapnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1697 seconds (0.1#10.140)