Komnas HAM: Penjara di Indonesia Penuh karena Banyak Persoalan Agama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menyebut kasus-kasus yang menyangkut dengan persoalan agama menjadi salah satu faktor yang membuat Lembaga Permasyarakatan (Lapas) menjadi kelebihan muatan (over crowded).
Hal itu disebabkan lantaran proses penanganan pidana kasus penodaan agama yang sangat mudah. Sehingga, siapapun yang disangkakan bisa langsung ditindaklanjuti. (Baca juga: Selama 2020, YLBHI Temukan Puluhan Kasus Penodaan Agama)
"Saya selalu mengatakan, saya juga diminta diskusi tentang overcrowded di Lapas dan Rutan, kalau misalnya kasus-kasus seperti itu kita pidanakan ya engga enaklah, penjara kita makin penuh," kata Taufan dalam Webinar bertajuk 'Tren Penodaan Agama di Indonesia', Jumat (21/8/2020).
Dia mencontohkan, kasus Meiliana yang protes karena kerasnya suara toa masjid yang kemudian dipidanakan. Menurutnya, masih ada upaya lain yang seharusnya bisa ditempuh selain pidana.
"Memang perilaku Meiliana kurang sopan, tapi bukan berarti dipidana," bebernya. (Baca juga: Menag: HTI Bubar, Sistem Khilafah Otomatis Tertolak di Indonesia)
Menurut dia, jika persoalan agama ini masih sangat mudah untuk ditindaklanjuti ke proses pidana, maka pemerintah harus mengeluarkan anggaran negara lebih banyak.
"Setiap orang yang diproses hukum itu ada uang negara yang dikeluarkan, mulai dari proses pemeriksaan, penuntutan, peradilan, sampai kalau dia dipenjarakan hidupnya di dalam rutan dan LP, itu kan ditanggung oleh negara," pungkasnya. (Baca juga: Drummer J-Rocks dan 3 Kru Ditangkap Polisi)
Hal itu disebabkan lantaran proses penanganan pidana kasus penodaan agama yang sangat mudah. Sehingga, siapapun yang disangkakan bisa langsung ditindaklanjuti. (Baca juga: Selama 2020, YLBHI Temukan Puluhan Kasus Penodaan Agama)
"Saya selalu mengatakan, saya juga diminta diskusi tentang overcrowded di Lapas dan Rutan, kalau misalnya kasus-kasus seperti itu kita pidanakan ya engga enaklah, penjara kita makin penuh," kata Taufan dalam Webinar bertajuk 'Tren Penodaan Agama di Indonesia', Jumat (21/8/2020).
Dia mencontohkan, kasus Meiliana yang protes karena kerasnya suara toa masjid yang kemudian dipidanakan. Menurutnya, masih ada upaya lain yang seharusnya bisa ditempuh selain pidana.
"Memang perilaku Meiliana kurang sopan, tapi bukan berarti dipidana," bebernya. (Baca juga: Menag: HTI Bubar, Sistem Khilafah Otomatis Tertolak di Indonesia)
Menurut dia, jika persoalan agama ini masih sangat mudah untuk ditindaklanjuti ke proses pidana, maka pemerintah harus mengeluarkan anggaran negara lebih banyak.
"Setiap orang yang diproses hukum itu ada uang negara yang dikeluarkan, mulai dari proses pemeriksaan, penuntutan, peradilan, sampai kalau dia dipenjarakan hidupnya di dalam rutan dan LP, itu kan ditanggung oleh negara," pungkasnya. (Baca juga: Drummer J-Rocks dan 3 Kru Ditangkap Polisi)
(thm)