Penahanan Komut PT HS, IPW Sebut Penyidik Dittipideksus Langgar Aturan

Kamis, 02 Mei 2019 - 11:02 WIB
Penahanan Komut PT HS, IPW Sebut Penyidik Dittipideksus Langgar Aturan
Penahanan Komut PT HS, IPW Sebut Penyidik Dittipideksus Langgar Aturan
A A A
JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyoroti penahanan Komisaris Utama PT Hosion Sejati, KHW oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Mabes Polri. Menurutnya, penahanan itu melanggar hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Menurut Neta, adanya akta perdamaian KHW dengan ATS, Direktur PT Hosion Sejati (HS) yang menjadi pelapor tuduhan penggelapan dana perusahaan, sejatinya sudah cukup kuat menghentikan kasus yang bermuara sengketa kepemilikan saham tersebut. Terlebih, hingga kini belum ada resmi audit resmi keuangan PT HS yang menjadi bukti permulaan terjadinya tindak pidana penggelapan dana perusahan.

"Artinya perkara tersebut harus ditutup. Memang sebelum berdamai, setelah perkaranya ditangani polisi, sebaiknya kedua pihak melibatkan polisi sebagai saksi, sehingga otomatis polisi mengetahui persis perdamaian itu," katanya di Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Atas hal tersebut, Neta S Pane mempertanyakan sikap penyidik Dittipideksus yang menangani perkara KHW sebagai aparatur penegakan hukum malah mengabaikan akta perdamaian dan diduga melakukan pelanggaran hukum.

"Apa yang dilakukan penyidik Dittipideksus itu tidak sekadar pelanggaran hukum. Tapi juga pelanggaran HAM," katanya.

Untuk menghindari tudingan tudingan negatif seharusnya jajaran Dittipideksus bersikap arif dan jangan mengedepankan arogansi dan segera menutup kasus itu. Neta menjelaskan, semestinya setelah dokumen perdamaian diserahkan dan pelapor mencabut laporannya, pihak kepolisian bisa menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

"Itu prosedurnya. Kalau sudah dilalui dan polisi masih tetap melanjutkan perkara, maka tentu menjadi aneh," ujarnya.

Sementara kuasa hukum KHW, Laurensius Ataupah mengatakan, sengketa kliennya dengan ATS sebenarnya sudah terselesaikan lewat akta perdamaian yang dibuat pada 1 Februari 2019. Sebelumnya, KHW dan ATS saling membuat laporan polisi.

"Karena akta perdamaian itu, penyidik Dittipidum (Direktorat Tindak Pidana Umum) menghentikan kasus karena KHW mencabut laporannya. ATS juga dilepaskan, setelah tiga hari ditahan, sejak 29 Januari 2019 dan dilepaskan atau ditangguhkan penahanannya pada 1 Februari 2019. Lalu yang bersangkut buat surat perdamaian yang akhirnya setelah ke notaris dia batalkan dan pungkiri secara sepihak," katanya.

Lauren meyakini, penyidik Dittipideksus bagai mengabaikan penerapan keadilan restoratif atau restorative justice yang termaktub dalam Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018. Apakah penyidik Dittipideksus mau mengabaikan aturan yang dibuat Kapolri?," kata Lauren.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9203 seconds (0.1#10.140)