Efek Samping Dinilai Bukan Satu-satunya Alasan Tolak Obat COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi Nasional Penilai Obat, Rianto Setiabudi menilai efek samping bukan merupakan satu-satunya alasan atau cara untuk menolak obat virus Corona (COVID-19) jika ke depannya berhasil ditemukan. Menurutnya, ada banyak aspek yang dipertimbangkan pihaknya dalam menilai kelayakan obat tersebut.
"Efek samping yang melekat pada suatu obat tidak merupakan satu-satunya buat kita untuk menolak obat tersebut," ujar Rianto saat konferensi pers di Kantor BPOM, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Rabu (19/8/2020). (Baca juga: Mardani Ali Sera: Selamatkan Rakyat Dulu, Baru Ekonomi)
Lebih lanjut dia menuturkan setidaknya dalam menilai obat, pihaknya menimbang risiko dan juga keuntungan. Rianto pun menyebut contoh obat kanker yang memiliki efek samping yang dahsyat, mulai dari rambut rontok hingga luka yang banyak, namun tetap disetujui.
"Obat antikanker itu adalah obat yang efek sampingnnya dahsyat sekali, sering kali rambut rontok, enggak mau makan, luka dimana-dimana tapi toh kita setujui, karena dia bisa memperpanjang hidup orang sekian bulan atau sekian tahun. Jadi mohon ya. efek samping yang ada itu tidak merupakan satu-satunya pertimbangan," tuturnya.
Selain itu, untuk meminimalisir efek samping, ada ragam cara lainnya. Dia mencontohkan, misalnya dengan memodifikasi dosis yang ada, memberikannya setelah makan, dan lain sebagainya. "Jadi untuk ini efek samping pertimbangannya luas ya," ucapnya.
Dia memastikan segala upaya pengembangan obat COVID-19 adalah bentuk kemanusiaan. Menurutnya, Indonesia juga harus mampu menunjukkan kepada dunia internasional bahwa sebenarnya peneliti Indonesia mampu berkontribusi dan melakukan penelitian yang kredibel. (Baca juga: Sebut Ada Ancaman, Sejumlah Purnawirawan TNI Temui Rizal Ramli)
"Dalam melakukannya kita tetap menjaga keselamatan subjek manusia. Jadi tujuannya harus baik dan caranya pun harus baik," tutupnya.
"Efek samping yang melekat pada suatu obat tidak merupakan satu-satunya buat kita untuk menolak obat tersebut," ujar Rianto saat konferensi pers di Kantor BPOM, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Rabu (19/8/2020). (Baca juga: Mardani Ali Sera: Selamatkan Rakyat Dulu, Baru Ekonomi)
Lebih lanjut dia menuturkan setidaknya dalam menilai obat, pihaknya menimbang risiko dan juga keuntungan. Rianto pun menyebut contoh obat kanker yang memiliki efek samping yang dahsyat, mulai dari rambut rontok hingga luka yang banyak, namun tetap disetujui.
"Obat antikanker itu adalah obat yang efek sampingnnya dahsyat sekali, sering kali rambut rontok, enggak mau makan, luka dimana-dimana tapi toh kita setujui, karena dia bisa memperpanjang hidup orang sekian bulan atau sekian tahun. Jadi mohon ya. efek samping yang ada itu tidak merupakan satu-satunya pertimbangan," tuturnya.
Selain itu, untuk meminimalisir efek samping, ada ragam cara lainnya. Dia mencontohkan, misalnya dengan memodifikasi dosis yang ada, memberikannya setelah makan, dan lain sebagainya. "Jadi untuk ini efek samping pertimbangannya luas ya," ucapnya.
Dia memastikan segala upaya pengembangan obat COVID-19 adalah bentuk kemanusiaan. Menurutnya, Indonesia juga harus mampu menunjukkan kepada dunia internasional bahwa sebenarnya peneliti Indonesia mampu berkontribusi dan melakukan penelitian yang kredibel. (Baca juga: Sebut Ada Ancaman, Sejumlah Purnawirawan TNI Temui Rizal Ramli)
"Dalam melakukannya kita tetap menjaga keselamatan subjek manusia. Jadi tujuannya harus baik dan caranya pun harus baik," tutupnya.
(kri)