Bukan Toleransi, Ijtima Ulama MUI: Haram Muslim Ucap Salam Doa Khusus Agama Lain

Sabtu, 01 Juni 2024 - 10:48 WIB
loading...
Bukan Toleransi, Ijtima...
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat hari raya bagi agama lain. Bahkan, MUI menerbitkan fatwa haram, Sabtu (1/6/2024). Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat hari raya bagi agama lain. Bahkan, MUI menerbitkan fatwa haram bagi umat muslim mengucapkan salam yang berdimensi doa khusus agama lain.

Fatwa itu diputuskan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan, penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam dengan sertakan salam berbagai agama bukan termasuk bentuk makna dari toleransi dan moderasi.



Dalam Islam, kata Asroun, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah. Untuk itu, sambungnya, harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.

"Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," terang Asroun dalam keterangan tertulis yang dikutip, Sabtu (1/6/2024).

Asroun berkata, pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi atau moderasi yang dibenarkan.

"Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu’alaikum dan/atau salam nasional atau salam lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi," tutur Asroun.

Kendati demikian, Asroun menyampaikan, umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan kepada umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar. Ia berkata, setidaknya ada dua bentuk toleransi beragama.

Pertama dalam hal akidah, kata Asroun, toleransi ini seperti memberikan kebebasan kepada umat agama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannya dan tidak menghalangi pelaksanaannya.

Kedua, muamalah. Asroun berkata, bentuk toleransi ini seperti bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"Toleransi umat beragama harus dilakukan selama tidak masuk ke dalam ranah akidah, ibadah ritual dan upacara-upacara keagamaan, seperti mengucapkan selamat hari raya agama lain, menggunakan atribut hari raya agama lain, memaksakan untuk mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain atau tindakan yang tidak bisa diterima oleh umat beragama secara umum," tandasnya.

Sekadar informasi, Ijtima Ulama itu diikuti oleh 654 peserta dari unsur pimpinan lembaga fatwa Ormas Islam Tingkat Pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan fakultas Syariah perguruan tinggi ke-Islaman.

Kemudian, ada juga perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan muslim dan ahli hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau. Acara Intima Ulama itu, dibuka oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1561 seconds (0.1#10.140)