MK Tolak Permohonan Gerindra yang Minta Penghitungan Suara Ulang di Jabar IX
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Partai Gerindra yang meminta penghitungan suara ulang Pileg DPR di Dapil Jawa Barat IX. Dapil ini meliputi Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Sumedang.
"Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan putusan dismissal sengketa Pileg 2024 di ruang sidang Gedung MK, Selasa (21/5/2024).
Dalam pertimbangannya, MK menilai Gerindra tidak menguraikan secara jelas mengenai kesalahan perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil perhitungan yang benar menurut Pemohon. Gerindra hanya mencantumkan perolehan suara tanpa adanya penjelasan jumlah suara Pemohon yang berubah ataupun jumlah suara yang bergeser atau penambahan suara Partai Nasdem.
"Bahwa setelah Mahkamah memeriksa secara saksama Permohonan Pemohon, ternyata Pemohon mempermasalahkan perolehan suara Pemohon yang merupakan sisa suara hasil perolehan satu kursi. Namun, dalam menguraikan dugaan penggelembungan perolehan suara Partai Nasdem yang dilakukan oleh Termohon, Pemohon tidak mencantumkan perolehan suara Pemohon yang telah ditetapkan oleh Termohon maupun menurut Pemohon," katanya.
Lebih lanjut Suhartoyo menjelaskan, Gerindra hanya mencantumkan perolehan suara sebesar 106.934 suara sedangkan perolehan suara Partai Nasdem sebesar 105.558 suara dengan selisih sebesar 11.200 suara.
Mahkamah menyandingkan perolehan suara Gerindra dan Partai Nasdem yang terdapat dalam permohonannya tersebut dengan Lampiran III Keputusan KPU 360/2024. Total perolehan suara Gerindra di Dapil Jawa Barat IX adalah sebanyak 320.803 suara, sedangkan perolehan suara Partai Nasdem sebanyak 116.758 suara.
Oleh karena itu, perolehan suara yang dicantumkan oleh Gerindra dalam permohonannya tidak jelas berasal darimana karena tidak juga diikuti dengan penjelasan yang jelas dan memadai.
"Terlebih lagi, Pemohon juga tidak menguraikan maupun memberikan penyandingan secara jelas misalnya menyandingkan antara Model D Hasil Kecamatan DPR dengan Model D Hasil KAB/KO-DPR, sehingga dapat diketahui darimana Pemohon mendapatkan angka-angka perolehan suara Pemohon dan Partai Nasdem yang kemudian disimpulkan telah terjadi penggelembungan suara terhadap Partai Nasdem," kata Suhartoyo.
Selain itu, Mahkamah menilai terdapat ketidaksesuaian antara posita dan petitum Permohonan Pemohon yaitu pertama, dalam posita dan petitum permohonannya, Pemohon mempermasalahkan perolehan suara Pemohon di 53 kecamatan di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Subang, namun dalam uraian kecamatan yang dijadikan locus permasalahan, Pemohon hanya menjabarkan 51 Kecamatan yang terdiri dari 25 kecamatan pada Kabupaten Majalengka dan 26 kecamatan pada Kabupaten Subang.
Kedua, dalam petitum permohonan, Pemohon meminta untuk membatalkan Keputusan KPU 360/2024 sepanjang perolehan suara anggota DPR di Dapil Jawa Barat IX kemudian meminta perolehan suara yang benar untuk Dapil Jawa Barat IX yaitu suara Pemohon sebesar 106.934 suara dan suara Partai Nasdem sebesar 105.558 suara.
Petitum demikian menjadi kontradiktif dengan posita karena seandainyapun Permohonan Pemohon dikabulkan -quod non- penetapan perolehan suara yang dimohonkan Pemohon justru jauh lebih kecil dibandingkan dengan perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum dan ketentuan sebagaimana diuraikan pada paragraf di atas, Permohonan Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 UU MK dan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023," ucap Suhartoyo.
"Oleh karena itu, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait sepanjang mengenai tidak diuraikannya dengan jelas kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan Termohon dan hasil penghitungan yang benar menurut Pemohon adalah beralasan menurut hukum. Dengan demikian, menurut Mahkamah Permohonan Pemohon kabur," katanya.
"Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan putusan dismissal sengketa Pileg 2024 di ruang sidang Gedung MK, Selasa (21/5/2024).
Dalam pertimbangannya, MK menilai Gerindra tidak menguraikan secara jelas mengenai kesalahan perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil perhitungan yang benar menurut Pemohon. Gerindra hanya mencantumkan perolehan suara tanpa adanya penjelasan jumlah suara Pemohon yang berubah ataupun jumlah suara yang bergeser atau penambahan suara Partai Nasdem.
"Bahwa setelah Mahkamah memeriksa secara saksama Permohonan Pemohon, ternyata Pemohon mempermasalahkan perolehan suara Pemohon yang merupakan sisa suara hasil perolehan satu kursi. Namun, dalam menguraikan dugaan penggelembungan perolehan suara Partai Nasdem yang dilakukan oleh Termohon, Pemohon tidak mencantumkan perolehan suara Pemohon yang telah ditetapkan oleh Termohon maupun menurut Pemohon," katanya.
Lebih lanjut Suhartoyo menjelaskan, Gerindra hanya mencantumkan perolehan suara sebesar 106.934 suara sedangkan perolehan suara Partai Nasdem sebesar 105.558 suara dengan selisih sebesar 11.200 suara.
Mahkamah menyandingkan perolehan suara Gerindra dan Partai Nasdem yang terdapat dalam permohonannya tersebut dengan Lampiran III Keputusan KPU 360/2024. Total perolehan suara Gerindra di Dapil Jawa Barat IX adalah sebanyak 320.803 suara, sedangkan perolehan suara Partai Nasdem sebanyak 116.758 suara.
Oleh karena itu, perolehan suara yang dicantumkan oleh Gerindra dalam permohonannya tidak jelas berasal darimana karena tidak juga diikuti dengan penjelasan yang jelas dan memadai.
"Terlebih lagi, Pemohon juga tidak menguraikan maupun memberikan penyandingan secara jelas misalnya menyandingkan antara Model D Hasil Kecamatan DPR dengan Model D Hasil KAB/KO-DPR, sehingga dapat diketahui darimana Pemohon mendapatkan angka-angka perolehan suara Pemohon dan Partai Nasdem yang kemudian disimpulkan telah terjadi penggelembungan suara terhadap Partai Nasdem," kata Suhartoyo.
Selain itu, Mahkamah menilai terdapat ketidaksesuaian antara posita dan petitum Permohonan Pemohon yaitu pertama, dalam posita dan petitum permohonannya, Pemohon mempermasalahkan perolehan suara Pemohon di 53 kecamatan di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Subang, namun dalam uraian kecamatan yang dijadikan locus permasalahan, Pemohon hanya menjabarkan 51 Kecamatan yang terdiri dari 25 kecamatan pada Kabupaten Majalengka dan 26 kecamatan pada Kabupaten Subang.
Kedua, dalam petitum permohonan, Pemohon meminta untuk membatalkan Keputusan KPU 360/2024 sepanjang perolehan suara anggota DPR di Dapil Jawa Barat IX kemudian meminta perolehan suara yang benar untuk Dapil Jawa Barat IX yaitu suara Pemohon sebesar 106.934 suara dan suara Partai Nasdem sebesar 105.558 suara.
Petitum demikian menjadi kontradiktif dengan posita karena seandainyapun Permohonan Pemohon dikabulkan -quod non- penetapan perolehan suara yang dimohonkan Pemohon justru jauh lebih kecil dibandingkan dengan perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon.
"Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum dan ketentuan sebagaimana diuraikan pada paragraf di atas, Permohonan Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 UU MK dan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023," ucap Suhartoyo.
"Oleh karena itu, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait sepanjang mengenai tidak diuraikannya dengan jelas kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan Termohon dan hasil penghitungan yang benar menurut Pemohon adalah beralasan menurut hukum. Dengan demikian, menurut Mahkamah Permohonan Pemohon kabur," katanya.
(abd)