Penundaan Pemberlakuan Kewajiban Sertifikasi Halal, IHW: Timbulkan Ketidakpastian Hukum

Jum'at, 17 Mei 2024 - 20:08 WIB
loading...
Penundaan Pemberlakuan...
Founder IHW Ikhsan Abdullah memberikan buku tentang regulasi halal di Indonesia hasil karyanya kepada Direktur Halal Body Certification Brazil CDIAL di Sao Paulo. Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Indonesia memiliki regulasi halal terbaik di dunia demi melindungi warga negaranya agar tidak mengonsumsi produk yang tidak halal. Ada UU No 33 Tahun 2014 yang di dalamnya terdapat Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi semua produk yang masuk dan beredar di Indonesia wajib bersertifikasi halal.

Menurut Founder Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah, hal ini sekaligus menjadi ketentuan yang bersifat mandatory (wajib) sertifikasi halal yang merupakan perubahan dari ketentuan semula bersifat voluntary (sukarela).



UU Jaminan Produk Halal disahkan pada 17 Oktober 2024 yang berarti pada Oktober 2024 memasuki usia 10 tahun. Usia yang cukup lama untuk sebuah Undang-Undang.

Dalam pelaksanaannya UU No 33 Tahun 2014 mengalami beberapa kali perubahan mulai dari UU Cipta Kerja hingga menjadi UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja setelah melalui Perppu.

Demikian juga, Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksanaan UU tersebut telah diubah dari PP No 31 Tahun 2019 menjadi PP No 34 Tahun 2021 dan saat ini masih dalam proses perubahan yang ketiga kalinya.

Keadaan seperti ini sering menimbulkan kerumitan pada implementasi, khususnya bagi pelaku UMKM. Masyarakat dan akademisi sangat kerepotan menyesuaikan regulasi yang terus berubah. Belum lagi mitra dagang internasional juga lembaga halal negara-negara mitra.

“Kita pun tidak heran ketika pemberlakuan UU tersebut ditunda karena kurang siapnya dunia usaha dan pemerintah melaksanakan ketentuan yang sudah menjadi keharusan,” kata Ikhsan, Jumat (17/5/2024).

Perlu juga dipertimbangkan bahwa penundaan sebuah regulasi akan berdampak pada kondisi psikologis maupun sosiologis masyarakat dan pelaku usaha yang menjadi semakin kurang greget untuk melakukan sertifikasi halal.

"Bila terjadi ditunda 10 tahun pun tetap tidak membuat pelaku usaha melakukan kewajibannya, karena berbagai kesulitan termasuk masalah permodalan dan pasar yang tidak mendukung pelaku UMKM,” ujar Ikhsan yang juga Wakil Sekjen MUI ini.

Upaya menunda kewajiban bersertifikasi halal sangat tidak sesuai dengan semangat UU Cipta Kerja. Semestinya pola kerja disesuaikan dengan semangat dan jiwa UU Cipta Kerja yang spiritnya memudahkan dunia usaha.

“Lebih baik dikerjakan saja apa yang masih bisa dilakukan daripada menunda. Toh, BPJPH telah optimal melaksanakan tugasnya sesuai kewenangan karena akan menimbulkan masalah ketidakpastian hukum dan lebih banyak mudharatnya ketimbang maslahatnya bila ditunda,” ungkapnya.

Dia menambahkan ikhtiar mempermudah pelaksanaan Halal Self Declaire bisa dilakukan dengan mempercepat proses sertifikasi atas semua produk dan bahan pokok serta bahan tambahan atau bahan pembantu yang dipergunakan UMKM.

Dengan demikian otomatis memudahkan pelaku UMKM untuk proses Halal Self Declaire atas produknya. Jadi pendamping halal tinggal memastikan proses produksinya saja.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1127 seconds (0.1#10.140)