Penambahan Kementerian Dinilai Hak Prerogatif Presiden
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penambahan jumlah kementerian dan lembaga tinggi negara dinilai hak prerogatif presiden. Presiden terpilih Prabowo Subianto dianggap memiliki hak konstitusional untuk merevisi dan menambah jumlah kementerian.
Pengamat politik Muhammad Qodari menuturkan bahwa konstitusi memberi ruang yang tegas bagi presiden untuk menyesuaikan jumlah kementerian sesuai dengan visi misi dalam membangun negara.
“Konstitusi (UUD) itu adalah alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara. Karena itu, penambahan kementerian harus disesuaikan dengan kebutuhan dan visi-misi presiden. Hemat saya, semua presiden (termasuk Prabowo) bisa diberikan kesempatan untuk mewujudkan visi-misinya," ujar Qodari dalam Dialog Publik yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM di Kampus Pasar Minggu, Rabu (15/5/2024).
Dia juga memprediksi bahwa Prabowo bakal merangkul semua pihak yang terlibat dalam pemenangan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Apalagi, lanjut dia, Prabowo secara personal memiliki solidaritas yang tinggi terhadap kawan dan kolega seperjuangan.
"Selain konstitusional, kabinet dan penambahan kementerian ini juga ada aspek personal wisdom Prabowo Subianto. Prabowo pasti akan merangkul mereka-mereka yang membantu pemenangannya di pilpres. Misalnya Partai Gelora meski tidak lolos parliamentary threshold. Tapi bukan itu yang penting, melainkan solidaritasnya yang tinggi,” pungkasnya.
Pakar Hukum Tata Negara STIH IBLAM Dr Radian Syam berpendapat bahwa Prabowo punya hak prerogatif untuk menentukan menteri dan kementerian. Dia menilai nomenklatur kementerian bisa berubah sesuai dengan dinamika dan tuntutan zaman.
"(Menentukan menteri) itu hak prerogatif presiden di dalam membentuk pemerintahan. Dia disebut secara tegas dalam UUD 1945 (konstitusi)," ujar Radian dalam dialog yang turut dihadiri Ketua Yayasan STIH IBLAM Rahmat Dwi Putranto dan Ketua STIH IBLAM Gunawan, serta Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy selaku pemantik.
"(Jumlah kementerian bisa berubah). Tidak dikunci (harus berjumlah) 34 kementerian, karena itu (untuk mengakomodir 40 kementerian), UU harus diubah untuk mengikuti era saat ini," tambahnya.
Apalagi, lanjut Radian, aturan tersebut juga belum menyatakan secara jelas urusan pemerintahan yang perlu dipertajam, kementerian baru yang perlu dibuat, dan pembentukan kabinet ahli. Dia memastikan Prabowo punya alasan yang sangat rasional untuk menambah jumlah kementerian.
Pengamat politik Muhammad Qodari menuturkan bahwa konstitusi memberi ruang yang tegas bagi presiden untuk menyesuaikan jumlah kementerian sesuai dengan visi misi dalam membangun negara.
“Konstitusi (UUD) itu adalah alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara. Karena itu, penambahan kementerian harus disesuaikan dengan kebutuhan dan visi-misi presiden. Hemat saya, semua presiden (termasuk Prabowo) bisa diberikan kesempatan untuk mewujudkan visi-misinya," ujar Qodari dalam Dialog Publik yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) IBLAM di Kampus Pasar Minggu, Rabu (15/5/2024).
Dia juga memprediksi bahwa Prabowo bakal merangkul semua pihak yang terlibat dalam pemenangan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Apalagi, lanjut dia, Prabowo secara personal memiliki solidaritas yang tinggi terhadap kawan dan kolega seperjuangan.
"Selain konstitusional, kabinet dan penambahan kementerian ini juga ada aspek personal wisdom Prabowo Subianto. Prabowo pasti akan merangkul mereka-mereka yang membantu pemenangannya di pilpres. Misalnya Partai Gelora meski tidak lolos parliamentary threshold. Tapi bukan itu yang penting, melainkan solidaritasnya yang tinggi,” pungkasnya.
Pakar Hukum Tata Negara STIH IBLAM Dr Radian Syam berpendapat bahwa Prabowo punya hak prerogatif untuk menentukan menteri dan kementerian. Dia menilai nomenklatur kementerian bisa berubah sesuai dengan dinamika dan tuntutan zaman.
"(Menentukan menteri) itu hak prerogatif presiden di dalam membentuk pemerintahan. Dia disebut secara tegas dalam UUD 1945 (konstitusi)," ujar Radian dalam dialog yang turut dihadiri Ketua Yayasan STIH IBLAM Rahmat Dwi Putranto dan Ketua STIH IBLAM Gunawan, serta Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy selaku pemantik.
"(Jumlah kementerian bisa berubah). Tidak dikunci (harus berjumlah) 34 kementerian, karena itu (untuk mengakomodir 40 kementerian), UU harus diubah untuk mengikuti era saat ini," tambahnya.
Apalagi, lanjut Radian, aturan tersebut juga belum menyatakan secara jelas urusan pemerintahan yang perlu dipertajam, kementerian baru yang perlu dibuat, dan pembentukan kabinet ahli. Dia memastikan Prabowo punya alasan yang sangat rasional untuk menambah jumlah kementerian.