Soal Karbon, Menteri LHK: Diatur dengan Fondasi Governance dan Kedaulatan Negara

Selasa, 07 Mei 2024 - 11:12 WIB
loading...
Soal Karbon, Menteri...
Menteri LHK Siti Nurbaya menegaskan, bahwa pemerintah telah mengatur masalah karbon demi menjaga kedaulatan negara. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, menegaskan pemerintah telah mengatur masalah karbon demi menjaga kedaulatan negara. Selain itu, aturan yang tegas diperlukan untuk menghindari adanya green washing serta 'karbon hantu'.

"Saya tegaskan bahwa informasi yang dipaparkan oleh Chairman of Kadin Netzero Hub pada forum bisnis mengenai perdagangan karbon, menggambarkan adanya penyesatan informasi yang cukup serius," tegas Menteri Siti Nurbaya dalam pernyataan tertulis yang disampaikan kepada pers, di Jakarta, Selasa (7/5/2024).

"Terhadap kondisi yang sebenarnya dalam upaya aksi iklim di Indonesia, termasuk dalam bagian insentif aksi iklim berkenaan dengan Nilai Ekonomi Karbon," tambahnya.

Dalam forum bisnis Kadin yang digelar di Singapura itu disebutkan, Pemerintah tidak mendukung, tidak ada regulasi, dan kebijakan yang limbo atau tidak menentu.

Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, gambaran yang disampaikan ini sangat menyesatkan dari kondisi yang sesungguhnya sedang disiapkan Pemerintah RI dengan didasarkan pada UUD 1945 dan peraturan perundangan, serta berdasarkan regulasi menurut konvensi UNFCCC.



Diskursus yang dikembangkan dan materi dalam Forum Bisnis di Singapura tersebut, menurut Menteri LHK, jelas telah menegasikan upaya-upaya pemerintah dan pengaturan yang telah disiapkan. "Informasi ini jelas menyesatkan," ucap Menteri Siti.

Konsekuensi lanjut dari penyesatan ini kata Menteri Siti ialah, ancaman kepada kedaulatan negara atas langkah-langkah yang diinginkannya untuk carbon offset hutan tanpa otoritas.

"Dan dengan land management agreement yang sesungguhnya akan mengganggu yurisdiksi negara, serta potensi penyelewengan terhadap perijinan konsesi yang telah diberikan oleh negara kepada operator dalam hal ini badan usaha atau korporat," tegas Menteri Siti.

Lebih jauh Menteri LHK menjelaskan, Indonesia dalam posisi menjaga kelestarian mandat Pasal 28 H dan mandat kemakmuran rakyat Pasal 33 UUD 1945. Terlebih lagi apabila ditarik ke Pembukaan UUD 1945, maka mandat melindungi segenap tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa menjadi pijakan mendasar mengapa langkah-langkah mengelola karbon dan membentuk hasilnya harus dilakukan secara konstitusional, sistematis dan tidak sembrono.

"Tentu saja ada konvensi internasional dari COP ke COP UNFCCC yang harus dihormati dan juga menjadi panduan, sebagaimana tersirat di situ adanya peran Negara RI untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia, sesuai mandat Pembukaan UUD 1945. Dengan dinamika dan kondisi tersebut, regulasi dan rule base perdagangan karbon dikembangkan di Indonesia," jelas Menteri Siti.

Terkait dengan hal ini, Menteri Siti Nurbaya menjelaskan, faktor penting dalam hal perdagangan karbon secara internasional adalah integritas lingkungan yang harus dijaga dari nilai karbon yang diperdagangkan.

"Faktor-faktor untuk nilai integritas lingkungan dimaksud, yakni dalam proses inventarisasi dan pengukuran emisi GRK meliputi kriteria : transparansi, akurasi, konsistensi, lengkap, dan komparabel (Transparent, Accurate, Consistent, Complete, and Comparable/TACCC)," tuturnya.

Mengenai regulasi perdagangan karbon, Menteri Siti menjelaskan, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 telah mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon dan tata cara teknisnya juga telah diatur dalam aturan pelaksanaan dengan Peraturan Menteri LHK. Dalam Perpres 98 telah diatur tata cara perdagangan karbon baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.

Skema-skema perdagangan itu dikatakan Menteri Siti, mencakup cap and trade, carbon offset, perdagangan emisi, result based payment serta pungutan atas karbon (tentang pungutan atau pajak karbon belum diatur secara rinci).

Sedangkan skema karbon offset menurutnya, perdagangan emisi serta result based payment telah diatur dan diantaranya sudah beroperasi dan telah ada kinerja yang dihasilkan.

"Tidak boleh ada penyimpangan dari original intention tentang pengaturan nilai ekonomi karbon atas upaya bersama dalam kerja-kerja penurunan emisi karbon Indonesia, yaitu guna memenuhi komitmen Negara RI kepada masyarakat global, berupa penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui penetapan NDC, serta tentu saja ada nilai insentif yang bisa diterima oleh semua stakeholder penyelenggara penurunan emisi karbon," tutup Menteri LHK.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1060 seconds (0.1#10.140)