Menjadi Warga Digital yang Cakap, Beretika dan Berdaya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan kegiatan chip in Literasi Digital di SMAN 96 Jakarta Barat, pada tanggal 26 April 2024 dengan mengusung tema “Menjadi Warga Digital yang Cakap, Beretika dan Berdaya” Kegiatan chip in ini sebagai bentuk peran aktif Kemenkominfo dalam mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan menuju Indonesia #MakinCakapDigital. Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 500 siswa SMAN 96 Jakarta Barat.
Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang mengacu pada kerangka kerja dalam Road Map Literasi Digital 2020 - 2024, disebutkan bahwa pada tahun 2022 Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5.00. Dalam upaya mendukung transformasi digital, Kemenkominfo menyelenggarakan “Workshop Literasi Digital” dengan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu Kecakapan digital, Etika digital, Budaya digital, dan Keamanan digital.
Kegiatan chip in dimulai dengan sambutan dari Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, Semuel Abrijani Pangerapan yang menekankan pentingnya peningkatan literasi digital untuk mendorong perekonomian bangsa dan membuka berbagai peluang bagi masyarakat Indonesia.
Semuel menambahkan dalam upaya perwujudan transformasi digital, talenta digital Indonesia perlu dipersiapkan agar mampu menghadapi perubahan serta memanfaatkan perkembangan digital. Tak kalah penting, talenta digital Indonesia diharapkan memiliki kemampuan menanggulangi resiko yang muncul dalam proses transformasi digital. Akselerasi literasi digital ditujukan pada masyarakat umum, pemerintahan dan pendidikan yang mengacu pada empat pilar utama program literasi digital, yaitu Kecakapan Digital, Keamanan Digital, Budaya Digital dan Etika Digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, Budi Arie Setiadi membuka webinar sekaligus memberi sambutan dengan memaparkan data indeks literasi Indonesia yang berada di angka 3.64 dari skala 5 atau tingkat “sedang”. Kondisi ini mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia untuk membuka kesadaran masyarakat akan peran penting literasi digital baik dalam kehidupan sehari - hari hingga mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. Menkominfo mengajak masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan literasi digital untuk mewujudkan Indonesia #MakinCakapDigital , terkoneksi dan semakin maju.
Kegiatan chip in dilanjutkan dengan paparan dari narasumber pertama, Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi FiISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Aminah Swarnawti., M.Si. Etika digital menjadi fokus yang disampaikan Aminah. Para pelajar zaman sekarang, merupakan digital native atau warga asli digital yang sudah terbiasa dengan dunia digital sejak lahir sehingga tidak perlu beradaptasi dengan dunia digital apabila dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Kecakapan digital yang dimiliki para digital native sayangnya kurang diimbangi dengan pemahaman etika digital. Selayaknya di dunia nyata, interaksi di dunia maya pun tetap harus menggunakan etika. Netiket atau etika berinternet adalah tata krama dalam menggunakan internet. Bukan hanya karakter huruf yang kita unggah di dunia digital, namun juga karakter manusia sesungguhnya.
Ruang lingkup pertama dalam etika digital adalah kesadaran. Saat hendak posting sesuatu harus dengan kesadaran. Hal ini berkesinambungan dengan tanggung jawab. Apapun yang kita unggah, harus dapat kita pertanggung jawabkan konseukuensi nya. Poin ketiga adalah kejujuran. Jangan pernah menggunakan akun palsu dan melakukan plagiasi ataupun mengakui konten orang lain.
”Internet adalah anugerah tatapi bisa menjadi bencana apabila kita tidak bisa mengendalikan diri kita. Etika hadir sebagi seorang bijak yang mengingatkan kembali hakikat teknologi sebagai hakikat manusia. Etika ada karena kita adalah manusia,” tutup Aminah.
Maraknya kejahatan digital yang kerap terjadi dewasa ini, menjadi keprihatinan Trisno Sakti Herwanto S.I.P., MPA selaku Dosen dan Kepala Laboratorium Prodi Administrasi Publik FISIP UNPAR. Sebagai narasumber kedua kegiatan chip in, Trisno menyampaikan cara menggunakan media digital dengan aman terutama untuk anak dan pelajar.
Dua poin utama yang harus dilakukan dalam lingkup digital safety atau keamanan digital adalah mengamankan perangkat digital dan identitas digital. Pengguna internet harus berhati – hati saat mendownload sebuah aplikasi. Pastikan aplikasi yang kita download adalah aplikasi yang berasal dari pengembang atau developer terpercaya.
Selain itu, jangan mudah memberikan data pribadi seperti nama ibu kandung, NPWP, nomor rumah hingga nama lengkap di platform digital manapun agar data pribadi kita tidak jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Keamanan digital untuk anak juga termasuk melihat konten yang sesuai dengan usia. Pahami batas usia agar kita sebagai pengguna internet dapat memanfaatkan fungsi internet secara positif.
”Di dunia ini tidak ada yang nyaman 100%. Di dunia digital bahakn potensi ketidaknyamanan itu semakin tinggi. Jadi teman – teman sebenarnya harus lebih berhati – hati. Mending ribet sedikit, mending teman – teman harus effortsedikit, tetapi teman – teman tetap aman berselancar di dunia digital,” ujar Trisno.
Penting nya budaya bermedia digital disampaikan oleh influencer Khanza Putri sebagai narasumber terakhir di acara chip in kali ini. Sebagai pengguna internet, tentu banyak budaya asing yang masuk dan mudah kita akses. Namun, kita harus tetap berpegang teguh pada budaya asli Indonesia.
Semua pengguna internet memiliki hak untuk berekspresi dan hak untuk merasa aman. Pastikan kita tetap berada dalam koridor budaya Indonesia saat menggunakan internet dan tidak merugikan pihak manapun.
”Mari menggunakan internet sebagai ruang yang berbudaya, tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak – anak bertumbuh kembang sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa hadir dan berkembang,” ujar Khanza.
Kegiatan chip in juga diisi dengan sesi tanya jawab antara peserta dan pembicara. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan siswi adalah “Bagaimana hubungan antara kebebasan berbicara di dunia digital pada ujaran kebencian dan diskriminasi online?” Pertanyaan ini mendapat tanggapan dari Dr. Aminah Swarnawati., M.Si. indonesia memiliki UUD dan terakait dengan media digital yaitu UUD ITE. Kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi di Indonesia sudah lebih terbuka di era reformasi. Apabila terjadi ujaran kebencian, tentu kita dapat melaporkan tindakan tersebut. Terkait diskriminasi online, sering sekali terjadi di daerah dengan akses internet yang masih minim. Kondisi ini adalah tugas pemerintah agar seluruh masyarakat dapat menikmati fasilitas digital.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia #MakinCakapDigital melalui berbagai kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut silahkan kunjungi Website www.literasidigital.id, Instagram @literasidigitalkominfo , Facebook Page Literasi Digital Kominfo dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.
Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang mengacu pada kerangka kerja dalam Road Map Literasi Digital 2020 - 2024, disebutkan bahwa pada tahun 2022 Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5.00. Dalam upaya mendukung transformasi digital, Kemenkominfo menyelenggarakan “Workshop Literasi Digital” dengan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu Kecakapan digital, Etika digital, Budaya digital, dan Keamanan digital.
Kegiatan chip in dimulai dengan sambutan dari Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, Semuel Abrijani Pangerapan yang menekankan pentingnya peningkatan literasi digital untuk mendorong perekonomian bangsa dan membuka berbagai peluang bagi masyarakat Indonesia.
Semuel menambahkan dalam upaya perwujudan transformasi digital, talenta digital Indonesia perlu dipersiapkan agar mampu menghadapi perubahan serta memanfaatkan perkembangan digital. Tak kalah penting, talenta digital Indonesia diharapkan memiliki kemampuan menanggulangi resiko yang muncul dalam proses transformasi digital. Akselerasi literasi digital ditujukan pada masyarakat umum, pemerintahan dan pendidikan yang mengacu pada empat pilar utama program literasi digital, yaitu Kecakapan Digital, Keamanan Digital, Budaya Digital dan Etika Digital.
Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia, Budi Arie Setiadi membuka webinar sekaligus memberi sambutan dengan memaparkan data indeks literasi Indonesia yang berada di angka 3.64 dari skala 5 atau tingkat “sedang”. Kondisi ini mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia untuk membuka kesadaran masyarakat akan peran penting literasi digital baik dalam kehidupan sehari - hari hingga mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. Menkominfo mengajak masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan literasi digital untuk mewujudkan Indonesia #MakinCakapDigital , terkoneksi dan semakin maju.
Kegiatan chip in dilanjutkan dengan paparan dari narasumber pertama, Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi FiISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Aminah Swarnawti., M.Si. Etika digital menjadi fokus yang disampaikan Aminah. Para pelajar zaman sekarang, merupakan digital native atau warga asli digital yang sudah terbiasa dengan dunia digital sejak lahir sehingga tidak perlu beradaptasi dengan dunia digital apabila dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Kecakapan digital yang dimiliki para digital native sayangnya kurang diimbangi dengan pemahaman etika digital. Selayaknya di dunia nyata, interaksi di dunia maya pun tetap harus menggunakan etika. Netiket atau etika berinternet adalah tata krama dalam menggunakan internet. Bukan hanya karakter huruf yang kita unggah di dunia digital, namun juga karakter manusia sesungguhnya.
Ruang lingkup pertama dalam etika digital adalah kesadaran. Saat hendak posting sesuatu harus dengan kesadaran. Hal ini berkesinambungan dengan tanggung jawab. Apapun yang kita unggah, harus dapat kita pertanggung jawabkan konseukuensi nya. Poin ketiga adalah kejujuran. Jangan pernah menggunakan akun palsu dan melakukan plagiasi ataupun mengakui konten orang lain.
”Internet adalah anugerah tatapi bisa menjadi bencana apabila kita tidak bisa mengendalikan diri kita. Etika hadir sebagi seorang bijak yang mengingatkan kembali hakikat teknologi sebagai hakikat manusia. Etika ada karena kita adalah manusia,” tutup Aminah.
Maraknya kejahatan digital yang kerap terjadi dewasa ini, menjadi keprihatinan Trisno Sakti Herwanto S.I.P., MPA selaku Dosen dan Kepala Laboratorium Prodi Administrasi Publik FISIP UNPAR. Sebagai narasumber kedua kegiatan chip in, Trisno menyampaikan cara menggunakan media digital dengan aman terutama untuk anak dan pelajar.
Dua poin utama yang harus dilakukan dalam lingkup digital safety atau keamanan digital adalah mengamankan perangkat digital dan identitas digital. Pengguna internet harus berhati – hati saat mendownload sebuah aplikasi. Pastikan aplikasi yang kita download adalah aplikasi yang berasal dari pengembang atau developer terpercaya.
Selain itu, jangan mudah memberikan data pribadi seperti nama ibu kandung, NPWP, nomor rumah hingga nama lengkap di platform digital manapun agar data pribadi kita tidak jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Keamanan digital untuk anak juga termasuk melihat konten yang sesuai dengan usia. Pahami batas usia agar kita sebagai pengguna internet dapat memanfaatkan fungsi internet secara positif.
”Di dunia ini tidak ada yang nyaman 100%. Di dunia digital bahakn potensi ketidaknyamanan itu semakin tinggi. Jadi teman – teman sebenarnya harus lebih berhati – hati. Mending ribet sedikit, mending teman – teman harus effortsedikit, tetapi teman – teman tetap aman berselancar di dunia digital,” ujar Trisno.
Penting nya budaya bermedia digital disampaikan oleh influencer Khanza Putri sebagai narasumber terakhir di acara chip in kali ini. Sebagai pengguna internet, tentu banyak budaya asing yang masuk dan mudah kita akses. Namun, kita harus tetap berpegang teguh pada budaya asli Indonesia.
Semua pengguna internet memiliki hak untuk berekspresi dan hak untuk merasa aman. Pastikan kita tetap berada dalam koridor budaya Indonesia saat menggunakan internet dan tidak merugikan pihak manapun.
”Mari menggunakan internet sebagai ruang yang berbudaya, tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak – anak bertumbuh kembang sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa hadir dan berkembang,” ujar Khanza.
Kegiatan chip in juga diisi dengan sesi tanya jawab antara peserta dan pembicara. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan siswi adalah “Bagaimana hubungan antara kebebasan berbicara di dunia digital pada ujaran kebencian dan diskriminasi online?” Pertanyaan ini mendapat tanggapan dari Dr. Aminah Swarnawati., M.Si. indonesia memiliki UUD dan terakait dengan media digital yaitu UUD ITE. Kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi di Indonesia sudah lebih terbuka di era reformasi. Apabila terjadi ujaran kebencian, tentu kita dapat melaporkan tindakan tersebut. Terkait diskriminasi online, sering sekali terjadi di daerah dengan akses internet yang masih minim. Kondisi ini adalah tugas pemerintah agar seluruh masyarakat dapat menikmati fasilitas digital.
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia #MakinCakapDigital melalui berbagai kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut silahkan kunjungi Website www.literasidigital.id, Instagram @literasidigitalkominfo , Facebook Page Literasi Digital Kominfo dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.
(atk)