Epidemiolog Soroti Efektivitas Vaksin Virus Corona Buatan China
loading...
A
A
A
JAKARTA - Epidemiolog asal Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menyoroti efektivitas vaksin virus Corona atau COVID-19, Sinovac buatan China yang sedang diuji klinis tahap III di Bandung. Namun, Dicky berharap vaksin buatan China itu bisa memberikan penanganan yang terbaik dalam mengatasi pandemi COVID-19.
"Untuk riset vaksin yang saat ini sedang dilakukan di Bandung, kita berharap yang terbaik. Namun tetap realistis, mengingat tidak ada jaminan akan memiliki tingkat efektivitas yang kita harapkan," kata Dicky melalui pesan singkatnya, Selasa (18/8/2020).
Secara epidemiologi, sambung Dicky, pada pertengahan tahun depan diperkirakan Indonesia sudah memiliki minimal satu persen penduduk yang terinfeksi. Dengan demikian, masyarakat dengan sendirinya sudah memiliki antibodi tersendiri.
"Sehingga, setidaknya kita memerlukan vaksin yang memiliki efektivitas 85% agar terbebas dari keharusan menerapkan social dan physical distancing," imbuhnya. (Baca juga; Pasien OTG Covid-19 Tak Perlu Tes Swab Ulang, Hanya Jalani Isolasi )
Dicky menilai vaksin COVID-19 yang ditemukan oleh berbagai negara di dunia pada gelombang pertama, umumnya hanya memiliki efektifitas di kisaran 40 sampai 70%. Hal itu, tentu masih kurang efektif untuk benar-benar menangkal virus corona.
"Artinya, secara strategi eliminasi COVID-19, dunia harus melakukan kombinasi antara vaksinasi dan tes lacak, isolasi, juga social physical distancing," pungkasnya. (Baca juga; Akademisi Apresiasi Pembagian Masker oleh PKK dan IKAPTK )
"Untuk riset vaksin yang saat ini sedang dilakukan di Bandung, kita berharap yang terbaik. Namun tetap realistis, mengingat tidak ada jaminan akan memiliki tingkat efektivitas yang kita harapkan," kata Dicky melalui pesan singkatnya, Selasa (18/8/2020).
Secara epidemiologi, sambung Dicky, pada pertengahan tahun depan diperkirakan Indonesia sudah memiliki minimal satu persen penduduk yang terinfeksi. Dengan demikian, masyarakat dengan sendirinya sudah memiliki antibodi tersendiri.
"Sehingga, setidaknya kita memerlukan vaksin yang memiliki efektivitas 85% agar terbebas dari keharusan menerapkan social dan physical distancing," imbuhnya. (Baca juga; Pasien OTG Covid-19 Tak Perlu Tes Swab Ulang, Hanya Jalani Isolasi )
Dicky menilai vaksin COVID-19 yang ditemukan oleh berbagai negara di dunia pada gelombang pertama, umumnya hanya memiliki efektifitas di kisaran 40 sampai 70%. Hal itu, tentu masih kurang efektif untuk benar-benar menangkal virus corona.
"Artinya, secara strategi eliminasi COVID-19, dunia harus melakukan kombinasi antara vaksinasi dan tes lacak, isolasi, juga social physical distancing," pungkasnya. (Baca juga; Akademisi Apresiasi Pembagian Masker oleh PKK dan IKAPTK )
(wib)