Menggemakan Diplomasi Covid-19 Indonesia di Panggung Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Diplomasi tetap memainkan peranan penting dan signifikan dalam segala masa, termasuk seperti saat ini, pandemi corona (Covid-19) . Diplomasi menjadi kanal komunikasi dengan negara lain dalam membangun kepercayaan negara lain dan membangun identitas keindonesiaan di tengah panggung global, termasuk saat pandemi ini.
Publik pun bertanya, apakah Indonesia sudah memainkan diplomasi Covid-19 dengan efektif dan efisien? Bisa jadi, jawabannya sangat beragam. Banyak yang mengatakan pandemi adalah saatnya Indonesia memikirkan permasalahan Covid-19 di dalam negeri saja. Namun, pandangan lain menganggap diplomasi tetap memainkan peran penting karena pihak yang mengalami pandemi bukan hanya Indonesia, tetapi seluruh dunia.
Rasanya memang Indonesia mendapatkan apresiasi dunia internasional dalam penanganan pandemi corona selama ini. Berbeda dengan Selandia Baru yang mendapatkan apresiasi dari banyak negara. Selandia Baru bertindak lebih cepat, ketika masih ada sedikit kasus di negara itu: mengunci diri, menyegel perbatasan, dan sekarang hampir tidak ada kasus. Kehidupan di negara ini pun sebagian besarnya telah kembali normal.
Saudi Arabia merupakan negara dengan jumlah kasus corona yang cukup banyak. Namun, Saudi mampu menggelar ibadah haji dengan jumlah jamaah yang sangat terbatas, hanya 1.000 orang. Saudi pun mendapatkan pujian dari banyak pihak, termasuk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (Baca: Putin Mengaku Siap Kirim Tentara Rusia ke Belarusia)
Gema Indonesia dalam diplomasi Covid-19 memang belum bergetar keras. Namun, Indonesia sudah memainkan peranan dan kontribusi yang cukup signifikan dalam membantu menyelesaikan pandemi di dunia. Tentunya, bukan hanya menguntungkan banyak pihak, tetapi juga menguntungkan Indonesia dan mengangkat citra dan reputasi Indonesia di panggung global.
Saat ini, Indonesia juga memiliki panggung sebagai Ketua Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) pada Agustus ini. “Kita ingin mengusung agenda perdamaian berkelanjutan pascapandemi di dunia ini,” kata Dian Triansyah Djani, Duta Besar Indonesia untuk PBB, kepada Pass Blue. Dia mengungkapkan, tidak ada satu negarapun yang mampu menghadapi pandemi ini sendiri, meskipun mereka adalah super power atau tidak. “Semuanya harus bekerja sama,” katanya.
Indonesia masih tataran menyerukan semata. Indonesia pernah mendukung dua resolusi tentang Covid-19 kepada World Health Assembly (WHA) pada Mei dan resolusi Majelis Umum PBB berjudul “Global Solidarity to Fight COVID-19,” pada 2 April lalu.
Namun, model diplomasi Covid-19 belum mampu membawa bagaimana penanganan pandemi di Indonesia kedunia internasional. Dalam tataran itu, Indonesia masih mengekor negara besar. Belum ada kepercayaan tentang model penanganan pandemi yang bisa dibawa ke panggung internasional. (Baca juga: 75 Tahun Merdeka, Politikus PPP Ingatkan Akses kesehatan dan Pendidikan)
Direktur PAR Indonesia Strategic Research, Guspiabri Sumowigeno, mengatakan Indonesia dapat memainkan dua peran dalam isu Covid-19 di panggung dunia. Pertama, Indonesia tidak menjadi beban internasional dan perlu menekan persebaran Covid-19. Sebab, fasilitas dan tenaga kesehatannya belum memadai.
“Sebagai negara berpendapatan menengah, Indonesia juga diharapkan dapat mengelola perekonomian. Saat ini sudah lebih 70 negara mengalami kesulitan ekonomi dan meminta bantuan kepada IMF. IMF mungkin tidak dapat lagi dijadikan sebagai sandaran jika ekonomi Indonesia mengalami masalah,” kata Guspiabri.
Akses Global
Vaksin menjadi target utama dalam diplomasi Indonesia di ranah internasional. Itu disadari penuh karena vaksin merupakan solusi paling efektif dan efisien untuk menghentikan pandemi corona. Diplomasi yang ditekankan Indonesia pun mengarahkan agar pengembangan vaksin corona bisa tepat sasaran, hingga distribusi yang merata dan berkeadilan. (Baca juga: Bangun Jalan Tol terpanjang di Indonesia, Hutama Karya Pakai Produk Lokal)
Bukan hanya itu, harga vaksin yang terjangkau oleh semua negara, termasuk negara miskin, juga harus menjadi perjuangan Indonesia. Dengan begitu, vaksin tak hanya diprioritaskan kepada negara yang memiliki dana besar untuk membelinya.
Indonesia juga bermain dalam diplomasi vaksin Covid-19 di mana penekanan untuk pengembangan vaksin secara kolaboratif. Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menekankan perlunya menciptakan mekanisme distribusi vaksin yang adil dan merata dikarenakan ketika beberapa negara tidak mendapatkan akses itu, maka risiko persebaran virus masih bisa terjadi. Apa yang dilakukan Retno Marsudi tersebut merupakan bentuk “diplomasi vaksin”.
“Kita juga mendorong transfer pengetahuan dari produsen vaksin ke negara yang tidak memproduksi vaksin,” ujar Marsudi pada Juni lalu saat Ministerial Coordination Group on COVID-19 (MCGC). Itu bertujuan meningkatkan kapasitas produksi, termasuk memperhatikan hak kekayaan intelektual dan kebijakan paten untuk tanggung jawab sosial. Indonesia juga mendorong kerja sama internasional untuk pengembangan dan produksi vaksin. “Politisasi vaksin harus dihindari,” tegas Marsudi.
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang dipertimbangkan dalam pengembangan vaksin Covid-19. Indonesia bisa menunjukkan kepada dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang sedang ikut berlomba dalam menciptakan vaksin corona. (Baca juga: 40.076 Orang Positif Covid-19 Masih Dalam Perawatan)
Indonesia ingin membuktikan diri bukan hanya sebagai pasar vaksin asing, tetapi juga bisa memproduksi dan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk pengembangan penangkal virus corona tersebut. Indonesia juga sudah membuktikan kepada dunia bahwa mereka tidak skeptis dan pesimistis dalam menghadapi pandemi Covid-19. Mereka juga bisa menawarkan solusi yang dibutuhkan untuk mengentaskan pandemi ini.
Pada Mei silam, Eijkman Institute for Molecular Biology melaksanakan persiapan untuk membuat vaksin Covid-19. Bahkan, perusahaan farmasi Bio Farma diundang bergabung dalam Coalition for Epidemic Preparedness Innovation dan perusahaan biofarmasi China untuk berkolaborasi dalam proyek tersebut.
Bio Farma merupakan perusahaan vaksin terbesar di Asia Tenggara dan mampu memproduksi dua miliar dosis vaksin setiap tahunnya. “Ilmuwan Indonesia berusaha menyiapkan vaksin dalam waktu 12 bulan,” demikian laporan Asean Today. Indonesia juga mencari pendanaan penelitian vaksin tersebut untuk melakukan pengembangan lebih lanjut. (Baca juga: Setelah Kudeta TikTok, Trump Bersiap Gulingkan Alibaba)
Menarik Investasi
Wakil Menteri Luar Negeri RI Mahendra Siregar menegaskan, Indonesia tetap memainkan diplomasi saat pandemi untuk menggali potensi dalam mengubah tantangan menjadi peluang ekonomi di tengah pandemi. “Never waste acrisis,” katanya pada Juni lalu.
Diamengungkapkan, sebuah negara dapat dinilai maju dan memiliki resistensi yang tinggi apabila pemerintahnya tidak hanya dapat bertahan di tengah krisis. “Namunjuga mampu memanfaatkan krisis untuk menjadi lebih kuat pada masa mendatang,” tutur Mahendra Siregar.
Terkait kondisi perdagangan global saat ini, Wamenlu RI juga menjelaskan mengenai arti penting perubahan arus Global Value Chains (GVCs) bagi Indonesia sebagai akibat pandemi, guna membangun GVCs yang lebih berkelanjutan dan melepaskan ketergantungan pada negara lain.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan keunggulan pasar dan demografi Indonesia untuk mendorong investasi dan perdagangan di sektor strategis. Pemerintah Indonesia juga berupaya memaksimalkan peran sentral di ASEAN dan kawasan Indo Pacific untuk membuka peluang di tengah gangguan yang terjadi saat ini. (Lihat videonya: Bakso Merah Putih Hidangan Menyambut Hari Kemerdekaan)
Perhatian serupa juga pernah diungkapkan Menlu Retno Marsudi menilai para diplomat juga bertugas mempromosikan Indonesia dan menarik investasi. Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh duta besar (dubes) RI untuk fokus pada diplomasi ekonomi dan menjadi duta investasi. (Andika HM)
Publik pun bertanya, apakah Indonesia sudah memainkan diplomasi Covid-19 dengan efektif dan efisien? Bisa jadi, jawabannya sangat beragam. Banyak yang mengatakan pandemi adalah saatnya Indonesia memikirkan permasalahan Covid-19 di dalam negeri saja. Namun, pandangan lain menganggap diplomasi tetap memainkan peran penting karena pihak yang mengalami pandemi bukan hanya Indonesia, tetapi seluruh dunia.
Rasanya memang Indonesia mendapatkan apresiasi dunia internasional dalam penanganan pandemi corona selama ini. Berbeda dengan Selandia Baru yang mendapatkan apresiasi dari banyak negara. Selandia Baru bertindak lebih cepat, ketika masih ada sedikit kasus di negara itu: mengunci diri, menyegel perbatasan, dan sekarang hampir tidak ada kasus. Kehidupan di negara ini pun sebagian besarnya telah kembali normal.
Saudi Arabia merupakan negara dengan jumlah kasus corona yang cukup banyak. Namun, Saudi mampu menggelar ibadah haji dengan jumlah jamaah yang sangat terbatas, hanya 1.000 orang. Saudi pun mendapatkan pujian dari banyak pihak, termasuk dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (Baca: Putin Mengaku Siap Kirim Tentara Rusia ke Belarusia)
Gema Indonesia dalam diplomasi Covid-19 memang belum bergetar keras. Namun, Indonesia sudah memainkan peranan dan kontribusi yang cukup signifikan dalam membantu menyelesaikan pandemi di dunia. Tentunya, bukan hanya menguntungkan banyak pihak, tetapi juga menguntungkan Indonesia dan mengangkat citra dan reputasi Indonesia di panggung global.
Saat ini, Indonesia juga memiliki panggung sebagai Ketua Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) pada Agustus ini. “Kita ingin mengusung agenda perdamaian berkelanjutan pascapandemi di dunia ini,” kata Dian Triansyah Djani, Duta Besar Indonesia untuk PBB, kepada Pass Blue. Dia mengungkapkan, tidak ada satu negarapun yang mampu menghadapi pandemi ini sendiri, meskipun mereka adalah super power atau tidak. “Semuanya harus bekerja sama,” katanya.
Indonesia masih tataran menyerukan semata. Indonesia pernah mendukung dua resolusi tentang Covid-19 kepada World Health Assembly (WHA) pada Mei dan resolusi Majelis Umum PBB berjudul “Global Solidarity to Fight COVID-19,” pada 2 April lalu.
Namun, model diplomasi Covid-19 belum mampu membawa bagaimana penanganan pandemi di Indonesia kedunia internasional. Dalam tataran itu, Indonesia masih mengekor negara besar. Belum ada kepercayaan tentang model penanganan pandemi yang bisa dibawa ke panggung internasional. (Baca juga: 75 Tahun Merdeka, Politikus PPP Ingatkan Akses kesehatan dan Pendidikan)
Direktur PAR Indonesia Strategic Research, Guspiabri Sumowigeno, mengatakan Indonesia dapat memainkan dua peran dalam isu Covid-19 di panggung dunia. Pertama, Indonesia tidak menjadi beban internasional dan perlu menekan persebaran Covid-19. Sebab, fasilitas dan tenaga kesehatannya belum memadai.
“Sebagai negara berpendapatan menengah, Indonesia juga diharapkan dapat mengelola perekonomian. Saat ini sudah lebih 70 negara mengalami kesulitan ekonomi dan meminta bantuan kepada IMF. IMF mungkin tidak dapat lagi dijadikan sebagai sandaran jika ekonomi Indonesia mengalami masalah,” kata Guspiabri.
Akses Global
Vaksin menjadi target utama dalam diplomasi Indonesia di ranah internasional. Itu disadari penuh karena vaksin merupakan solusi paling efektif dan efisien untuk menghentikan pandemi corona. Diplomasi yang ditekankan Indonesia pun mengarahkan agar pengembangan vaksin corona bisa tepat sasaran, hingga distribusi yang merata dan berkeadilan. (Baca juga: Bangun Jalan Tol terpanjang di Indonesia, Hutama Karya Pakai Produk Lokal)
Bukan hanya itu, harga vaksin yang terjangkau oleh semua negara, termasuk negara miskin, juga harus menjadi perjuangan Indonesia. Dengan begitu, vaksin tak hanya diprioritaskan kepada negara yang memiliki dana besar untuk membelinya.
Indonesia juga bermain dalam diplomasi vaksin Covid-19 di mana penekanan untuk pengembangan vaksin secara kolaboratif. Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menekankan perlunya menciptakan mekanisme distribusi vaksin yang adil dan merata dikarenakan ketika beberapa negara tidak mendapatkan akses itu, maka risiko persebaran virus masih bisa terjadi. Apa yang dilakukan Retno Marsudi tersebut merupakan bentuk “diplomasi vaksin”.
“Kita juga mendorong transfer pengetahuan dari produsen vaksin ke negara yang tidak memproduksi vaksin,” ujar Marsudi pada Juni lalu saat Ministerial Coordination Group on COVID-19 (MCGC). Itu bertujuan meningkatkan kapasitas produksi, termasuk memperhatikan hak kekayaan intelektual dan kebijakan paten untuk tanggung jawab sosial. Indonesia juga mendorong kerja sama internasional untuk pengembangan dan produksi vaksin. “Politisasi vaksin harus dihindari,” tegas Marsudi.
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang dipertimbangkan dalam pengembangan vaksin Covid-19. Indonesia bisa menunjukkan kepada dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang sedang ikut berlomba dalam menciptakan vaksin corona. (Baca juga: 40.076 Orang Positif Covid-19 Masih Dalam Perawatan)
Indonesia ingin membuktikan diri bukan hanya sebagai pasar vaksin asing, tetapi juga bisa memproduksi dan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk pengembangan penangkal virus corona tersebut. Indonesia juga sudah membuktikan kepada dunia bahwa mereka tidak skeptis dan pesimistis dalam menghadapi pandemi Covid-19. Mereka juga bisa menawarkan solusi yang dibutuhkan untuk mengentaskan pandemi ini.
Pada Mei silam, Eijkman Institute for Molecular Biology melaksanakan persiapan untuk membuat vaksin Covid-19. Bahkan, perusahaan farmasi Bio Farma diundang bergabung dalam Coalition for Epidemic Preparedness Innovation dan perusahaan biofarmasi China untuk berkolaborasi dalam proyek tersebut.
Bio Farma merupakan perusahaan vaksin terbesar di Asia Tenggara dan mampu memproduksi dua miliar dosis vaksin setiap tahunnya. “Ilmuwan Indonesia berusaha menyiapkan vaksin dalam waktu 12 bulan,” demikian laporan Asean Today. Indonesia juga mencari pendanaan penelitian vaksin tersebut untuk melakukan pengembangan lebih lanjut. (Baca juga: Setelah Kudeta TikTok, Trump Bersiap Gulingkan Alibaba)
Menarik Investasi
Wakil Menteri Luar Negeri RI Mahendra Siregar menegaskan, Indonesia tetap memainkan diplomasi saat pandemi untuk menggali potensi dalam mengubah tantangan menjadi peluang ekonomi di tengah pandemi. “Never waste acrisis,” katanya pada Juni lalu.
Diamengungkapkan, sebuah negara dapat dinilai maju dan memiliki resistensi yang tinggi apabila pemerintahnya tidak hanya dapat bertahan di tengah krisis. “Namunjuga mampu memanfaatkan krisis untuk menjadi lebih kuat pada masa mendatang,” tutur Mahendra Siregar.
Terkait kondisi perdagangan global saat ini, Wamenlu RI juga menjelaskan mengenai arti penting perubahan arus Global Value Chains (GVCs) bagi Indonesia sebagai akibat pandemi, guna membangun GVCs yang lebih berkelanjutan dan melepaskan ketergantungan pada negara lain.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan keunggulan pasar dan demografi Indonesia untuk mendorong investasi dan perdagangan di sektor strategis. Pemerintah Indonesia juga berupaya memaksimalkan peran sentral di ASEAN dan kawasan Indo Pacific untuk membuka peluang di tengah gangguan yang terjadi saat ini. (Lihat videonya: Bakso Merah Putih Hidangan Menyambut Hari Kemerdekaan)
Perhatian serupa juga pernah diungkapkan Menlu Retno Marsudi menilai para diplomat juga bertugas mempromosikan Indonesia dan menarik investasi. Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh duta besar (dubes) RI untuk fokus pada diplomasi ekonomi dan menjadi duta investasi. (Andika HM)
(ysw)