Aktivis 98 dan Senat Mahasiswa STF Driyarkara Ajukan Amicus Curiae, Soroti Kewenangan Eksekutif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kelompok Aktivis Reformasi 98 dan Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara mengajukan amicus curiae atau sahabat pengadilan untuk majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memeriksa perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024. Permohonan Amicus Curiae terus bergulir ke MK menjelang putusan sengketa Pilpres 2024 pada 22 April mendatang.
Senat Mahasiswa STF Driyarkara menyoroti kewenangan eksekutif dan keseimbangan kekuasaan antarcabang pemerintahan. Dalam surat amicus curiae, Senat Mahasiswa STF Driyarkara meminta MK untuk mengabulkan seluruh permohonan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sebagai langkah untuk mencegah akumulasi kekuasaan yang berlebihan di tangan eksekutif.
“Kita pernah mengalami peristiwa semacam itu dalam masa lebih dari 30 tahun. Padahal UUD 1945 membatasi tiap-tiap kekuasaan dalam penyelenggaraan negara," tulis surat amicus curiae Senat Mahasiswa STF Driyarkara pada Kamis (18/4/2024).
Surat Amicus Curiae Senat STF Driyakara itu juga mengutip pernyataan akademisi sekaligus filsuf STF Driyarkara, Karlina Supelli. “Demokrasi tidak lahir demi demokrasi itu sendiri. Di jantungnya terletak paham kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. Dengan segala kelemahannya, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang paling dapat mengungkap ciri asali pribadi manusia, rakyat orang per orang,” demikian pernyataan Karlina dikutip dari amicus curiae.
Sebagai sahabat pengadilan, Senat Mahasiswa STF Driyakara menyatakan dalam permohonannya, pentingnya jalan demokrasi yang bersih dari manipulasi dan hanya berisi pergulatan gagasan dan pertempuran pemikiran.
“Kami, sebagai pemilih muda, berkepentingan bahwa suara yang pernah dan akan kami berikan lagi dalam pemilihan umum berikutnya, bukanlah suara yang bisa dimanipulasi oleh elite politik yang merasa berkuasa penuh atas pikiran warga negaranya. Kami berkepentingan terselenggaranya pemilihan umum yang jujur dan adil,” tulis surat amicus curiae STF Driyakara.
Sementara itu, kelompok yang mengatasnamakan Aktivis Reformasi 98 menekankan pentingnya MK untuk memastikan bahwa proses pemilihan umum dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis dan konstitusional. Mereka menyoroti aspek kualitatif dalam menilai hasil suara, dengan penekanan pada kejujuran dan keadilan dalam proses pemilihan.
"Apakah hasil suara itu telah diperoleh dengan cara benar berdasarkan asas-asas luber dan prinsip-prinsip jujur dan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 atau tidak (kualitatif)?" tulis surat tersebut.
Senat Mahasiswa STF Driyarkara menyoroti kewenangan eksekutif dan keseimbangan kekuasaan antarcabang pemerintahan. Dalam surat amicus curiae, Senat Mahasiswa STF Driyarkara meminta MK untuk mengabulkan seluruh permohonan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sebagai langkah untuk mencegah akumulasi kekuasaan yang berlebihan di tangan eksekutif.
“Kita pernah mengalami peristiwa semacam itu dalam masa lebih dari 30 tahun. Padahal UUD 1945 membatasi tiap-tiap kekuasaan dalam penyelenggaraan negara," tulis surat amicus curiae Senat Mahasiswa STF Driyarkara pada Kamis (18/4/2024).
Surat Amicus Curiae Senat STF Driyakara itu juga mengutip pernyataan akademisi sekaligus filsuf STF Driyarkara, Karlina Supelli. “Demokrasi tidak lahir demi demokrasi itu sendiri. Di jantungnya terletak paham kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. Dengan segala kelemahannya, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang paling dapat mengungkap ciri asali pribadi manusia, rakyat orang per orang,” demikian pernyataan Karlina dikutip dari amicus curiae.
Sebagai sahabat pengadilan, Senat Mahasiswa STF Driyakara menyatakan dalam permohonannya, pentingnya jalan demokrasi yang bersih dari manipulasi dan hanya berisi pergulatan gagasan dan pertempuran pemikiran.
“Kami, sebagai pemilih muda, berkepentingan bahwa suara yang pernah dan akan kami berikan lagi dalam pemilihan umum berikutnya, bukanlah suara yang bisa dimanipulasi oleh elite politik yang merasa berkuasa penuh atas pikiran warga negaranya. Kami berkepentingan terselenggaranya pemilihan umum yang jujur dan adil,” tulis surat amicus curiae STF Driyakara.
Sementara itu, kelompok yang mengatasnamakan Aktivis Reformasi 98 menekankan pentingnya MK untuk memastikan bahwa proses pemilihan umum dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis dan konstitusional. Mereka menyoroti aspek kualitatif dalam menilai hasil suara, dengan penekanan pada kejujuran dan keadilan dalam proses pemilihan.
"Apakah hasil suara itu telah diperoleh dengan cara benar berdasarkan asas-asas luber dan prinsip-prinsip jujur dan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 atau tidak (kualitatif)?" tulis surat tersebut.
(rca)