Suap Dana Otsus Aceh, Bupati Bener Meriah Divonis 3 Tahun

Senin, 03 Desember 2018 - 18:33 WIB
Suap Dana Otsus Aceh, Bupati Bener Meriah Divonis 3 Tahun
Suap Dana Otsus Aceh, Bupati Bener Meriah Divonis 3 Tahun
A A A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Bupati Bener Meriah, Aceh nonaktif, Ahmadi dengan pidana 3 tahun penjara. Hak politik Ahmadi juga dicabut selama 2 tahun.

Majelis hakim yang dipimpin Ni Made Sudani dengan anggota Rustiono ‎dan Muchammad Arifin menilai Ahmadi selaku Bupati Bener Meriah periode 2017-2022 telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik pemberian suap ‎Rp1,05 miliar.
Uang suap diberikan dalam tiga tahap masing-masing Rp120 juta, Rp430 juta, dan Rp500 juta.

"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Ahmadi dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan," kata Ni Made Sudani saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/12/2018).

Majelis hakim memastikan, Ahmadi telah memberikan suap ‎ke Irwandi Yusuf selaku gubernur Aceh periode 2017-2022. Suap diberikan melalui ajudan pribadi Irwandi sekaligus Staf Khusus Gubernur Hendri Yuzal dan Direktur PT Tamitana Teuku Syaiful Bahri.

Majelis menggariskan, dalam memutuskan aksi pidana terbukti bahwa para pihak menggunakan berbagai macam sandi komunikasi korupsi untuk memuluskan perbuatan mereka. Di antaranya sandi 'satu ember', 'zakat fitrah untuk Lebaran', dan 'pinjaman' untuk uang suap. Sedangkan nama Irwandi disandikan dengan 'BW' atau 'Bang Wandi'.

Suap Rp1,05 miliar dari Ahmadi karena Irwandi telah menyetujui dan mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Aceh memberikan persetujuan terkait dengan usulan Ahmadi. Ahmadi mengusulkan agar kontraktor atau rekanan dari Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program atau kegiatan pembangunan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.

Seluruh uang suap yang diserahkan Ahmadi berasal dari para kontraktor. Uang diserahkan Ahmadi setelah ada permintaan fee 10% dari Irwandi. Perbuatan Ahmadi sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Majelis juga sepakat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK sebelumnya untuk menjatuhkan pidana tambahan kepada Ahmadi berupa pencabutan hak politik. Majelis menilai, perbuatan Ahmadi dilakukan dengan memanfaatkan jabatannya sebagai bupati.

Padahal jabatan tersebut dipilih masyarakat secara langsung dan masyarakat berharap agar Ahmadi berperan aktif dalam memerangi dan mencegah terjadinya korupsi. Perbuatan Ahmadi dalam jabatannya telah mencederai kepercayaan masyarakat.

Pencabutan hak politik juga untuk melindung masyarakat dari adanya calon kepala daerah yang pernah dihukum akibat perkara korupsi. "Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun sejak terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok," kata hakim Sudani.

Dalam menjatuhkan putusan, majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang memberatkan, perbuatan Ahmadi tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Pertimbangan meringankan yakni Ahmadi bersikap sopan selama persidangan, mengakui bersalah, dan mempunyai tanggungan keluarga.

Atas putusan majelis hakim, Ahmadi mengaku masih pikir-pikir selama satu pekan. "Untuk sementara mungkin Yang Mulia, saya pikir-pikir," ujar Ahmadi.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5979 seconds (0.1#10.140)